Pukul tujuh malam, Anna yang sedang menatap kosong langit-langit kamarnya, mendengar percakapan dari luar.
Gadis itu berjalan memindik menghampiri pintu. Ia menempelkan telinganya pada pintu. Samar-samar, ia mendengar percakapan dua orang di luar kamarnya.
"Saya pusing memikirkan sikap anak saya yang semakin hari semakin susah dikendalikan."
"Yang sabar, Pak. Nanti, pasti bisa di kendalikan."
"Dia disuruh ke psikiater juga tidak mau."
"Mungkin, Bapak bicara terlalu kasar padanya. Dicoba bicara baik-baik, ya, Pak."
"Jijik banget dengernya," sungut Anna dengan menunjukkan raut wajah tidak suka pada Ibunya. Ia menguping di kamarnya. "Padahal dia yang selalu kasar ke aku, segala nasehatin orang, harusnya kan dia dulu yang begitu ke aku, gak perlu suruh ke orang lain."
Anna terus menguping disela-sela pintunya, sampai pada suara lelaki itu menyebut nama anaknya dalam keluh kesalnya pada Anita.
"Sial! Aku gak bisa denger nama anaknya," umpat Anna sambil bertolak pinggang.