Setelah seharian berkuda, Alvaros tiba di Eldur pada petang hari.
Sebuah desa yang sangat sepi, hampir tidak terlihat seorangpun di situ.
"Jadi, ini kampung halamanmu ya..."
Alvaros mencari penginapan, namun ia tidak menemukannya.
Boro-boro penginapan, bahkan tidak tampak seorangpun yang menjalankan bisnis di sini.
Alvaros lalu bertanya pada seseorang yang lewat.
"Permisi, maaf mengganggu. Aku petualang yang mencari tempat beristirahat, apakah ada penginapan atau sejenisnya di sini?" Tanya Alvaros.
Orang yang ditanyai tidak berkata apapun, ia hanya menunjuk satu tempat.
"Jadi di situ? Baik, terima kasih." Kata Alvaros.
Orang itu lanjut berjalan tanpa mengucapkan apapun.
"Suram amat sih." Pikir Alvaros.
Ia mengarahkan kudanya ke tempat yang ditunjukkan oleh orang tadi.
Sebuah rumah yang tidak terlalu besar, hanya ada satu pintu dan dua jendela tanpa kaca di sebelahnya.
"Yang benar saja, masa ini penginapan?" Pikir Alvaros.
Alvaros masuk ke bangunan itu, sangat gelap, tidak ada cahaya sedikitpun.
"Halo...? Ada orang di sini?" Kata Alvaros.
Tidak ada jawaban.
"Maaf mengganggu, saya cuma mau beristirahat." Kata Alvaros lagi.
Tidak ada jawaban.
Prak...!
Kakinya menginjak sesuatu.
"Apa ini...?" Alvaros mengambil sesuatu yang ia injak.
"Pecahan kaca...?" Gumamnya.
Tiba-tiba jendela rumah itu tertutup oleh sesuatu.
"Apa-apaan!?" Seru Alvaros panik.
Seketika celana Alvaros bercahaya.
Alvaros mengeluarkan kristal pemberian Thilivern dari celananya.
Kristal itu bersinar sangat terang.
Sesuatu yang menutupi jendela seketika sirna.
"Apa-apaan itu tadi...?
Kristal itu tetap bersinar, menerangi bangunan itu.
Alvaros melihat seisi bangunan itu.
Bangunan itu tampak seperti rumah yang baru saja dijarah.
Semua perabotan rusak, meja dan kursi terbalik, lemari terjatuh, kaca-kaca berserakan, kertas-kertas bertebaran.
Alvaros menemukan sebuah lentera kecil yang masih ada minyaknya.
Ia lalu menyalakan lentera itu, seketika cahaya dari kristal pemberian Thilivern meredup lalu menghilang.
Alvaros melihat sebuah pintu pojok ruangan.
Ia membuka pintu itu, di baliknya terdapat sebuah kamar tidur lengkap dengan perabotannya.
Di lantai terlihat sebuah gambar tua tergeletak, Alvaros mengambilnya.
Gambar seorang pria tegap dan gagah yang berdiri di sebelah wanita cantik dan anggun yang menggendong seorang anak perempuan.
"Mungkinkah ini keluarganya...?" Gumamnya.
Ia lalu tertuju pada sesuatu yang menonjol di lantai.
Alvaros menarik benda yang menonjol itu, membuka sebuah pintu rahasia menuju ruang bawah tanah.
Alvaros menelan ludahnya, ia seperti baru saja menemukan sebuah kebenaran dari suatu misteri.
Dengan perlahan, Alvaros menuruni tangga.
Ia sampai di ruangan bawah tanah bangunan itu.
Di situ banyak buku berserakan, kertas-kertas dan dokumen yang bahkan tidak bisa ia baca.
Di ujung ruangan, terdapat sebuah tabung kaca berukuran besar, kira-kira satu manusia dewasa bisa muat di dalamnya.
Alvaros lalu berjalan ke arah meja di situ.
"Buku apa ini...?" Gumam Alvaros ketika melihat sebuah buku yang masih terbuka di meja itu.
Ia mengambil buku itu lalu membacanya.
"Semuanya huruf Ceres biasa..." Gumamnya ketika ia mulai membacanya.
Bulan 3 Hari 20
Akhirnya kutemukan!.
Setelah berbulan-bulan aku melakukan penelitian sendirian, usahaku akhirnya berbuah.
Tak kusangka, ternyata semudah ini untuk melakukan transplantasi jiwa. Dengan ini, aku bisa memindahkan jiwanya pada tubuh lain!
Bulan 3 Hari 22
Kukira akan mudah, ternyata masih banyak yang harus kulakukan untuk menyempurnakannya.
Semua tubuh yang kubuat sama sekali tidak bisa menahan sebuah jiwa. Semuanya rusak!
Bulan 3 Hari 26
Aku mencoba menggunakan beberapa ramuan, namun hasilnya tetap sama!
Apa memang tidak bisa melakukan transplantasi jiwa?
Ah, tidak. Pasti hanya usahaku yang kurang. Aku tidak akan menyerah!
Bulan 4 Hari 9
Akhirnya! Tubuh yang kubuat bisa hidup!
Meski baru jiwa binatang, tapi ini adalah sebuah perkembangan yang bagus!
Aku rasa dalam waktu dekat ini aku bisa melakukan transplantasi jiwa pada manusia!
Bulan 4 Hari 16
Sial! Masih belum berhasil!
Aku kesal sekali, apa sih rahasianya!?
Sudah berulangkali aku mengubah lingkaran transmutasinya, tapi tubuh yang kubuat masih saja belum bisa menampung jiwa manusia!
Bulan 4 Hari 29
Aku mencoba beberapa material lain dalam pembuatan tubuh.
Masih saja belum berhasil...
Apa mungkin aku akhiri saja penelitianku ini?
Tidak ada tulisan lagi di buku itu.
Beberapa halaman nampaknya disobek oleh seseorang.
"Transplantasi jiwa...?"
Alvaros membuka-buka halaman pertama buku.
Tertulis sebuah nama: Rennd Brene
"Rennd Brene...? Apa itu nama penulis buku ini?" Alvaros berpikir.
"Tunggu... Brene...?" Alvaros teringat oleh perkataan Agim ketika di Baer.
Ia mengatakan nama Brene di daftar penyihir agung yang bisa melakukan manipulasi pikiran.
"Brene... Apa mungkin penulis buku ini yang ia maksud?" Pikir Alvaros.
Alvaros meletakkan kembali buku itu di tempatnya semula.
"Aku penasaran... Kenapa dia bersikeras ingin menemukan cara untuk melakukan transplantasi jiwa manusia?" Gumam Alvaros.
"Kupikir siapa, ternyata hanya seekor tikus kecil." Terdengar suara seorang pria berbicara dari belakang Alvaros.
Seketika, Alvaros berbalik dan melihat seorang pria paruh baya berperawakan tinggi yang mengenakan jubah hitam.
"Ah... Maaf... Aku hanya petualang biasa yang kebetulan berhenti di sini. Aku tidak melihat apapun, aku akan segera pergi." Kata Alvaros sembari berjalan.
"Tunggu..." Pria itu menghentikan Alvaros.
Alvaros mengangkat wajahnya, melihat mata pria itu.
Ketika melihat mata pria itu, mendadak Alvaros tidak bisa menggerakkan badannya.
"A... Apa yang terjadi...?" Kata Alvaros dalam hati.
Pria tadi memegang kepalanya. Namun ketika tangannya hampir menyentuh kepala Alvaros, kristal pemberian Thilivern bersinar lagi.
"U... Ugh! Cahaya apa ini!?" Kata pria itu sambil menutupi pandangannya karena silau.
Seketika Alvaros bisa menggerakkan badannya kembali.
Alvaros memukul pria tadi cukup keras, menyingkirkannya dari jalan keluar lalu ia berlari keluar dari situ.
"Hosh... Hosh..." Alvaros terengah-engah begitu sampai di luar rumah.
Ia menoleh ke arah kudanya, kudanya sudah tidak ada di tempat ia meninggalkannya.
Tiba-tiba orang-orang yang tadi ia liat berjalan-jalan di kota mendekati Alvaros.
"Ap... Apa mau kalian!?" Seru Alvaros pada mereka.
Alvaros menghunus pisaunya.
"Berhati-hatilah, pisau ini tajam lho." Ancam Alvaros, namun mereka tetap mendekatinya.
"Sialan." Alvaros maju dengan pisaunya. Ia menusuk, menebas dan menggores orang-orang itu.
Anehnya, mau diserang beberapa kalipun, orang-orang itu tetap bangun lalu mendekatinya lagi.
Alvaros menyadari kalau orang-orang itu tidak bisa ia kalahkan, ia lalu berfokus untuk membuka jalan keluar dari sini.
Di saat ia sedang sibuk dengan orang-orang itu, pria yang tadi berada di dalam rumah muncul di depan lubang keluar rumah.
"Gravis." Pria itu merapalkan sebuah mantra.
Seketika Alvaros tidak bisa bergerak lagi. Pria tadi dengan cepat menghempaskan Alvaros ke tanah.
"Uughh..." Alvaros kesakitan, ia merasa tidak berdaya saat ini.
Pria itu tertuju pada kristal Thilivern. Saat tangannya hendak mengambil kristal itu, tiba-tiba kristal Thilivern bersinar lagi, bahkan lebih terang dari sebelumnya.
Pria tadi langsung melepaskan tangannya dari Alvaros lalu menutupi pandangannya dan Alvaros bisa bergerak lagi.
Kesempatan ini tidak disia-siakan Alvaros, ia langsung menjegal pria itu, menguncinya dan menempelkan pisaunya di leher pria itu.
"Kubilang aku ini hanya petualang biasa, aku tidak tahu apapun mengenai tempat ini. Aku di sini hanya singgah, ingin mencari penginapan namun malah ditunjukkan rumah tadi oleh salah seorang penduduk." Kata Alvaros.
"Sebaiknya kau bicara, kenapa kau menyerangku?" Imbuhnya.
"Ugghh... Baiklah, aku kalah... Jauhkan dulu pisau itu dari leherku." Kata pria itu.
"Kau pikir aku cukup bodoh untuk melakukannya? Jawab pertanyaanku."
"Tolonglah, aku tidak nyaman di posisi ini. Aku janji tidak akan melakukan apapun. Toh juga sudah dua kali aku kalah darimu."
Alvaros berpikir sejenak, ada benarnya juga. Sudah tiga kali kristal pemberian Thilivern melindunginya saat ia terdesak, maka itu bukanlah sebuah kebetulan.
Alvaros memenuhi permintaannya, ia menarik pisaunya dari leher pria itu.
Pria itu kemudian berdiri lalu membersihkan jubahnya dari debu yang menempel.
"Baiklah, aku menunggu." Kata Alvaros.
"Kau bukan dari daerah sini ya?" Tanya pria itu.
"Di sini aku yang mengajukan pertanyaan." Kata Alvaros sambil mengacungkan pisaunya.
Pria itu menghela napas. "Haah... Baiklah... Namaku Rennd Brene. Bangunan yang tadi kau masuki itu adalah kediamanku."
"Rennd Brene... Jadi kau yang menulis buku itu..." Kata Alvaros.
"Ya... Itu adalah jurnal harianku." Kata Rennd.
"Katakan, apa kau mengenal penyihir bernama Rashuna?" Tanya Alvaros.
Mendengar nama itu, Rennd terkejut.
"Kau... Kau kenal Rashuna?" Tanya Rennd.
"Jawab."
Rennd menghela napas.
"Rashuna itu putriku." Jawab Rennd.
Alvaros terkejut mendengarnya, ia tidak menyangka bahwa Rennd itu ayah dari Rashuna.
Ia lalu menurunkan pisaunya.
"Aku adalah teman seperjalanan Rashuna. Kami memutuskan untuk menyelidiki kejanggalan perang ini bersama-sama. Namaku Alvaros." Kata Alvaros.
"Jadi... Yang dikatakan oleh Agim itu benar..." Kata Rennd.
"Kau kenal Agim?" Tanya Alvaros.
"Ya... Akan kujelaskan semuanya di dalam, mari masuk."
Rennd dan Alvaros masuk ke dalam rumah itu lagi, mereka berjalan menuju ruang bawah tanah.
"Silakan duduk, maaf berantakan." Kata Rennd.
Alvaros duduk di kursi yang ditawarkan Rennd.
"Istri dan putriku... Mereka dipaksa untuk menjadi cadangan energi bagi negeri ini." Cerita Rennd.
Alvaros terkejut mendengarnya.
"Maksudmu...?"
"Kau pasti sangat paham dengan insiden sepuluh tahun yang lalu kan?" Kata Rennd.
"Ya, mengenai kalian yang menuduh kami mencuri artefak itu."
"Sebenarnya, artefak itu sama sekali tidak dicuri."
Alvaros semakin terkejut, mendengarnya ia marah namun mencoba untuk tetap diam.
"Artefak itu disimpan oleh pangeran kami."
Alvaros tak kuasa membendung amarahnya, ia merasa negerinya dipermainkan oleh orang-orang Ceres, ia tidak terima atas ribuan nyawa yang telah menjadi korban dari perang omong kosong ini.
Alvaros menarik baju Rennd, ia menatapnya dengan penuh kemarahan.
"T... Tunggu! Ada penjelasan di balik itu!" Kata Rennd.
"Sebaiknya ini bagus, atau aku tak akan mengampuni kalian." Kata Alvaros marah.
"Artefak itu... Sudah hampir kehabisan energinya. Kami hanya dihadapkan pada dua pilihan: diam saja dan biarkan energi alam habis, atau melakukan ekspansi ke daerah lain yang memiliki energi alam yang besar. Sang raja tidak setuju melakukan ekspansi, karena itu akan menyebabkan peperangan dengan bangsa lain lalu jatuh korban. Namun, pangeran kami berpikiran lain. Dia beranggapan selagi itu demi masa depan Ceres, ia akan melakukan apapun termasuk mengorbankan nyawa manusia."
"Lalu!?"
"Pangeran kami mengatur sebuah rencana, ia berpura-pura mengabarkan kalau artefak kami dicuri. Ia melakukan persetujuan juga dengan Goudell dan berjanji untuk memberikannya posisi penting apabila Ceres menang. Tentu saja sang raja marah dan mau tidak mau ia mengobarkan perang pada Dragnite. Menurutnya, perang ini akan sangat berguna selain untuk ekspansi, juga untuk mengurangi jumlah penduduk Ceres sendiri."
Alvaros lemas mendengarnya.
"Jadi... Negara kita diadu domba oleh pangeranmu..."
Alvaros melepaskan cengkeramannya.
"Lalu... Salah seorang peneliti mengatakan bahwa energi dari artefak itu bisa diisi dengan jiwa manusia... Pangeran kami memerintahkan agar semua tahanan yang akan dieksekusi untuk dibawa ke sebuah tempat untuk kemudian diekstrak menjadi energi. Sayangnya, semua tahanan itu tidaklah menyumbang energi yang signifikan." Kata Rennd.
"Lalu ia mulai dikuasai oleh obsesi. Ia memerintahkan agar beberapa penyihir agung ikut diekstrak menjadi energi."
"Itu... Itu gila!"
"Ya... Banyak dari kami yang menentangnya, namun kami juga tidak bisa memberikan solusi lain. Terpaksa... Beberapa dari kami pun dibawa untuk diekstrak. Salah satunya adalah istriku, dia adalah penyihir agung yang memiliki kristal kelahiran cukup besar." Kata Rennd, wajahnya terlihat muram saat menceritakannya.
Alvaros lalu teringat oleh perkataan Thilivern tentang Rashuna yang berada di Pheredill.
"Apa... Rashuna juga akan diekstrak juga?" Tanya Alvaros.
"Ya... Dia juga memiliki kristal kelahiran yang cukup besar. Selama ini aku berusaha mencari cara untuk memindahkan jiwanya ke dalam tubuh lain agar setidaknya ia masih bisa hidup meski bukan dengan tubuhnya. Namun, sebelum aku menyelesaikan penelitianku, ia sudah keburu dibawa di Pheredill." Jawab Rennd.
"Jadi benar... Dia ada di Pheredill." Kata Alvaros.
"Kau tahu dari mana?" Tanya Rennd.
"Aku diberitahu oleh Thilivern. Ia mengaku sebagai penjaga tanah ini." Jawab Alvaros.
Rennd terkejut mendengarnya.
"Thilivern!? Kau bilang Thilivern memberitahumu? Apalagi yang ia katakan?" Tanya Rennd.
"Uhh... Dia mengatakan bahwa aku harus menyelamatkan tanah ini dari kebangkitan kegelapan, entah apa maksudnya. Aku juga diberi kristal ini olehnya." Jawab Alvaros sambil memperlihatkan kristal pemberian Thilivern.
"Jadi... Batu ini adalah pemberian Thilivern. Pantas saja batu ini bisa mengalahkan sihirku." Kata Rennd.
"Thilivern itu adalah elf yang menjadi leluhur kami. Konon katanya ia yang membuat daratan Ceres menjadi daratan sihir." Kata Rennd lagi.
Alvaros manggut-manggut, sekarang ia paham mengapa Thilivern memanggil orang Ceres dengan sebutan 'anak-anakku'.
"Kapan ekstraksi Rashuna dilakukan?" Tanya Alvaros.
"Seharusnya sudah dimulai saat ini..." Jawab Rennd.
Alvaros terkejut mendengarnya.
"Kau ini... Kenapa kau santai sekali... ITU PUTRIMU KAN!?" Bentak Alvaros.
"A... Aku juga tidak bisa berbuat apapun... Aku sudah berusaha... Namun aku gagal..." Kata Rennd menunduk.
Alvaros menarik kerah baju Rennd.
"KALAU KAU MEMANG AYAHNYA, SEHARUSNYA KAU BERANI MELAWAN SIAPAPUN YANG INGIN MENCELAKAKAN PUTRIMU!" Bentak Alvaros lagi.
Alvaros membanting Rennd ke tanah.
"MAU PANGERAN, MAU RAJA, BAHKAN DEWA SEKALIPUN, SEBAGAI ORANGTUA SEHARUSNYA KAU BERANI MELINDUNGINYA!" Seru Alvaros, menatap Rennd dengan tajam.
"Aku yakin dia saat ini pasti sangat kesepian dan menderita. Dia itu sangat menyayangimu..." Kata Alvaros.
"Dia bahkan pernah bercerita padaku soal kau yang sering menggendongnya saat dirinya menangis." Imbuhnya.
"Putriku menceritakannya...?" Kata Rennd.
Alvaros mengangguk.
Rennd terdiam, ia mengingat masa-masa di mana ia masih bersama istri dan putrinya.
Tak terasa, air menetes dari kedua matanya.
Rennd mengusap air matanya, lalu menatap Alvaros dengan tatapan tegas.
"Kau benar, seharusnya aku tidak membiarkan putriku diperlakukan seenaknya." Katanya.
Alvaros tersenyum.
"Baiklah, ayo kita pergi ke Pheredill sekarang. Kita harus bergegas, perjalanan dengan kuda masih memakan waktu sehari." Kata Alvaros.
"Tidak perlu, aku bisa membawa kita langsung ke Pheredill." Kata Rennd.
Alvaros tersenyum sumringah.
"Itu lebih baik! Ayo kita segera berangkat!" Kata Alvaros.