Alvaros dan Rashuna akhirnya keluar dari bangunan itu.
Mereka pergi menuju istana raja dengan membawa artefak yang hilang.
Berulang kali Alvaros menghentikan langkahnya.
"Kau ini berat juga ya..." Keluh Alvaros pada Rashuna.
"Aku...? Berat...? Kalau begitu, turunkan saja aku, aku bisa jalan sendiri kok."
"Yang benar...? Tubuhmu masih terlihat rapuh begitu."
Alvaros mencoba untuk mengikuti saran Rashuna.
Ia menurunkan Rashuna lalu membiarkannya berdiri.
"Tuh kan, bisa!" Kata Rashuna senang.
Sikapnya seperti anak kecil yang baru saja bisa mengerjakan sesuatu.
Alvaros menghela napas lega.
"Dari tadi kek."
"Hehe...!"
Saat Rashuna mencoba berjalan...
"A... Aaah!!"
Rashuna oleng lalu terjatuh.
Ia benar-benar mirip dengan bayi yang baru belajar berjalan.
Alvaros mendenguskan napas dari hidungnya.
"Sudahlah, kugendong saja sini. Aku masih kuat kok."
Rashuna hanya tersenyum sambil menjulurkan lidahnya.
Mereka berdua akhirnya sampai di kota.
Orang-orang banyak yang melihat mereka.
Alvaros tak peduli dengan orang-orang itu.
Tapi Rashuna berulangkali menanyakan, "Siapa mereka? kenapa mereka berbisik-bisik begitu?"
Alvaros berusaha dengan sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan Rashuna tersebut.
"Tidak usah kau pedulikan mereka. Mereka itu hanya bergosip."
"Apa itu bergosip?"
Alvaros cukup sabar saat ini.
Biasanya kalau Rashuna sudah bertanya dengan mencecar seperti itu, ia langsung jengkel dan membentaknya.
Ia layani semua pertanyaan-pertanyaan Rashuna.
Tapi ada kalanya ia juga kehabisan kata-kata untuk menjawab.
Kalau sudah begitu, ia akan mengatakan, "Nanti lagi ya."
Ketika sampai di gerbang...
"Berhenti! Siapa kau dan apa keperluanmu!?" Kata penjaga mencegat mereka berdua.
"Siapa mereka...?" Bisik Rashuna.
"Mereka penjaga, sudah kau diam saja." Kata Alvaros pada Rashuna.
"Ahem... Aku ingin bertemu dengan sang raja. Aku membawa artefak yang hilang." Kata Alvaros sambil menunjukkan kristal artefak pada penjaga.
Penjaga itu terkejut.
"Ini sungguhan! Sebentar, saya akan memberitahu yang mulia!" Kata salah seorang penjaga sambil berlari masuk ke dalam istana.
Beberapa saat kemudian...
"Silakan, yang mulia sudah menunggu di dalam." Kata penjaga itu.
Alvaros yang masih menggendong Rashuna masuk ke dalam istana.
Ketika masuk ke dalam ruang singgasana, Alvaros berlutut menggunakan satu kaki.
"Siapa itu?" Bisik Rashuna.
"Ssstt...!" Alvaros memberi isyarat supaya Rashuna diam.
"Salam, yang mulia raja." Kata Alvaros, memberi salam pada raja Ceres.
"Berdirilah." Kata raja Ceres.
Alvaros lalu berdiri.
"Katamu kau membawa artefak yang hilang, bisa kau tunjukkan padaku?" Kata raja Ceres.
"Tentu, yang mulia." Kata Alvaros sambil mengeluarkan kristal artefak itu dari sakunya.
"I...Itu kan..." Kata raja Ceres terbelalak.
"Tapi yang kuingat sinarnya tidak seterang ini." Lanjutnya.
"Memang benar, yang mulia. Saya mendapatkan sebuah batu kristal dari Thilivern, batu kristal itu nampaknya mengisi kembali energi artefak yang sudah mau habis."
"Thi... Thilivern katamu!?" Seru raja Ceres terkejut.
Semua orang di situ juga terkejut oleh perkataannya.
"Apalagi yang ia katakan padamu?" Tanya raja.
"Dia hanya mengatakan bahwa jika negeri ini sedang gelisah dan rawan jatuh pada kegelapan." Jawab Alvaros.
Sang raja memundurkan punggungnya.
"Jadi begitu... Kurasa anak-anak memang harus bercerita pada orangtuanya kalau ia dalam masalah... Aku salah karena terlalu mengandalkan kekuatanku sendiri." Gumam sang raja.
Sang raja berdiri.
"Katakan, wahai utusan Thilivern. Apa yang kaumau?"
"Aku ingin kedamaian di tanah ini. Tarik mundur semua pasukan dari Dragnite, buatlah perjanjian damai dengan Dragnite." Kata Alvaros.
Sang raja heran dengan permintaan Alvaros.
"Tunggu... Dari mana kau berasal?" Tanya sang raja.
Alvaros menaruh salah satu tangannya di dada, "Saya dari Dragnite, yang mulia. Saya adalah mantan anggota regu pengintai."
Semua yang ada di situ terkejut.
"Saya merasakan kejanggalan pada perang ini, yang mulia. Kami sama sekali tidak pernah berpikiran untuk bermusuhan, apalagi sampai mencuri artefak penting milik Ceres. Dugaan saya benar, semua ini ternyata adalah rancangan. Maaf bila saya lancang, tapi yang merancang seluruh rencana ini adalah putra anda sendiri, Pangeran Sveinn." Lanjut Alvaros.
Lagi-lagi semuanya terkejut dengan pernyataan Alvaros.
"Kau punya bukti?" Tanya raja.
"Silakan nanti lakukan pemeriksaan ke sebuah rumah yang tidak terlalu besar di tepian kota, di situ terdapat ruang bawah tanah tempat Pangeran Sveinn menyimpan artefak ini. Dia juga masih berada di situ, pingsan." Jawab Alvaros.
"Baiklah, tolong nanti tunjukkan tempatnya. Lalu, apakah ada lagi?" Tanya sang raja.
"Lalu... Di sini, teman saya yang saya gendong ini... Sebagian ingatannya hilang karena proses ekstraksi yang dilakukan oleh putra anda... Aku tak tahu apakah ingatannya bisa kembali atau tidak. Maka dari itu... Tolong rawat dia kalau saya sedang tidak bisa menjaganya." Kata Alvaros.
"Putraku melakukan itu semua... Aku tidak percaya..." Gumam sang raja.
Sang raja kembali duduk di singgasananya.
"Baiklah, apakah ada lagi yang hendak kau sampaikan?" Tanya sang raja.
"Sudah tidak ada yang mulia. Ada baiknya mari kita segera periksa tempat yang saya sebutkan tadi." Kata Alvaros.
Sang raja lalu memerintahkan satu regu prajurit untuk ke tempat yang dimaksud Alvaros.
Di sana mereka menemukan beberapa dokumen, mayat Rennd dan Juno, Pangeran Sveinn dan Agim yang pingsan, serta hal-hal yang bisa menguatkan perkataan Alvaros. Para prajurit mengevakuasi semua mayat dan menutup akses ke bawah agar tidak ada orang yang masuk.
Akhirnya semua itu selesai.
Hari sudah tengah malam, Alvaros diberikan kamar di istana bersama dengan Rashuna. Rashuna yang meminta agar kamar mereka tidak dipisah, ia merasa takut sendirian. Awalnya Alvaros ragu karena pengalaman sebelumnya saat ia tidur sekamar dengan Rashuna, ia sama sekali tidak bisa tidur karena menahan 'sesuatu'. Tapi melihat tingkah Rashuna yang merengek seperti anak-anak, ia menjadi tidak tega.
"Nah, kau tidur di ranjang. Aku di lantai." Kata Alvaros sambil merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet lembut.
"Uuhhh.... Lembut sekaliii...!" Gumamnya senang sambil berguling-guling.
"Alvaros...? Maukah... Kau tidur bersamaku?" Pinta Rashuna.
"Lah, kita kan emang tidur bersama, kau di ranjang, aku di lantai." Balas Alvaros.
"Maksudku... Maukah kau tidur di ranjang ini bersamaku...?" Kata Rashuna.
Wajah Rashuna terlihat ketakutan, ia seperti bocah yang takut ditinggal orangtuanya.
"Haahh... Baiklah, tapi kau jangan macam-macam ya!" Kata Alvaros sambil berdiri.
"Maksudnya?"
"Lupakan."
Alvaros masuk ke ranjang, ia berbaring di samping Rashuna.
Mereka saling bertatapan satu sama lain.
Wajah Alvaros memerah, ia langsung memalingkan wajahnya.
"Selamat malam!" Katanya sambil berbalik ke sisi satunya.
Rashuna lalu memeluk Alvaros dari belakang.
"Jangan pergi..." Katanya pelan.
Alvaros memegang tangan Rashuna.
"Iya, aku tidak akan meninggalkanmu." Katanya pelan.
Alvaros lalu berbalik ke arah Rashuna lagi.
Mereka saling bertatapan selama beberapa saat.
Pelan-pelan bibir Alvaros mendekat pada bibir Rashuna.
Mereka pun berciuman.