Chereads / Kutkh - Bahasa Indonesia / Chapter 20 - Pertarungan

Chapter 20 - Pertarungan

Kami kembali ke ruangan tempat pesta ulangtahunku digelar.

Kok jadi sepi sekali.

Aku membuka pintu.

Terlihat sesosok orang bertubuh besar dengan brewok tebal di wajahnya.

Gennady...

"Sudah berapa kali kubilang, JANGAN MEMBUAT KEGADUHAN! LALU HEMAT PERSEDIAAN KITA!"

"Gennady, kami menyiapkan semua ini dengan uang pribadi. Selain itu apa tak boleh kami mengadakan sedikit pesta untuk Andre? Dia itu masih kecil, tak masalah kan kalau kami mengadakan pesta kecil-kecilan untuknya? Hitung-hitung untuk menghiburnya di kondisi kita yang keras ini."

Bibi Valeria memberikan alasannya.

"Hmph! Bocah itu lagi! Aku benar-benar muak dengannya. Jadi karena dia berulangtahun lalu kalian semua mempertaruhkan keberadaan markas kita ini!?"

Bibi Valeria tampak marah, ia hendak menghunus pedangnya tapi ayah segera menahannya.

"Maafkan aku. pesta ini adalah ideku. Setiap tahun keluarga kami selalu merayakan ulangtahunnya. Aku tidak ingin dia kecewa."

Jadi pesta ulangtahun ini ide ayah...?

Aku bahkan tidak ingat kalau ini hari ulangtahunku.

Gennady menggebrak meja.

"Novel... Aku sudah cukup sabar menerima anakmu yang tak berguna itu di dalam kelompok kita. Tapi mendengar alasanmu, aku sepertinya tidak perlu berbaik hati lagi."

Tidak berguna...

Kata-kata itu lagi...

"Gennady, aku sangat berterima kasih karena kau mau menerimanya selama ini. Tapi tolong, jangan usir putraku, kalau kau mau, usirlah aku saja."

"INI BUKAN MASALAH SIAPA YANG HARUS DIUSIR! ANAK ITU SELAMA INI HANYA MEMBEBANI KELOMPOK KITA! DIA HARU..."

"PAMAN GENNADY!"

Aku sudah tidak tahan dengan sikapnya.

Selama ini aku berusaha untuk lebih kuat dengan berlatih bersama David.

Tapi dia selalu saja menganggapku beban kelompok.

Tidak bisakah dia menghargai usahaku selama ini?

"Hoh, muncul juga kau. Ada apa memanggil namaku?"

"... Aku menantangmu dalam duel satu lawan satu!"

Semua yang ada di situ terkejut.

Seorang bocah 12 tahun yang belum mahir bela diri...

Menantang seorang pemimpin kelompok perampok yang sudah sangat berpengalaman dalam pertarungan.

Jujur aku sendiri terkejut dengan kata-kataku.

Mungkin karena aku terlalu emosi mendengar kata-katanya, aku melontarkan tantangan yang tidak masuk akal ini.

"Hah? Menantangku? HUAHAHAHAHAHA!!! BAIKLAH! Kalau kau menang, kau boleh tetap di sini dan aku akan mengakui kemampuanmu. Tapi kalau kau kalah..."

Gennady memutus kalimatnya.

"Kau harus keluar dari sini, sendirian."

Saat Gennady mengatakan itu, ia juga menoleh pada ayah dan Bibi Valeria.

Glek...

Aku takut...

Bagaimana ini...?

Aku ceroboh...

Aku tidak mungkin menang melawannya.

Aku juga tidak mungkin bisa selamat di luar sendirian.

Apa yang harus kulakukan...?

"Nah, apa jawabanmu? Kalau kau menolak, kuanggap kau kalah."

Aku tidak bisa lari lagi.

Ini gara-gara aku tidak bisa mengontrol emosiku.

"Baiklah, aku terima."

Gennady keluar ruangan dengan senyum lebar di wajahnya.

Ia benar-benar membenciku.

Sebaliknya, ayah, Bibi Valeria dan David terlihat sangat cemas.

"Andre... Kau belum pernah menggunakan senjata sebelumnya. Aku benci mengatakannya, tapi kesempatan menangmu hampir tidak ada..." Kata David.

Terima kasih atas kata-katanya, pak guru.

Terima kasihhh sekali.

Aku bisa lebih tenang saat mendengar kata-katamu itu.

Bibi Valeria menitikkan air matanya.

"Andre... Maaf..."

Bibi Valeria memelukku dengan erat.

"Andre..."

Ayah menatapku tajam seperti saat aku ketahuan mencuri jagung.

Tapi matanya terlihat sangat cemas.

Ia gantian memelukku.

"Kalahkan... Dia..."

 

Baiklah... 

Tak ada lagi yang bisa kulakukan.

Aku harus mempertanggungjawabkan kata-kataku.

Aku akan bertarung dengan Gennady.

 

...

 

Kami bersiap di tempat biasa aku latihan bersama David.

Seluruh anggota kelompok ini juga ikut hadir untuk menyaksikan pertarungan kami.

David berlaku sebagai wasit di situ.

"Senjata diperbolehkan, tapi senjata kayu. Jika salah satu dari kalian sudah tidak bisa bertarung atau menyerah, pertandingan usai."

Gennady tampak sangat bersemangat.

Tapi apa dia tidak malu.

Bertarung melawan bocah usia 12 tahun sepertiku.

Kalau aku ada di posisinya, aku pasti malu.

Aku tidak pernah bertarung menggunakan senjata.

Pernah sih, waktu latihan bersama Bibi Valeria.

Tapi aku langsung K.O. di hari pertama.

Aku memutuskan untuk bertarung dengan tangan kosong.

Akan kuperlihatkan semua hasil latihanku bersama David.

"Bersiap.... MULAI!"

 

Gennady tak bergerak sedikitpun.

Ia dengan pedang kayunya terlihat sangat kokoh.

Tak ada celah sedikitpun.

Bagaimana aku menyerang?

"Kenapa? Kau pikir ini kontes pandang-pandangan?"

Gennady mengejekku karena sama sekali tidak bergerak juga.

Tenang Andre... Dia hanya berusaha memancingmu.

"Kalau kau masih diam saja, aku yang akan menyerang!"

Gennady mulai menyerang.

Gerakannya sangat cepat.

Sial, aku tidak bisa mengimbanginya.

Gennady memukul lenganku dengan keras hingga aku terlempar hingga ke sudut arena.

"Ohok...! Ohok...!" 

Urgghh... Sakit sekali...

Gerakannya sangat cepat...

Aku tidak sempat mengantisipasinya.

"Sudah menyerah?"

Gennady menyerangku lagi.

Ia memukul pinggangku.

Aku terlempar lagi.

Sial... Karena sakit aku jadi sulit bergerak...

"Ohok! Ohok! Ohok!"

Napasku jadi sakit sekali.

Apa tulangku patah...?

Kulihat Gennady mendekatiku.

"Beraninya bocah tidak berguna sepertimu menantangku..."

Ia memukuli wajahku.

"Kau pikir aku akan berbaik hati padamu?"

Ia memukul perutku.

Rasa-rasanya isi perutku ikut keluar saat Gennady memukulku.

"Uagghh!!"

Darah keluar dari mulutku.

Namun Gennady masih saja memukuliku.

Kenapa... Kenapa aku tidak bisa membalas...?

Padahal aku sudah latihan bersama David selama setengah tahun.

Tapi kenapa aku sama sekali tidak bisa apa-apa saat ini?

"HENTIKAN!!"

Suara itu...

Bibi Valeria...

Gennady menghentikan pukulannya.

Kulihat samar-samar Bibi Valeria mendekatiku.

Tapi langkahnya dihentikan oleh David.

Aku tak bisa mendengar mereka.

Sepertinya Bibi Valeria tidak diperbolehkan masuk karena akan mengganggu pertandingan.

Setelah itu, David mendekatiku.

"... Andre... Kau masih bisa bertarung...?"

David berbicara padaku.

Kalau bertanya seperti itu...

Aku sendiri tidak yakin...

Sudahlah...

Mungkin lebih baik aku menyerah...

Daripada aku mati di sini.

Aku menggelengkan kepala pelan pada David.

David menghela napas lalu berdiri.

"Pemenangnya... Gennady!"

Sesaat setelah pertandingan kilat itu selesai, Bibi Valeria segera berlari mendekatiku.

"Andre... Andre... Tunggu sebentar ya..."

Bibi Valeria membuka botol ramuan penyembuh lalu mengoleskan ramuan itu pada luka-lukaku.

Beberapa luka luar mulai menutup kembali.

Tapi luka-luka dalam sama sekali tidak ada pengaruhnya.

"Kenapa... Kenapa... Kenapa nggak bekerja...?"

Bibi Valeria mulai panik.

Apa mungkin karena itu luka dalam?

Jadi tidak berpengaruh kalau hanya dioleskan di luar?

"Bi...Bi..."

"Andre, jangan bicara dulu! Akan kuobati kau secepatnya! Mungkin kurang banyak."

Bibi mencoba mengoleskan lebih banyak ramuan pada luka-luka memarku.

Tapi sebelum ia melakukannya, ayah menghentikannya.

"Val..."

"APA!? KAU MENCOBA MENCEGAHKU JUGA SEPERTI PAVEL!?"

Pavel...?

Oh iya, aku tidak melihat Paman Pavel dari tadi.

 

"... Coba kau minumkan ramuan itu padanya. Luka-lukanya tinggal luka dalam, mungkin tidak bekerja karena kau mengoleskannya di kulit."

"Oh..."

Bibi Valeria dengan cepat mengarahkan mulut botol pada bibirku.

"Minum ya Ndre..."

Kuminum ramuan penyembuh itu sedikit.

"Ohok! Ohok!"

Dadaku panas sekali saat meminumnya.

Tapi perlahan-lahan kurasakan sedikit perbedaan pada tubuhku.

Beberapa bagian masih agak sakit, tapi sudah tidak sesakit tadi.

Kuminum sedikit lagi ramuan penyembuh itu.

Perlahan semua lukaku sembuh seperti sediakala.

"Itu berhasil!"

Bibi Valeria tampak senang dan lega begitu melihat luka dan memar-memarku sembuh.

Dia kembali memelukku.

Ia menangis dengan keras.

"Andre... Andre..."

Sebenarnya aku heran.

Kenapa Bibi Valeria begitu khawatir?

Padahal aku ini sama sekali tidak ada ikatan darah apapun dengannya.

Seharusnya tidak ada alasan baginya untuk begitu khawatir.

Tapi kenapa dia sangat sedih saat melihatku terluka?

Dia juga terlihat peduli sekali denganku.

 

"Ekhem... Maaf mengganggu momen kalian."

Gennady mulai berkata-kata.

"Sesuai kesepakatan kita, kalau kau kalah maka kau harus meninggalkan tempat ini SENDIRIAN."

Meninggalkan tempat ini ya...

Sendirian...

Apa yang harus kulakukan di luar sana...?

 

Bibi Valeria berdiri lalu menghadap Gennady.

"Biarkan aku menemaninya. Ia tidak akan bisa bertahan kalau hanya sendirian."

Gennady menggeleng.

"Kesepakatan kami adalah ia harus keluar SENDIRIAN. Apa kau tidak paham? SENDIRIAN!"

"Tapi dia ini masih berusia 12 tahun! Mustahil baginya untuk bertahan hidup di luar sendirian!"

 

"APA KAU TIDAK MENGERTI APA ITU KESEPAKATAN!? APA SUKU SVETLIA SEPERTIMU TIDAK BISA BERBAHASA DENGAN BAIK, VALERIA!?"

Suara Gennady menggema ke segala penjuru ruangan.

Kulihat Bibi Valeria mulai gemetar begitu kaumnya disinggung oleh Gennady.

Ia pasti marah.

Siapa yang tidak marah jika keluarganya dikatai seperti itu.

Apalagi Bibi Valeria memang orang yang temperamen.

Sebaiknya aku mengatakan sesuatu sebelum masalah baru muncul.

"Bibi Valeria... Cukup..." Kataku pelan.

 

"Itu sudah menjadi kesepakatan kami... Akan sangat memalukan bagiku kalau aku melanggar kesepakatan itu... Aku memang masih 12 tahun, tapi aku sudah banyak berlatih dengan Pak Guru David. Aku pasti bisa bertahan di luar sana."

Aku mencoba untuk berdiri.

Rasanya agak lemas, tapi tidak sakit seperti tadi.

"... Aku akan berkemas."

Berkemas...

Apa yang harus kubawa?

Sedari awal aku juga tidak membawa apapun kemari.

Hanya badan dan pakaian yang melekat di tubuhku.

"Andre..."

Ayah memanggilku.

"... Ada apa, yah?"

"..."

Ayah tidak mengatakan apapun.

Ia seperti menahan sesuatu.

Apakah ia marah?

Tidak...

"Maafkan ayah...."

Ayah memelukku dengan sangat erat.

Badannya gemetaran.

"Maaf... maaf... Ayah malah membuatmu merasakan hal ini..."

Ayah minta maaf lagi padaku...

Sebuah hal yang sangat jarang ia lakukan.

Mungkin bisa dihitung jari berapa kali ayah minta maaf padaku.

Aku balas memeluk ayah.

"Ayah..."

"..."

 

"Terima kasih karena mengingat hari ulangtahunku."

"..."

 

"Terima kasih juga karena sudah menjagaku selama ini."

"..."

Ayah mulai terisak.

 

"Aku... Harus pergi..."

Aku melepaskan pelukanku.

 

"Andre... Biarkan ayah ikut."

"Ayah sudah mendengar katanya tadi kan...? Aku harus keluar sendirian. Kalau ayah keluar, ayah pasti akan jadi musuh mereka..."

 

"Ayah tidak peduli. Bagi ayah, kaulah yang terpenting saat ini."

"Ayah..."

 

"Hei, mau sampai kapan kau di sini? Cepat sana beres-beres lalu keluar!"

Suara Gennady merusak momen kami berdua.

 

"Gennady... Aku akan menemani anakku."

"Hah!? Kau ini benar-benar... Apa kau mau anakmu juga jadi incaran sepertimu!?"

Incaran?

Incaran siapa?

Apa yang ia maksud adalah bangsawan yang dulu membakar Desa Lesnoy?

Ah iya...

Nama ayah juga sudah diketahui.

Akan berbahaya baginya jika ia harus bertarung sendirian sambil melindungiku.

"Yah..."

Ayah menoleh padaku.

"Aku... Keluar sendirian saja."

Ayah terlihat terkejut mendengar ucapanku.

"Andre... Tidak usah dengar perkataannya. Ayah pasti akan melindu..."

"Bukan itu maksudku..."

Kami berdua terdiam.

"Nama ayah sudah diketahui oleh bangsawan seperti Boris. Akan lebih berbahaya bagi ayah kalau ayah ikut denganku."

"Tenang saja, Andre. Ayah ini ku..."

 

"SUDAH KUBILANG BUKAN ITU!"

Aku membentak ayah.

Bukannya aku ingin menolak ayah.

Tapi ayah tahu sendiri kalau itu akan berbahaya.

Aku tidak mau kehilangan orangtuaku satu-satunya sekarang.

"Ayah... Mengertilah... Aku tidak ingin kehilangan ayah..."

Ayah terdiam.

"Aku masih bisa bertahan hidup sendirian. Terlebih lagi, aku sudah mendapatkan pelatihan dari Pak Guru David."

 

"Aku... tidak apa-apa sendirian..."

Ngomong tidak apa-apa, tapi jujur saja aku takut.

Bela diriku masih benar-benar payah.

Aku bahkan belum pernah berlatih memegang senjata.

Kalau ada musuh seperti Gennady yang menyerang...

Bisa-bisa...

Aku takkan dapat bertemu semuanya lagi...

 

"Tenanglah, aku yang akan menemaninya."