Sekarang jam pelajaran olahraga. Anna berdiam diri dikelasnya sendirian karna sebelumnya meminta izin tidak ikut akibat kondisinya. Anna membuka buku tulisnya. Kosong. Tidak ada tulisan apapun disana karna setiap pelajaran olahraga selalu praktek bukan materi.
"Bosen," keluh Anna sambil menutup kembali bukunya dan menelungkupkan wajahnya dimeja.
Beberapa detik kemudian, Anna bangun dan berjalan keluar kelas. Dari atas balkon, Anna melihat teman-temannya yang sedang berolahraga dengan canda tawa membuatnya iri.
"Kesana seru kali, ya," monolognya. Dengan langkah semangat, Anna menuju lapangan olahraga.
Anna duduk di bangku yang tidak terkena sinar matahari tapi cukup jauh dengan teman-temannya yang sedang praktek. Ia melihat teman-temannya praktek olahraga diiringi dengan tawa renyah, candaan dan semangat. Anna iri dan berkecil hati. Wajahnya berubah sendu.
"Aku juga mau ikut praktek olahraga," keluh Anna pelan menatap iri pada teman-teman sekelasnya.
"Ikutan aja." Seseorang tiba-tiba duduk disebelah Anna.
Anna terkejut dan menoleh, "Altan! Kenapa kamu disini?"
"Hehe, gak sengaja liat kamu sendirian, jadinya kesini deh, pengen nemenin," jawab Altan dengan senyum menatap Anna.
"Emang gak diomelin?"
"Diomelin sih, tapi kalo demi Anna, rela kok." Altan semakin menunjukan senyum dan sorot mata sayangnya membuat Anna tersipu.
"Ihh!" Anna tersenyum malu sambil memukul bahu Altan pelan.
"An," panggil Altan serius, membuat Anna berhenti memukulnya.
"Ya?" jawab Anna. Ia cemas melihat sorot mata Altan yang beda dari biasanya.
"Kamu sayang kan sama aku?" tanya Altan sambil menatap Anna serius.
"Kamu ngeraguin aku, Al?" tanya balik Anna. Raut wajahnya berubah sendu.
Altan tersenyum lalu mengusap lembut rambut Anna.
"Aku cuma khawatir kamu kenapa-kenapa, An."
"Kan ada kamu."
"Kalo aku gak ada, siapa yang jagain kamu?"
"Kamu mau pergi?"
"Enggak. Aku gak akan pergi kecuali kamu yang minta, An," ucap Altan tulus dan lembut. Mata lelaki itu selalu menunjukan rasa cintanya pada Anna membuat gadis itu tenang dan nyaman.
"Aku yakin pasti banyak yang pengen kita udahan," ucap Anna pelan.
"Kalo bukan kamu yang pengen, aku tenang."
"Manis banget ya ucapan kamu, untung gak disemutin," canda Anna tertawa.
"Aku suka tawa kamu, An. Aku pengen jagain kamu selamanya," ucap Altan. Ia mencubit gemas kedua pipi Anna.
"Tapi kayanya penyakit aku lebih suka aku dari pada tawa aku deh," ucap Anna pelan. Tawanya hilang digantikan senyum kemirisan. Perlahan Altan melepaskan cubitannya.
Seketika hening, hanya terdengar sama-samar suara teriakan teman-teman sekelas Anna yang sedang praktek olahraga. Anna dan Altan menatap kosong kedepan. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Beberapa detik kemudian, Altan memegang tangan Anna hati-hati seakan memegang kaca dan mengelusnya dengan lembut dan menatap Anna dengan sorot mata tulus.
"Mungkin aku bukan orang satu-satunya dihidup kamu, An, tapi aku akan berada dijajaran yang sama, sama kamu," ucap Altan tulus. Anna terkejut dan menatap Altan, matanya juga memanas dan berkaca-kaca.
"Jangan nangis, nanti aku sakit," ucap Altan lembut.
Anna tidak menurut dan malah menangis. Mengeluarkan semua air matanya. Kebetulan saat ini, Altan sedang memakai jaket. Ia melepaskan jaketnya untuk menutupi kepala Anna hingga wajahnya tertutup.
"Kalo nangis bisa ngilangin kecemasan kamu, nangis aja yang kenceng, ya, An."
Suara tangis Anna semakin menjadi sedangkan Altan mengepalkan kedua tangannya menahan rasa sakit akibat Anna yang menangis seperti itu. Hatinya sangat lemah jika bersangkutan dengan Anna.
"Hey! Kalian ngapain?" tanya Pak Bayu-guru olahraga-curiga melihat kepala perempuan yang tertutup jaket dan Altan yang mengepalkan tangannya.
"Anu, Pak--"
"Itu Pak Bayu, Al?" tanya Anna diiringi isakkannya.
"Hey, kamu! Tunjukkan wajah kamu dan lihat saya!" ucap Pak Bayu tegas.
Tangan Anna hendak menyingkirkan jaket tapi Altan menahannya walau matanya menatap Pak Bayu.
"Dia Anna, Pak," ucap Altan.
"Anna?"
Tangan Anna bersikeras membuka jaket itu dan Pak Bayu terkejut ketika jaket itu dilepas dari kepala Anna.
"Anna, kenapa kamu nangis? Dia jahatin kamu?" tanya Pak Bayu menatap curiga Altan.
"Huhu, Pak Bayu maaf, tapi aku nangis bukan karna Altan. Aku nangis karna gak bisa ikut olahraga terus Altan nutupin kepala aku biar gak ketauan kalo aku lagi nangis," jelas Anna yang masih terisak. Bahkan linangan air mata diwajahnya belum kering.
"Ya ampun, Anna." Pak Bayu menggeleng terkejut. "Padahal kamu lagi sakit, tapi kamu punya semangat buat olahraga. Bapak salut sama sikap kamu ini."
"Boleh kan Pak, minggu depan saya ikut praktek olahraga? Kan minggu depannya lagi ada ujian kenaikan kelas," ucap Anna memohon.
"Kalo Dokter Naya izinin kamu, Bapak juga akan izinkan," ucap Pak Bayu.
"Al, nanti bantu aku minta izin sama Dokter Naya, ya," pinta Anna menatap Altan dengan mata berbinar. Altan mengangguk.
"Kalau gitu, kamu kembali ke kelas ya, An," ucap Pak Bayu ramah.
"Baik, Pak." Anna mengangguk senyum. "Ayo, Al."
Anna dan Altan bangun dari duduknya. Ketika hendak pergi, Pak Bayu menghentikan Altan.
"Altan, walaupun kamu mengharumkan nama sekolah dengan kepintaranmu, tapi kamu melanggar peraturan," ucap Pak Bayu tegas.
"Hah?"
"Anna kelas dua-empat, dia tidak akan Bapak hukum karna memang kelas ini sedang pelajaran olahraga. Beda dengan kamu yang beda kelas dengannya," jelas Pak Bayu.
"Tapi, Pak--"
"Gak apa-apa, An. Aku emang salah," ucap Altan menenangkan Anna diiringi senyu. Anna mengangguk patuh walau sorot matanya khawatir.
"Saya siap menerima hukuman, Pak," ucap Altan tegas dan gentle.
"Push up lima puluh kali," titah Pak Bayu yang langsung dilaksanakan oleh Altan. Anna melihat itu merasa kasihan.
"Kamu ke kelas duluan saja, Anna. Pelajaran olahraga juga sebentar lagi selesai," ucap Pak Bayu lagi yang diangguki Anna.
Dengan langkah berat Anna berjalan menuju kelasnya sekaligus meninggalkan Altan yang sedang dihukum.
"Maaf, Al," ucap Anna pelan ketika menoleh pada Altan yang sedang push up lalu berlari ke kelasnya.
'Apa yang Altan rasain, aku juga harus rasain, karna ini salah aku,' batin Anna bersikeras.
Gadis itu terus berlari menuju kelasnya yang ada di lantai 3. Bahkan saat menaiki anak tangga, gadis itu juga berlari walau nafasnya sudah terengah-engah dan keringat mulai bercucuran.
Anna memegang penyangga tangga untuk mengatur nafasnya sebentar. Jantungnya berdetak sangat cepat, keringat juga sudah bercucuran didahinya, ditambah tangannya yang juga sangat basah akibat keringat.
"Hhhhh, aku gak boleh berenti! Aku harus sampe ke kelas dengan lari!" ucap Anna bersikeras. Walau nafasnya sudah terengah-engah, bahkan merasa lubang hidungnya terlalu kecil untuk menghirup udara akibat sesak.
Ketika hampir sampai didepan kelasnya, gadis itu merasa pandangannya kabur dan mulai gelap, tubuhnya juga lemas hingga ia berlari tak tentu arah. Ketika ia jatuh, samar-samar ia melihat ada seseorang yang berlari ke arahnya. Anna juga mendengar samar seruan kepanikan orang tersebut. Sedetik kemudian, Anna menutup matanya. Orang itu menggendong Anna ala bridal style dan berlari menuju UKS dengan panik.
Tbc ...