Alvaros dkk pergi menjauh secepatnya agar tidak dikejar oleh prajurit Ceres.
Setelah cukup jauh, mereka lalu beristirahat.
"Hosh, hosh, hosh... Sepertinya kita sudah cukup jauh." Kata Alvaros ngos-ngosan.
"Hosh, hosh... Ya, sepertinya begitu." Balas Jim.
Mereka lalu membuat sebuah rute perjalanan.
"Jadi dari sini kita berjalan ke arah barat, kalau jalan kita benar maka seharusnya kita akan mencapai Baer besok sore. Dari Baer kita berjalan ke arah selatan kurang lebih jaraknya dua hari, kita akan sampai di perbatasan." Oliver menjelaskan.
"Baiklah kalau begitu. Tapi sebelum kita pergi..." Alvaros mengeluarkan seikat bunga Rainbow Lily dari Rashuna.
"Kita buat dulu ramuannya."
Alvaros lalu mencari batu dan sebuah wadah yang bisa ia gunakan untuk membuat ramuan.
Setelah menemukannya, ia membilas batu dan tempat menumbuknya dengan air. Oliver mempersiapkan bahan-bahan ramuan yang dibawanya. Setelah semua siap, Alvaros mencampurkan semua bahan lalu menumbuknya.
"Hei, hei, hei! Kau nggak pakai takaran?" Kata Cliff.
"Aku nggak tahu takarannya, Cuma bahan-bahannya yang aku tahu." Jawab Alvaros.
Ramuan itu akhirnya jadi, Alvaros mencampurnya dengan air agar mudah diminum.
"Nah, silakan." Kata Alvaros mempersilakan.
"Mana mungkin aku mau meminumnya! Kau nggak pakai takaran! Gimana kalau malah jadinya beracun?" Tolak Cliff.
"Cliff, minum. Itu perintah." Kata Oliver dengan tatapan tajam.
Cliff langsung menurut, ia mengambil ramuan itu dengan ragu-ragu.
"Kalian juga." Kata Alvaros.
"Ah, aku tidak usah. Rambutku masih biru kan?" Kata Oliver.
"Semuanya harus minum, untuk jaga-jaga kalau-kalau di tengah jalan rambutmu kembali seperti semula." Kata Alvaros.
Oliver lalu menurut. Mereka berempat meminum ramuan itu dengan cepat supaya pahitnya tidak terlalu terasa.
Namun ternyata ramuan itu lebih pahit dari yang dibuat simbah.
Alhasil mereka berempat mual dan hampir muntah.
"Baiklah, kita bersihkan ini lalu melanjutkan perjalanan." Kata Alvaros dengan wajah pucat.
"Baik pak." Kata yang lain.
Mereka lalu melempar batu yang digunakan untuk menumbuk sejauh mungkin, membereskan sisa-sisanya dan melanjutkan perjalanan.
"Hei, Oliver. Sebenarnya kau tidak perlu memanggilku dengan sebutan 'pak'. Umurmu kan lebih tua, aku jadi merasa tidak enak." Kata Alvaros pada Oliver.
"Ahahahah, maaf. Sudah kebiasaanku memanggil orang lain dengan sebutan." Balas Oliver.
"Yah... Tapi aku menjadi tidak enak denganmu. Aku saja memanggilmu langsung nama."
"Baiklah kalau begitu, mulai sekarang aku akan memanggil anda langsung nama, pak."
Mereka berjalan terus, sesekali mereka mengecek peta dan bertanya pada orang-orang yang lewat, memastikan bahwa mereka tetap berada di jalur yang benar.
Akhirnya malam pun datang. Mereka berempat lalu membuat sebuah api unggun.
Jim mengeluarkan roti yang ia bawa dari Strondum untuk makan malam mereka.
"Nih." Jim membagikan roti itu pada masing-masing orang.
"Jadi... Wanita yang di Strondum tadi.... Kau mengenalnya?" Tanya Jim.
"Ya, dia adalah penyihir yang kuceritakan." Jawab Alvaros.
Jim manggut-manggut.
"Bagaimana kalian bisa bertemu?" Tanya Cliff.
"Dia merawatku waktu aku terdampar di pantai." Jawab Alvaros singkat.
"Lalu?" Tanya Cliff lagi penasaran.
"Dia meminta tolong padaku. Kami sempat bekerjasama untuk menaklukkan monster di sebuah desa. Setelah itu dia kami pergi bersama ke Strondum." Kata Alvaros sambil makan.
"Aku lalu sengaja membuat jarak dengannya agar aku aman. Yah, dia itu orang yang kritis dan sangat penasaran pada banyak hal, beberapa kali aku dibuat terpojok oleh perkataannya," Lanjut Alvaros.
"Aku paham." Kata Oliver.
"Aku tahu sebenarnya dia itu bukan orang yang jahat. Hanya saja karena negara kita sedang berperang makanya dia jadi seperti tadi. Tapi, yang aku bingung dia malah melepaskan kita." Kata Alvaros.
Oliver lalu menepuk pundak Alvaros, "Teruskan, nak. Jangan menyerah." Katanya sambil mengacungkan jari jempol.
Alvaros tidak mengerti apa yang dimaksud Oliver.
Semua kecuali Alvaros lalu tertawa cekikikan.
"Ah... Jadi ingat waktu dulu aku pernah mengunjungi Langfer. Orang-orang Ceres itu baik dan ramah." Cerita Jim.
"Memang... Aku saja sering dibantu saat masih di Strondum." Lanjut Cliff.
"Ah... Hari-hari yang indah. Kenapa malah sekarang kita berperang..." Kata Oliver.
Mendengar itu Alvaros menjadi kesal.
"Sebenarnya siapa sih yang mencuri artefak Ceres? Sudah gila atau gimana sih? Padahal hubungan Dragnite dan Ceres cukup baik selama ratusan tahun ini." Kata Alvaros.
"Entahlah..."
"Ngomong-ngomong, artefak itu sebenarnya seberapa penting sih? Sampai-sampai raja Ceres begitu marah hingga mengobarkan peperangan." Tanya Alvaros.
"Kalau dari yang kami dengar itu semacam pemancar energi sihir." Kata Oliver.
"Bukannya sumber energi ya?" Sanggah Cliff.
"Ya, maksudku itu." Kata Oliver menyetujui sanggahan Cliff.
Alvaros berpikir sejenak. Kalau artefak itu dicuri, maka terjawablah pertanyaan mengapa Rashuna mengatakan kalau energi sihir Ceres makin berkurang.
Ia lalu terpikirkan sesuatu.
"Kalau... Artefak itu memang sumber energi... Maka tidak ada gunanya juga Dragnite mencurinya, toh kita juga tidak bisa menggunakannya." Kata Alvaros.
"Yah... Itu memang benar. Tapi tuduhan dari Ceres adalah Dragnite mencurinya agar kekuatan Ceres melemah sehingga bisa dengan mudah diserang." Kata Oliver.
"Tapi bukankah itu terlalu beresiko? Maksudku mencuri barang yang sangat penting dari sebuah negara...? Mana mungkin orang luar bisa melakukannya?" Kata Alvaros.
"Maksudmu... Berarti orang Ceres sendiri yang sengaja melakukan itu untuk mengobarkan peperangan?" Kata Jim.
"Tapi, bukankah itu sebuah alasan yang bodoh juga, mengingat sekarang katamu energi sihir Ceres mulai berkurang. Kalau memang orang Ceres sendiri yang melakukannya, bukankah itu terlalu sembrono? Maksudku, masa gitu amat sampai mengorbankan penduduknya sendiri?" Kata Oliver.
"Yah... Kita tidak tahu apa yang ada di pikiran para petinggi mereka." Kata Cliff.
Alvaros berpikir lagi, namun ia belum menemukan titik terang.
"Ya sudahlah, aku juga belum menemukan titik terang. Sekarang sebaiknya kita tidur, besok kita masih harus berjalan jauh." Kata Alvaros.
"Baik kalau begitu, kita akan bergantian berjaga. Kalau ada apa-apa, segera bangunkan yang lain." Kata Oliver.
Mereka berempat lalu menyudahi pembicaraan dan pergi tidur.
"Kenapa aku yang jaga duluan?" Keluh Cliff.
...
Fajar telah datang, matahari mulai menunjukkan sinarnya berwarna kuning kemerahan di ufuk timur.
Empat prajurit ini masih tertidur di dalam mimpinya masing-masing.
Ya, empat prajurit.
Jim yang menjadi urutan terakhir jaga tidak dapat menahan kantuknya, ia tertidur saat jaga.
Untunglah tidak terjadi apa-apa.
"Al... Al..."
"UWAHH!" Teriak Alvaros.
Yang lain terkejut mendengar teriakan Alvaros dan ikut terbangun karenanya.
"Ada apa!?" Tanya Oliver panik.
"...Ah... Tidak, tidak ada apa-apa... Aku hanya mimpi buruk." Jawab Alvaros, masih terengah-engah.
"Kukira apa... Jadi keganggu kan tidurku, huh." Kata Cliff jengkel.
Alvaros kemudian meminta maaf pada semuanya.
Karena tidak bisa tidur kembali, mereka memutuskan untuk melakukan peregangan otot sebagai persiapan perjalanan mereka.
Sesudah itu...
"Jim, kau tadi tertidur kan?" Kata Oliver.
Jim hanya tersenyum kecut sambil menggaruk kepalanya.
Oliver lalu menyuruh Jim membawa sebagian bawaan mereka berempat sebagai hukuman.
Matahari mulai meninggi, langit mulai terang, burung-burung mulai keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Mereka pun melanjutkan perjalanan.
"Hei, rambutku sudah berubah!" Kata Cliff.
"Baru sadar?" Kata Jim mengejek.
"Iya, baru sadar. Tapi masih mending daripada orang yang disuruh jaga malah tidur." Ejek Cliff balik.
"Grrr..." Jim menjitak kepala Cliff.
Mereka lalu saling melempar candaan satu sama lain.
"Kalian terlihat akrab sekali ya." Ujar Alvaros.
"Yah, kurasa karena kelompok kami diharuskan membaur dengan masyarakat, jadinya mungkin dipilih orang-orang yang bisa mudah akrab dengan siapapun. Kebetulan saja kami semua cocok, hahaha." Sahut Oliver.
Akhirnya mereka tiba di sebuah desa. Terlihat para penduduknya mulai ramai, namun kebanyakan dari mereka adalah perempuan.
"Kita berhenti sebentar di sini." Kata Oliver.
"Bukankah kita buru-buru?" Tanya Alvaros.
"Memang, tapi akan lebih menyusahkan kalau salah satu dari kita pingsan karena kelaparan." Jawab Oliver sambil menoleh ke arah Jim.
"Apa? Memangnya kau tidak lapar?" Kata Jim.
Mereka lagi-lagi tertawa, sambil mencandakan Jim.
Mereka akhirnya singgah di sebuah penginapan desa tersebut.
Mereka makan dan membeli beberapa potong roti untuk bekal.
Ketika mereka sedang makan, mereka melihat keadaan sekitar.
Tak terlihat satupun laki-laki muda di situ, sama seperti di Desa Irenbelle.
"Maaf sebelumnya, apakah di sini memang tidak ada seorangpun pemuda?" Tanya Jim pada pemilik penginapan.
"... Mereka semua dikirim ke medan perang." Kata pemilik penginapan muram.
"Aku bahkan tidak tahu apakah suami dan putraku akan kembali lagi dari medan perang." Lanjutnya.
Mereka langsung terdiam, merasa tidak enak juga menanyakan hal tersebut.
"Ah, maafkan aku..." Kata Jim.
"Tidak apa-apa. Setidaknya mereka melayani negeri ini. Satu-satunya yang patut disalahkan adalah orang-orang Dragnite itu! Maksud apa mereka mencuri artefak kita!? Oh iya, mereka kan orang-orang barbar yang tiap harinya tidak bisa kalau tidak bertarung. Bikin susah saja!"
Alvaros memukul meja, ia terlihat marah. Tentu saja, siapa yang tidak marah negerinya direndahkan seperti itu.
Oliver menahannya, ia menggelengkan kepala pada Alvaros, menyuruhnya tenang.
Alvaros lalu kembali tenang.
Pemilik penginapan terkejut dengan sikap Alvaros.
"Maaf, saya tersedak tadi. Boleh minta minum?" Kata Alvaros pada pemilik penginapan.
"Ah, iya... Tunggu sebentar."
Mereka akhirnya pergi dari penginapan itu setelah membayar.
"Apa-apaan sikapmu tadi? Kalau orang-orang pada curiga bagaimana?" Kata Cliff.
"Maaf, aku kehilangan kontrol..." Kata Alvaros.
"Aku paham perasaanmu, tapi lain kali cobalah bersabar. Kita ini di wilayah musuh." Oliver menasihati Alvaros.
Setelah memastikan rute mereka, mereka lalu melanjutkan perjalanan.
...
Mereka akhirnya sampai di Baer pada sore hari.
Sebelum memasuki kota, mereka diharuskan melewati pemeriksaan terlebih dahulu.
"Dari mana dan apa tujuan kalian kemari?" Tanya penjaga.
"Kami ini pengembara. Sebelum kemari, kami dari Strondum, di sini kami hanya singgah. Kami hendak beristirahat semalam di sini lalu melanjutkan perjalanan kami." Jawab Oliver.
Penjaga itu memperhatikan mereka berempat.
"Baiklah, kalian boleh masuk." Kata penjaga itu.
Mereka berempat menghela napas lega karena berhasil melewati pemeriksaan.
"Sebaiknya kita segera menuju penginapan, aku sudah sangat lelah." Usul Cliff.
Mereka bergegas menuju penginapan untuk beristirahat.
Mereka lalu memesan kamar untuk mereka berempat di sebuah penginapan.
"Kudengar pasukan dari Acharn berhasil menduduki sebuah kota."
"Jadi, mereka berhasil?"
"Kurasa begitu, tapi seisi kota jadi hancur menurut kabar."
"Lalu mereka berarti akan pulang?"
"Dari yang kudengar sih, belum. Mereka akan diam dulu menunggu bala bantuan."
"Masih akan berlanjut ya... Kuharap mereka semua bisa pulang dengan selamat dan perang ini segera usai."
Mereka mendengar beberapa orang mengobrol di situ.
"Castella sudah jatuh..." Kata Alvaros murung.
"..." Jim terdiam.
"Sudahlah, jangan dibahas." Kata Oliver.
Cliff terlihat sangat murung mendengar kabar tersebut.
Castella adalah sebuah kota dengan pertahanan yang sangat kuat. Selain terdapat benteng besar, kota ini juga dikelilingi oleh hutan serta goa-goa bawah tanah yang bisa digunakan untuk berlindung maupun menyerang.
Castella juga adalah kampung halaman Cliff.
"Tenanglah, Cliff. Ada kemungkinan keluargamu masih selamat. Di sekitar Castella ada goa-goa bawah tanah, bukan? Mungkin saja mereka berhasil melarikan diri lewat situ." Hibur Oliver.
"... Biarkan aku sendiri dulu." Kata Cliff.
Cliff lalu keluar kamar.
Mereka bertiga terdiam di dalam kamar.
Cliff berjalan keluar penginapan. Ia merasa sangat terpukul. Seluruh keluarganya ada di Castella dan ia sama sekali tidak bisa berbuat apapun. Ia ingin sekali menangis, namun tidak bisa.
Ia hanya berharap, semoga apa yang dikatakan Oliver itu benar.
"Sebelah sini!"
Beberapa prajurit Ceres masuk ke dalam penginapan. Cliff melihat para prajurit itu dan berandai-andai apa yang akan mereka lakukan.
Ia seketika teringat oleh ketiga rekannya. Ia hendak ikut masuk ke dalam, namun ia urungkan karena hal itu bisa membuatnya ikut ditangkap.
Seperti yang ia duga, tidak lama kemudian ketiga rekannya itu keluar dengan tangan terikat.
Ia melihat ketiga rekannya itu dibawa ke sebuah bangunan, nampaknya markas prajurit.
"Sial, kenapa malah begini?" Pikirnya.
Ia kembali ke penginapan. Begitu masuk, ia langsung dihadang oleh orang-orang di dalam.
"Hei, bukannya kau juga bersama ketiga orang tadi ya!?"
"Panggil penjaga!"
Cliff langsung kabur.
Ia mencari tempat yang gelap dan sulit diketemukan.
"Sial, sial, sial, sial. Apa yang harus kulakukan??" Pikirnya sambil ketakutan.
"Tapi bagaimana bisa ketahuan? Bukannya..." Ia mengacak-acak rambutnya, baru ia sadar ternyata rambutnya mulai kembali seperti semula.
"Bangsat..."
Untunglah ia masih mengenakan mantelnya. Ia segera menutupi kepalanya dengan kerudung.
Ia memutar otak, berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang. Apakah ia harus meninggalkan mereka bertiga atau menyelamatkan mereka. Mudah untuk meninggalkan mereka, hanya tinggal keluar kota lalu pergi sendirian. Tapi apakah ia bisa selamat tanpa membawa apapun? Di sisi lain, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan mereka.
"Grrr! Kenapa sih pake ketangkep segala! Harusnya mereka kan melawan! Bikin susah orang saja kalau begini kan!"
Ia keluar dari persembunyiannya setelah keadaan mulai tenang kembali.
Ia lalu mencari sebuah tempat yang sepi dan cukup luas. Sebisa mungkin ia menghindari kontak dengan penjaga selama ia berjalan.
Tempat yang dimaksud akhirnya ketemu. Sebuah gang kecil yang gelap dan buntu.
"Sepertinya di sini cocok."
Cliff lalu melihat sekitar, sama sekali tidak terlihat seorangpun melintas.
Ia kemudian mulai mencari seorang prajurit yang sedang patroli sendirian.
Sulit sekali mendapatkannya, rata-rata para prajurit berpatroli setidaknya dua orang.
Akhirnya ia menyerah dan kembali ke gang tadi.
Cliff bukanlah orang yang terlalu mahir menggunakan otot. Ia lebih banyak menggunakan akalnya daripada ototnya, maka dari itulah ia ditugaskan dalam misi pengintaian.
Meski demikian, seringkali sikapnya yang mudah putus asa menjadi penghambatnya dalam melakukan sesuatu, seperti yang sudah-sudah.
"Duh... Apa yang harus kulakukan?"
"Apa aku bisa menang kalau melawan dua orang sekaligus?"
"Ah, tidak mungkin. Aku kan tidak pernah menang dalam adu senjata."
"Ahhh!!"
Cliff mengacak-acak rambutnya lagi, ia sangat bingung dan stres.
Ia melihat rambutnya, setengahnya sudah kembali seperti semula.
"Gara-gara dia sotoy jadi seperti ini kan..."
Sementara itu...
"Kuulangi pertanyaanku, apa yang kalian cari di sini?" Tanya seorang prajurit, menginterogasi Alvaros.
Alvaros terdiam dan memalingkan wajahnya.
"Masih belum mau bicara, ya? Lakukan." Perintahnya pada beberapa prajurit lainnya.
Prajurit yang diperintah melancarkan sihir listrik pada Alvaros, membuatnya kejang-kejang dan kesakitan.
"AARRGHH!" Teriak Alvaros.
"Bagaimana? Mengakulah, maka akan kami hentikan." Kata prajurit itu.
Alvaros meludah ke arah wajah prajurit itu.
"Bunuh saja aku, aku tidak akan mengatakan apapun" Tantangnya.
"Heh...Haha...Hahahaha.... Kau benar-benar cari mati ya." Prajurit itu kembali memerintahkan bawahannya untuk melanjutkan siksaan.
Kali ini Alvaros disengat oleh listrik yang lebih besar.
Alvaros berteriak lebih kencang lagi.
"Cukup, bawa dia ke selnya"
Alvaros sudah sangat lemas akibat disiksa tadi. Ia tidak bisa melawan ketika para prajurit membawanya ke sel.
Ia dilempar ke sebuah sel, sendirian. Entah di mana mereka menempatkan Jim dan Oliver. Alvaros sudah terlalu lemas, bahkan untuk berpikir jernih pun ia sudah sulit. Tak butuh waktu lama Alvaros pun tertidur.
Mereka berempat mengangguk dan berterima kasih pada Agim.
"Sementara kalian istirahatlah di sini, ini rumah dinasku. Memang tidak terlalu luas, tapi cobalah untuk bersantai." Katanya.