Chereads / Kutkh - Bahasa Indonesia / Chapter 21 - Pecah

Chapter 21 - Pecah

Suara itu...

David...

"Kau tinggal saja di sini, Novel. Aku yang akan menemani Andre."

"David...? Tidak, kau tidak ada hubungannya dengan hal ini. Biarkan aku saja yang..."

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, kerah baju ayah ditarik oleh David.

"Kau tak paham juga hah...? Bahkan anakmu yang masih muda saja memahaminya. Apa kau bisa bayangkan perasaan Andre kelak kalau kau terbunuh di hadapannya saat melindunginya sendirian?"

Ayah tak bisa membalas pernyataan David.

Yang dikatakan David itu benar.

Mungkin aku akan langsung bunuh diri di saat itu juga kalau hal itu sampai terjadi.

"Maka dari itu, jangan sok jadi pahlawan. Biarkan aku yang menemaninya. Toh aku masih utang latihan rapier dengannya."

David menoleh ke arahku.

Seperti biasa, ia tersenyum lebar saat menatapku.

Bisa-bisanya ia tersenyum selebar itu di situasi seperti ini...

"Kau mau pergi, David?" Tanya Gennady.

"Ya, aku akan menemani Andre."

Gennady mendengus kesal.

"Kalau kau ikut pergi, kau akan kuanggap keluar dari kelompok ini. Kau tahu artinya kan?"

Keluar dari kelompok...

Apa David akan baik-baik saja?

Bukankah ia bergabung karena ingin mencari informasi untuk pulang ke negerinya?

Kalau ia keluar, lantas bagaimana?

"Tenang saja, pak tua. Aku tahu konsekuensinya. Lagipula kelompok ini seperti tidak benar-benar mencari tahu cara aku kembali ke Dragnite. Bertahun-tahun di sini yang kutahu hanya merampok bangsawan atau pedagang. Akan lebih cepat kalau aku mencari tahu sendiri."

Mendengar perkataan David, Gennady terlihat kesal.

Kata-katanya terdengar seperti menyindir.

"Berarti kau tahu kan... Kalau setiap pengkhianat harus mati?"

Gennady melanjutkan kata-katanya.

Wajah David yang tadinya tersenyum sekarang terlihat serius.

Tatapannya sangat tajam ke arah Gennady.

"Kalian mau membunuhku? Silakan saja."

David menghunuskan pedangnya.

Aku melihat sekeliling.

Orang-orang terlihat ragu untuk melawan David.

Tidak heran sih, David memang kuat soalnya.

 

"Hentikan."

 

Terdengar suara yang tak asing.

"Aku baru saja menyelesaikan misi lalu pulang-pulang ada kejadian seperti ini?"

Kami semua menoleh ke sumber suara.

"Ah, Pavel! Pas sekali! Antarkan bocah ini keluar sekarang."

Paman Pavel...

Pantas saja aku tak melihatnya, ternyata ia sedang menjalankan misi.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa Andre harus keluar?"

Ayah lalu menceritakan semuanya pada Paman Pavel secara garis besar.

"Hmm... Begitu ya..."

Kumohon Paman Pavel...

Bantu kami...

Pasti kau bisa melakukan sesuatu.

"... Menurutku, tidak usah menghalangi mereka yang mau keluar. Mau itu Novel, David atau siapapun. Biarkan mereka keluar untuk menemani Andre. Toh tidak ada untungnya juga bagi kita untuk menahan mereka di sini. Kalau mau main bunuh-bunuhan, sadarlah orang-orang kelompok kita juga sudah semakin sedikit."

Berarti, aku memang harus keluar yah...

Ya tidak apalah, toh juga aku sendiri yang menyetujui tantangan dari Gennady.

Setidaknya saat ini ada peluang aku takkan keluar sendirian.

"Apa-apaan katamu itu Pavel!? Kubilang..."

"Baik, sekarang siapa yang mau menemani Andre keluar?"

Ada beberapa orang mengangkat tangannya.

Ayah... David... Lalu satu orang yang aku lupa namanya.

Bibi Valeria...?

Bibi tidak mengangkat tangan...?

Kulihat Bibi Valeria.

Ia tidak mengangkat tangan.

Badannya gemetar, ia seperti ingin mengangkat tangannya tapi tidak bisa.

Kenapa...?

Kenapa bibi tidak mengangkat tangan...?

Apa bibi tidak mau menemaniku...?

Kutatap wajah Bibi Valeria.

Mata kami saling bertemu, namun sekejap ia memalingkan mukanya.

Kenapa bi...?

 

...

 

Jujur aku terkejut.

Tapi sepertinya Bibi Valeria punya alasan sendiri.

Sedih juga Bibi Valeria bersikap seperti itu.

Tapi aku tidak boleh egois.

Semua orang punya masalahnya sendiri-sendiri.

 

"Baiklah, ada 3 orang ya... Novel, David, lalu..."

"Fyodor."

Ah, iya. Paman Fyodor.

Aku sampai lupa dengan namanya.

Tapi apa yang membuatnya ingin ikut?

Perasaan hubungan kami tidak sedekat itu.

Kami cuma beberapa kali bertemu saat aku ikut bantu-bantu di markas selama ini.

Tidak ada motivasi baginya untuk ikut.

Atau mungkin hanya aku yang tidak tahu?

 

"Pavel, sejak kapan kau jadi orang yang bisa memerintah di sini seenaknya?"

"Oh, ayolah Gennady. Kau pikir kau ini apa? Pengikutmu juga sudah banyak yang muak dengan sikapmu itu. Lagipula, mereka juga sepertinya lebih percaya denganku."

Bagus Paman Pavel, lakukan terus!

Hajar saja dia terus!

Gemas sekali aku melihat pak tua brewokan itu.

Kulihat wajah Gennady yang memerah.

Ia sepertinya marah sekali dengan perkataan Paman Pavel.

Kulihat ia hendak menghunuskan pedangnya, tapi tidak jadi.

"Baiklah. Beruntung kau masih berguna, Pavel. Tapi lihat saja, suatu saat aku akan membuatmu menyesali perkataanmu tadi." Kata Gennady seraya berlalu dari situ.

 

...

 

Setelah itu, kami berempat segera mengemasi barang-barang kami.

Kami hanya membawa barang-barang dan perbekalan seperlunya.

Setengah tahun aku di sini.

Banyak juga hal yang terjadi.

Apalagi hari ini.

Tak kuduga aku akan mendapat sebuah kado seperti ini di hari ulangtahunku.

Bibi Valeria dan Paman Pavel lalu mengantar kami naik.

"Bibi Valeria..."

"... Kenapa Andre?"

 

"Kenapa Bibi Valeria tidak ikut?"

"Itu..."

Wajah Bibi Valeria terlihat muram, ia menundukkan kepalanya.

"Aku punya alasan tersendiri, Ndre. Maaf aku tidak bisa menemanimu."

Ya sudahlah.

Seperti kataku tadi, aku tidak boleh egois.

Aku ingin sekali Bibi Valeria ikut.

Tapi ia mengatakan kalau ia punya alasan tersendiri.

Sepertinya ia juga tidak mau mengutarakan alasannya tersebut.

Aku harus bisa mengerti.

"... Baiklah. Aku mengerti kok, Bibi Valeria."

Bibi Valeria hanya tersenyum kecil mendengar perkataanku.

"Maaf ya. Tapi, aku harap suatu saat kita aku bisa berada di sampingmu setelah urusanku selesai."

Bibi Valeria lalu mengangkat badanku.

"Whoaa!! Bi... Bibi!!"

"Kau... Sudah besar ya Ndre..."

 

"Ma... Makanya! Aku berat kan!? Turunkan aku bi!"

"Hihihi, nggak ah! Aku akan menggendongmu sampai depan!"

Semua yang ada di situ tersenyum melihat kami.