Mata gadis itu perlahan terbuka. Ia menatap langit-langit ruangan yang berwarna putih. Sesekali mengerjapkan matanya karna masih merasa pusing. Ketika menoleh ke sampingnya, ia melihat sosok lelaki yang sedang tertidur pulas bersandar ditembok.
Gadis itu berusaha untuk duduk walau masih lemah. Karna berisik, lelaki di sampingnya terbangun.
"Anna ...," panggil lelaki itu terkejut. Ia juga membantu gadis itu untuk duduk bersandar.
"Maaf," ujar Anna pelan. Merasa bersalah karna sudah membangunkan Altan.
"Gak apa-apa," balas Altan senyum.
"Kamu gak belajar lagi, Al?" tanya Anna marah. Sorot matanya juga sinis.
"Ini udah lewat dari jam pulang, An," jawab Altan polos.
"Eh?" Anna mengedarkan pandangan ke sekeliling dan mendapati jam dinding menunjukan pukul 15.40 WIB. Wajahnya terasa panas karna malu.
"Malu, ya?" ledek Altan tertawa.
"Engga," tegas Anna dengan wajah juteknya.
"Iya, maaf deh," rayu Altan sambil memegang tangan Anna.
"Kenapa minta maaf?"
"Udah buat kamu marah," jawab Altan polos.
"Aku gak marah, kok."
"Hmmm ...." Altan mengalah. Tidak mau berdebat karna akan memperpanjang waktu dan ia tidak mau membuat gadisnya marah ataupun kesal.
"Yuk pulang, aku anterin," ajak Altan lalu bangkit dari duduknya.
"Al," panggil Anna pelan. Matanya menatap Altan sendu.
"Hmm," sahut Altan. Anna malah menurunkan pandangannya.
"Aku mau ke rumah sakit. Mau anter aku?" tanya Anna pelan. Wajahnya masih menunduk.
"Ayo." Altan mengulurkan tangannya. Anna menatap tangan itu, lalu melihat Altan yang tersenyum.
Anna mengembangkan senyumnya dan menjabat uluran tangan Altan. Mereka pamit pada Dokter Naya lalu keluar dari UKS sambil bergandengan tangan. Sangat romantis dan sweet.
"Tapi, Al, siapa yang bawa aku ke uks?" tanya Anna penasaran.
"Aku gak tau, soalnya aku gak nanya ke Dokter Naya saking paniknya," jawab Altan seadanya.
"Hmmm." Anna mengangguk paham. "Jadi kamu nemuin aku pas jam pelajaran juga?" Anna marah. Tatapannya juga sinis.
"Engga, An. Aku tau kamu pingsan pas pulang sekolah. Pas aku ke kelas kamu, tapi kamunya gak ada," jawab Altan yang dibalas anggukan Anna.
"Jangan bolos terus, ya, Al. Kamu ini pinter, guru emang bakal maklumin kamu, tapi, yang lain bakal iri," ucap Anna menasehati.
'Termasuk aku,' batin Anna.
"Iya, cantik," balas Altan senyum, membuat Anna lagi-lagi merona malu. Padahal mereka pacaran sejak kelas 3 SMP dan sekarang sudah mau naik ke kelas 3 SMA tapi seperti orang baru pacaran.
Mereka terus melanjutkan jalannya, masih bergandengan tangan. Tapi, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memotret mereka di belakang.
_____
Sesampainya di rumah sakit, Altan mengantar Anna sampai ke lab untuk tes. Mereka sudah duduk di bangku yang disiapkan sambil menunggu dokter yang sedang mempersiapkan alat untuk tes.
Anna menggenggam erat tangan Altan. Altan menoleh dan mendapati wajah Anna yang ragu dan khawatir.
"Apapun hasilnya, aku gak akan permasalahin, An. Jadi, jangan takut, ya," bisik Altan ditelinga Anna. Gadis itu menoleh pada Altan dan menatapnya sendu.
"Baik, saya akan melakukan tesnya sekarang," ucap Dokter itu senyum. "Boleh ulurkan tangannya?"
Anna mengulurkan tangannya ragu. Altan mempererat genggamannya, mencoba menyalurkan kekuatan pada Anna. Gadis itu menatap Altan sendu.
"Ada aku." Altan tersenyum tulus, membuat Anna sedikit tenang dan merilekskan dirinya.
"Kepalkan tangannya, ya, Nak," ucap Dokter sebelum menusukkan jarum ditangan Anna. Anna hanya mengangguk patuh dan mengepalkan tangannya.
Dokter perempuan bernamtag Nuri Handayani itu mulai menyunyikkan jarum ke pembuluh darah vena ditangan Anna. Gadis itu meringis sakit dan mengeratkan genggamannya pada Altan.
Setelah darah diambil, Doker itu mencabut jarumnya dan menyimpan darah Anna pada tabung khusus. Anna merasa ngilu saat Dokter mencabut jarumnya.
"Kemungkinan hasil tes akan keluar setelah tiga hari. Nanti, anda bisa kembali dalam tiga hari," ucap Dokter Nuri.
"Baik, dok," ucap Anna dan Altan sambil mengangguk.
"Nak Anna, tolong jangan terlalu dipikirkan, karna itu bisa menyebabkan kondisi anda terganggu," nasihat Dokter Nuri dengan wajah prihatin.
"Iya, dok," sahut Anna mengangguk pelan.
"Baik, nanti saya akan menghubungi anda jika hasil tes sudah keluar," ucap Dokter Nuri senyum.
"Baik, dokter, terima kasih."
Anna dan Altan pamit undur diri yang diangguki sang Dokter. Setelah keluar dari lab, Anna lagi-lagi memasang wajah sendu.
"Jangan terlalu dipikirin, An. Ayo, kita pulang. Aku anterin," ucap Altan pelan.
Anna hanya mengikuti perintah Altan. Bahkan, ia dituntun ketika menuju ke parkiran.
"Jangan sedih gitu dong, jadi gak cantik, tau," ucap Altan dengan nada menggoda diiringi wajah cemberut.
Anna hanya diam, tak merespon. Senyum pun tak terukir diwajah manisnya. Gadis itu juga terus menunduk.
"Anna, aku gak suka kamu sedih begitu. Kalo pun kamu positif, aku bakal temenin kamu, An," ucap Altan dengan wajah serius. Ucapannya juga terdengar tulus walau bagi Anna itu hanyalah ucapan untuk menenangkannya.
"An, jawab--"
"Makasih, Al," ucap Anna tersenyum. Awalnya senyum itu manis, kemudian menjadi senyuman miris lalu menangis didepan Altan.
"Weh, An, jangan nangis. Nanti aku disangka jahatin kamu," ucap Altan panik tapi juga memeluk Anna dan mengusap-usap punggungnya pelan.
Anna terus menangis tersedu-sedu dipelukan Altan. Altan mencoba membiarkannya. Berharap dengan menangis, semua kesedihan Anna sedikit hilang.
Mungkin sudah 10 menit Anna menangis dipelukan Altan sambil berdiri, gadis itu merasa kakinya pegal dan melepaskan pelukannya.
"Udah nangisnya?" tanya Altan menatap lembut Anna. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban.
"Yuk, pulang," ajak Altan sambil mengusap lembut bekas air mata dipipi Anna. Anna mengangguk lagi.
Altan memasangkan helmnya pada Anna. Ia menaiki motornya disusul Anna.
_____
Sesampainya didepan gang rumah Anna, gadis itu turun perlahan dan membuka helmnya lalu diberikan pada Altan.
"Makasih, ya, udah anterin aku," ucap Anna dengan senyum. Matanya terlihat sembab.
"Sama-sama. Maaf gak bisa anterin sampe rumah, ya, Cantik, ini udah sore banget, takut Bunda khawatir, aku gak bilang soalnya," jelas Altan dengan wajah menyesal. Tapi Anna memakluminya dan mengangguk.
"Iya. Hati-hati," ucap Anna senyum.
Altan kembali menghidupkan mesin motornya. Anna menunggunya pergi. Lelaki itu menatap Anna intens membuat Anna sedikit tak nyaman.
"Kenapa?" tanya Anna cemberut.
"Kamu cantik," jawab Altan senyum.
"Aku tau itu," sahut Anna percaya diri.
"An ...," panggil Altan pelan.
"Apa?"
"Jangan dipikirin. Inget aja, ada aku disisi kamu," ucap Altan tulus. Sorot matanya juga sangat tulus.
Anna mengangguk. "Yaudah, sana pulang, nanti Bunda kamu nyariin."
"Kamu ngusir?"
"Enggak."
"Terus--"
"Mau pulang apa mau jalan-jalan?" ancam Anna dengan mata sinis dan bibir yang mengerucut, membuat Altan tertawa karna gemas.
"Ih! Gemes banget. Gak ada deh yang boleh sentuh Anna kecuali Altan," ucap Altan senyum sambil mencubit gemas pipi Anna.
"Ih, sakit tau," decak Anna sebal.
"Makin gemes," ucap Altan yang semakin gemas.
"Al," panggil Anna serius. Lelaki yang sedang tertawa itu langsung terdiam dan melepas cubitannya.
"Anna cantik deh," goda Altan tersenyum manis.
"Udah pulang sana, nanti Bunda kamu marah loh."
"Yaudah, aku pulang, ya, An," ucap Altan sambil menutup kaca helmnya.
"Hati-hati," ucap Anna pelan.
Altan mengangguk dan mulai mengendarai motornya. Anna masih berdiri di tempatnya sampai motor, bahkan suara motor Altan hilang dari indra pendengarannya.
Gadis itu pulang kerumahnya. Melihat sang Mama yang sedang berduaan dengan lelaki berbeda dari hari sebelumnya.
"Dia anak kamu?" tanya si lelaki sambil tersenyum ketika melihat Anna. Gadis itu berhenti melangkah dan menoleh.
Anita; Ibunya Anna tersenyum canggung. "Anna, beri salam padanya."
Anita mengode Anna untuk memberi salam dengan mengedipkan matanya. Tapi Anna mengacuhkannya, ia hanya menatap sinis lelaki itu, lalu menuju kamarnya dengan cepat.
'Jika bisa, aku ingin pergi dari sini,' batin Anna yang seakan ingin menjerit.
Tbc ...