••
"Anda baik-baik saja tuan?" tanya tuan Park khawatir pada Hyungtae.
Hyungtae baru saja tiba dari kantor dan langsung mengistirahatkan pantatnya pada benda empuk yang seketika memantul saat ia duduki, yang biasa disebut sofa. Membuka kasar tiga kancing bajunya lalu menarik paksa dasi yang seharian ini bertengger menjuntai pada kerah lehernya. Kakinya terbuka lebar agar merasa lebih rileks seraya menyenderkan pundak lebarnya pada sofa. Rambutnya yang acak-acakan membuat seluruh penampilan nya sempurna menggoda iman jika para gadis melihatnya. Terlihat lusuh namun tampan secara bersamaan, menggarap habis kriteria pria idaman para gadis jaman sekarang.
Hyungtae mengabaikan pertanyaan tuan Park. "Dimana Aera? apakah dia masih disini?" seperti nya Aera menjadi sosok yang paling sering ia cari ahir-ahir ini, mungkin Aera juga akan mulai menjadi orang berpengaruh pada hidup Hyungtae setelah ini. Sebab, Hyungtae selalu khawatir gadis manis itu tetap nekat ingin pergi dari rumahnya dan mengambil kesempatan saat tuan rumah tidak ada.
"Nona sedang didapur tuan, dia bilang ingin memasak." jawab tuan Park.
Aera mulai bosan menganggur dan tidak melakukan apapun disini, meskipun ada kebun bunga namun jika setiap hari hanya menghabiskan waktu di sana lama kelamaan pasti jadi bosan juga.
Aera sering memasak makanannya sendiri dirumah, karena punya banyak pengalaman kerja patuh waktu ia jadi memiliki skill untuk memasak. Meskipun tidak sebaik koki profesional tapi rasanya juga tidak buruk untuk dimakan sehari-hari. Aera pernah bekerja di restoran mewah hingga menjadi kasir di minimarket. Hampir seluruh pekerjaan paruh waktu ia pernah lakukan, sehingga sedikit banyak memberinya pengalaman untuk bertahan hidup seperti memasak misalnya.
"Benarkah? Dia bisa masak? bagaimana jika tidak? nanti jika dia terluka bagaimana? kenapa kau mengizinkan nya tanpa melapor padaku?" Hyungtae si pemarah kembali lagi, terkadang ia bisa selembut sutra namun juga bisa setaham duri.
Hyungtae hanya khawatir jika Aera terluka. Kemarin malam saja saat membuat kan Aera ramyeon tangannya tidak sengaja menyenggol panci panas untung saja Aera tidak melihat kejadian itu. Hyungtae sangat buruk dalam hal memasak, malah kalau bisa ia harus dijauhkan sejauh mungkin dari dapur jika tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan.
Terakhir kali Hyungtae masak sekitar satu tahun yang lalu, itupun juga masak ramyeon seperti yang ia masak kan untuk Aera. Sejarang itu Hyungtae memasuki dapur jika bukan saat mengambil air putih dan hal-hal ringan lainnya. Tapi entah apa yang mendorong Hyungtae bertekad memasak kan Aera kemarin malam, jangan bilang ingin terlihat keren agar diakui tampan oleh Aera.
Hyungtae tak segan-segan langsung berjalan menuju dapur, ia mengambil langkah besar agar segera sampai. Dipikirannya bagaimana jika Aera terluka tapi tidak ada yang melihat, maka ia harus datang secepat mungkin untuk menjadi orang pertama yang menolong Aera. Setelah sampai dapur ia terkejut melihat Aera berjongkok dibawah sambil memegangi pisau, hatinya mencelos jantungnya berdetak dua kali lipat dibanding saat ia marah karena kejadian di kantor.
"Aera kau tidak apa-apa? kenapa kau ceroboh sekali. Siapa yang mengizinkan mu memasak dasar bodoh." teriak Hyungtae sarkas, karena rasa khawatir campur panik. Ia berlari serampangan mendekat ke tempat Aera, tangannya dengan cepat membantu Aera berdiri dengan tatapan nanar.
"Kagett aku.. Kau ini kenapa sih Kim. Tidak bisakah kau jangan atang tiba-tiba begitu. Kenapa juga kau berteriak sekeras itu, kau pikir ini lapangan??" Teriak Aera jengkel, jantung nya hampir copot.
Kenapa juga Hyungtae berlari kesetanan jika tidak karena khawatir padanya. "K-kau baik-baik saja? tidak ada yang terluka?" Hyungtae heran bagaimana orang yang sedang terluka bisa begitu semangat meneriaki nya. "Aku sedang masak, kenapa juga aku bisa terluka. Yang ada kaulah yang hampir terluka, lihat aku memegang pisau. Cepat lepaskan aku, tanganku sakit."
Hyungtae akhirnya lega jika Aera memang tidak terluka. "Lalu kenapa kau jongkok sambil memegangi pisau dan terlihat sangat menyedihkan seperti itu?" Hyungtae sekali lagi ingin memastikan keadaan Aera.
"Aku sedang memungut buah-buahan yang berjatuhan dilantai, tadi aku tidak sengaja menyenggol keranjang buah saat mengupas apel." jelas Aera, ia heran kenapa wajah Hyungtae terlihat sangat panik, padahal ia tidak terluka sama sekali.
"Kau yakin?" tanya Hyungtae sekali lagi.
"Iya, sekarang cepat lepaskan aku."
kemudian Hyungtae pun melepaskan cengkraman tangannya pada kedua pundak Aera. Kalian bisa membayangkan bukan seberapa kuat pria berotot sepertinya saat sedang panik.
"Kau masak apa? coba kulihat." Hyungtae akhirnya mencium aroma masakan Aera yang telah selesai Aera siapkan sebelum mengupas buah tadi. "Awas minggir, kau jangan menggangguku dulu. Sana pergi ke tempat duduk. Aku akan bawakan ke sana." Aera tidak suka Hyungtae serasa memenuhi pandangannya, badannya yang besar menghalangi Aera saat ingin beroindah tempat, pilihan yang tepat memang mengusirnya dengan halus.
"Kau masak untukku ya? kenapa tiba-tiba saja kau baik padaku, aku tidak terbiasa." bibir Hyungtae gagal menyembunyikan lengkungan pada setiap sudutnya. "Kalau begitu baiklah aku akan tunggu di meja sekarang." lanjutnya.
Hyungtae berjalan menuju meja makan sambil bersenandung sudah seperti ahjussi-ahjussi saja pikir Aera. Hanya karena masakan Aera Hyungtae seketika lupa masalah-masalah yang dihadapinya dikantor tadi. Direktur Jung adalah penyebab dari masalah besar yang harus Hyungtae tanggung. Baru memasuki tahun kedua ia menjabat sebagai Direktur perusahaan, sudah seenaknya saja mengganti sistem kerja yang sudah ditetapkan oleh Hyungtae selama bertahun-tahun. Direktur Jung mengganti beberapa sponsor perusahaan mereka dengan pihak lain, dengan catatan tidak mendapat izin dari pihak manapun.
Pada akhirnya semua bertabrakan dan menjadi kacau balau, perusahaan-perusahaan yang sudah menekan kontrak dengan perusahaan BV protes karena masalah yang tidak terduga. Bagaimana bisa BV memiliki Direktur tidak bertanggung jawab seperti Direktur Jung, hal ini sama saja seperti bunuh diri setelah membunuh para bawahannya.
••
Aera selesai menyiapkan semua masakannya, sekarang didepan Hyungtae terdapat makanan yang sedari tadi mencuri-curi indra penciumannya. Chiken steak saus enoki, itulah nama makanan yang sebentar lagi akan masuk kedalam perut Hyungtae.
"Harum sekali, tapi kau tidak memberi racun pada makananku bukan?" tanya Hyungtae sedikit curiga, meskipun sebenci-bencinya Aera pada Hyungtae menurut nya Aera tidak akan bertindak sejauh itu. Meskipun benar dilakukan, bukankah sangat mudah baginya untuk terseret kedalam penjara. Tidak semudah itu cara membunuh orang berpengaruh seperti Hyungtae, pikir Aera.
"Tidak usah berpikir yang macam-macam Kim, sudah bagus aku memberimu makan. Ah, tidak-tidak ini kan bahannya berasal dari rumah mu. Maksud ku sudah bagus ku masak kan." Aera heboh sendiri saat menjawab pertanyaan Hyungtae. "Aku makan sekarang." Sesuap dua suap Hyungtae berusaha mengecap dengan seksama masakan pertama kali yang Aera buat untuknya.
Disisi lain Aera juga sedang menyantap makanan yang ada di hadapannya. Ia sendiri juga yang menyiapkan dua porsi makanan untuk mereka makan. Benar-benar seperti pasutri pikir Hyungtae.
"Enak sekali Aera-yaa.. Kenapa kau pandai sekali memasak. Apa kau pernah kursus masak?" puji Hyungtae, ia tidak menyangka Aera bisa menghidangkan makanan semewah ini padanya. Padahal bagi Aera itu biasa saja, aneh sekali pria kaya ini. "Selama ini uangmu kau belikan apa saja sih Kim? aku curiga, perutmu tidak pernah kau beri makan dengan benar ya?" tanya Aera heran.
"Apa maksud mu, kau kira es krim dan kudapan yang kau makan kemarin milik siapa?" jawab Hyungtae, dasar gadis tidak sadar diri.
"Iya aku tau, tapi bisa-bisanya kau m nganggap masakan ku sebagai makanan yang mewah. Aku mempelajari nya juga bukan dari kursus, tapi karna aku sempat kerja paruh waktu di sebuah restoran ayam." Aera menjelaskan panjang lebar.
"Yasudah, anggap saja aku sedang memujimu ra-ya.. Pasti enak sekali saat pulang kerja disambut masakan darimu. Membayangkan nya saja aku sudah sangat senang." Hyungtae bicara sambil mengunyah hidangan ayam yang sedang ia nikmati. Ia benar-benar terlihat menikmati makanannya, syukurlah pikir Aera.
"Enak saja. Selain jadi ekormu karena harus mengikuti mu kemana saja, sekarang aku juga harus jadi pelayanmu?" hampir saja centong nasi melayang lagi dikepala Hyungtae.