Anna baru saja mengunci pintu kamarnya. Jaga-jaga kalau Ibunya masuk tanpa permisi dan memukulnya karna tadi bersikap tidak sopan. Dengan malas, gadis itu melangkahkan kakinya ke ranjang mininya.
"Benci banget sama hidup ini!" monolog Anna yang mulai membaringkan tubuhnya. Gadis itu menatap kosong langit kamarnya.
Tenang. Sepi. Hanya terdengar samar suara percakapan dan tawa dari luar kamarnya. Suara Ibunya dan lelaki yang tidak ia ketahui.
Seperti ada air mengalir ditelinganya. Tak terasa, air matanya berlinang. Tangisnya pecah tanpa suara. Gadis itu meringkukkan tubuhnya dan memeluk lutut yang dilekuk itu.
"Jika boleh aku memilih, aku gak mau tinggal di rumah ini," bisiknya pelan pada diri sendiri. Sangat sulit menahan suara tangis agar tidak terdengar. Tapi, gadis itu selalu hebat melakukannya.
Setelah beberapa menit menangis tanpa suara, dering telpon membuat gadis itu tehentak dari kesedihannya.
"Cuma kamu penyemangat aku," ungkap Anna pelan dengan sorot mata sendu ketika membaca nama 'Altan My Luv' dilayar ponselnya.
Sebelum mengangkat telepon itu, Anna bangun dan mengusap air matanya kasar. Menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Mencoba bersikap netral agar sang kekasih tidak khawatir.
"Kamu udah sampe, Al?" tanya Anna ketika menerima panggilan Altan. Suara Anna sedikit ada jeda karna senggukannya.
"An, kamu nangis?" tanya Altan disebrang telpon dengan nada khawatir.
"Enggak." Anna menahan senggukannya. Padahal air matanya berlinang lagi.
"An--"
"Aku mau mati aja, Al! Aku benci tinggal dirumah ini. Aku benci liat Ibuku yang terus bawa laki-laki beda di setiap harinya, aku benci!" desis Anna. Ia kembali menangis dengan sejadi-jadinya. Sangat memilukan.
Entah bagaimana ekpresi Altan saat mendengar tangisan Anna. Tapi kini, lelaki itu tidak mengeluarkan suara sepatah kata pun. Entah terkejut atau apa, tapi Altan sudah tau jelas apa yang selalu Anita lakukan pada Anna.
"An, aku ke kamu sekarang, ya." Altan mulai buka suara. Suaranya juga terdengar sangat khawatir dan peduli.
"Jangan!" potong Anna menekan diucapannya. Gadis itu mengusap air matanya kasar. Mencoba untuk bersikap tegar. "Jangan buat aku ketergantungan sama kamu terus, Al."
"Tapi aku khawatir, An."
"Ajarin aku buat mandiri, Al."
"Tapi An--"
"Biarin aku mandiri untuk kali ini. Kemarin, kamu selalu nolongin aku 'kan?"
"Aku bilang Bunda kamu mau nginep di sini lagi, ya?"
"Gak perlu."
"Kenapa?"
"Jangan hubungin aku sampe aku yang ngehububgin kamu duluan. Bye, Al."
Anna mematikan sambungan teleponnya sepihak. Sesekali, dirinya harus tegas pada kekasihnya agar dirinya bisa mandiri menghasapi masalah.
Gadis itu membaringkan tubuhnya lagi. Menatap kosong langit kamarnya hingga kegelapan menghampirinya. Ya, gadis itu tertidur dengan wajah sembab dan mata bintitnya. Sesekali nafasnya juga sesenggukan.
_____
Keesokan harinya, Anna duduk sambil menelungkupkan kepalanya di meja. Disaat yang lain bersenang-senang dengan teman-temannya, hanya Anna yang sendirian.
"Anna!" panggil Rani sambil menggebrak meja Anna membuat si empunya nama terkejut.
"Iya, kenapa?" Anna menegakkan tubuhnya dan menatap Rani bingung. Ada sorot kekesalan dimata Anna karna terkejut.
"Lo abis nangis, An?" tanya Rani kepo. Gadis itu menyipitkan matanya dan mendekatkan wajahnya pada Anna agar melihat jelas mata Anna yang bintit.
"Hah?" Anna meraba kedua matanya. "Enggak." Ia menggeleng.
"An, lo berantem sama Altan? Kenapa? Kok bisa? Bukannya Altan bucin banget ya sama lo?" sosor Rani sangat kepo.
"Enggak, Ran, aku gak apa-ap--"
"Luna! Come here, Lun!" pekik Rani heboh sambil tangannya melambai mengkode Luna agar mendekatinya.
"Kenapa sih?" tanya Luna sambil menghampiri Rani.
"Firasat aku gak enak," gumam Anna menatap Rani yang sedang bercerita dengan hebohnya pada Luna.
"Hah? Serius?" pekik Luna dengan wajah terkejutnya, membuat seisi kelas menatap mereka bertiga bingung. "An, serius?"
Anna memutar bola matanya malas. Sekilas ia melihat ke arah pintu yang menampakkan Adel dan Pika masuk ke kelas bergantian.
"Apa?" Anna memasang wajah judesnya.
Rani hendak membuka mulutnya tapi tertahan suara notifikasi dari ponselnya. Bukan hanya milik Rani, tapi juga miliknya dan milik semua orang dikelas ini.
♡fungosip✔
BREKING NEWS!!
Katanya Anna sama Altan lagi MUSUHAN!!! Mata Anna BINTITAN dan si Altan malah NONGKRONG sama TEMEN-TEMENNYA!! APAKAH JULUKAN COUPLE GOALS BAKAL HILANG DARI MEREKA?
"An, serius?"
"An, gak percaya banget gue lo lagi musuhan sama si Altan."
"An, kalian tuh kapal favorite gue, jangan sampe karam dong."
"An, ini gak mungkin 'kan?"
"Tapi bisa jadi, soalnya si Altan gak kesini."
"An, ayo dong baikan sama Altan."
Anna menghembuskan nafasnya kasar. Ia suka ketika dirinya menjadi trending topik di sekolahnya karna hanya di sekolah dirinya diperhatikan. Tapi, ia benci karna dirinya akan merasa pengap dan tangannya akan berkeringan banyak.
Ia mengabaikan ucapan-ucapan heboh dari teman-teman sekelasnya. Ketika menuju pintu, langkahnya terhenti karna ada Meta yang menghalangi.
"An, ini beneran?" tanya Meta penasaran sambil menunjukan layar ponselnya.
Anna menatap lekat wajah Meta. Tangan Anna juga sudah mengepal. Bukan marah pada Meta, tapi tangannya sudah sangat basah dan dirinya butuh istirahat.
"Bisa minggir?" Anna sedikit ketus.
"Oh, maaf." Meta tersenyum lalu bergeser memberi akses jalan pada Anna.
Ketika Anna melewati Meta, gadis itu mengatakan sesuatu pada Anna dengan pelan, "Hati-hati, saingan lo banyak, An."
Anna berhenti melangkah dan menoleh pada Meta. Gadis itu tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya pada Anna.
"Gak jelas," gumam Anna lalu kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.
Di lorong menuju UKS, sosok Altan tidak menghampirinya bahkan menelponnya. Lelaki itu benar-benar sangat menurut.
Anna menggesek-gesekkan telapak tangannya agar keringatnya hilang sendiri. Ia risih dengan tangannya yang berkeringat. Karna terlalu fokus pada tangannya, gadis itu menabrak seseorang.
"Awww." Anna mengaduh karna dirinya terjatuh.
"Ayo, aku bantu," ujar seseorang sambil mengulurkan tangannya.
Tanpa pikir panjang, Anna meraih uluran tangan itu. Sesudah bangkit, Anna baru tersadar dengan tangannya yang basah. Anna buru-buru menarik tangannya dan mundur, tapi kakinya menginjak tali sepatunya sendiri. Ia hampir terjatuh kalau saja lelaki ini tidak gesit menahan pinggang Anna.
Lelaki itu menatap Anna lekat begitu juga sebaliknya. Merasa tidak asing tapi mereka memang tidak saling kenal.
"Anna ...." Suara panggilan yang sangat tidak asing itu membuat Anna tersadar. Ia juga langsung menegakkan tubuhnya dengan perasaan canggung.
"Dia jahatin kamu?" tanya lelaki yang baru saja datang dengan wajah khawatirnya. Ia juga menunjuk lelaki didepannya. Siapa lagi kalau bukan si bucin Altan.
"Aku?" Lelaki itu menunjuk dirinya sendiri bingung.
"Enggak, Al," sanggah Anna menggeleng. "Justru dia bantuin aku."
"Oh." Altan menatap lelaki didepannya dengan kepala yang didongakkan.
Lelaki itu tersenyum canggung. Anna juga menatap bingung lelaki itu.
"Ayo, An," ajak Altan sambil merangkul Anna.
Setelah 3 langkah, Anna berhenti melangkah dan menengok pada lelaki itu disuguhi dengan wajah Altan yang bingung.
"By the way, maaf ya, aku tadi gak sengaja nabrak kamu," ucap Anna tulus. Lelaki itu mengangguk pelan dengan tersenyum manis.
Altan dan Anna pun melanjutkan langkahnya lagi. Samar-samar lelaki itu mendengar percakapan dua sejoli yang baru saja meninggalkannya itu.
"Kamu mau kemana?"
"Ke UKS. Kamu gak rasain, tangan aku keringetan banget tau."
"Mau digendong gak?"
Ia melihat si lelaki membungkuk seperti hendak menggendong si perempuan, tapi perempuan itu menolaknya. Terdengar juga gelak tawa dari mereka berdua. Dua sejoli yang bergandengan tangan itu menghilang dari pandangannya di belokan koridor.
'Itu cewek yang kemaren aku tolongin 'kan?' batin lelaki itu sambil melihat tangannya yang bekas berpegangan dengan Anna.
Lelaki itu tersenyum misterius dan melanjutkan langkahnya yang terhenti.
Tbc ...