Chereads / Flowers of Battlefield / Chapter 9 - Alstroemeria (2)

Chapter 9 - Alstroemeria (2)

Saat itu sudah lewat tengah hari, matahari sudah mulai bergeser sedikit ke arah barat.

Alvaros, Cliff, Jim dan Oliver masih berenang menyusuri tepian air yang berbatu-batu.

Rasanya, akan lebih cepat apabila mereka turun di tempat yang lebih dekat dengan dinding perbatasan.

Kurang lebih mereka berenang selama dua jam di situ, akhirnya mereka berhasil mencapai Dragnite.

Mereka menepi ke pantai yang landai.

Barang-barang mereka tentu basah kuyup, beberapa bahkan harus dibuang karena sudah tidak bisa digunakan seperti roti yang lupa Jim keluarkan, kertas pembungkus bunga Rainbow Lily dari Rashuna, dan beberapa dokumen yang tintanya luntur.

"Kita selamat" Cliff menghela napas lega sesampainya di daratan.

"Kita sampai di Dragnite..." Kata Jim.

"Akhirnya kita bisa mencapai Dragnite lagi." Kata Oliver.

"Meski bagiku baru sebentar, tapi terasa sangat lama." Kata Alvaros.

"Kita berhasil!" Sorak mereka berempat.

Mereka lalu beristirahat di situ selama beberapa saat sembari mengeringkan pakaian mereka.

"Oke, ayo kita lanjut!" Ajak Oliver.

"Ke mana sekarang?" Tanya Alvaros.

"Dragnite punya 3 kota di dekat perbatasan, di tengah ada Castella, sisi barat ada Magnus, di sisi timur ada Arcto. Kalau menurut perhitunganku, seharusnya kita lebih dekat ke Arcto kalau dari sini." Kata Jim.

"Jim benar, Arcto cukup dekat dari posisi kita saat ini. Kalau kita terus berjalan mungkin nanti saat matahari terbenam kita bisa mencapainya." Kata Oliver.

"Kalau posisi kita di sini, maka harusnya kita berjalan ke arah barat daya." Kata Jim sambil membaca peta.

"Okelah, ayo kita lanjutkan, aku sudah muak pada perjalanan ini!" Kata Cliff.

"Begitu sudah muak, katanya anggota regu pengintai." Ejek Jim.

Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju Kota Arcto.

Sementara itu di Castella...

"N... Nona Rashuna..." Seorang prajurit terseok seok menemui Rashuna di depan tenda jenderal.

"Apa yang terjadi!?" Tanya Rashuna panik.

"M...Maaf..." Setelah mengatakannya, prajurit itu mengembuskan napas terakhirnya.

"A...Apa yang terjadi...?" Kata Rashuna dengan tatapan ngeri.

Terlihat prajurit itu kehilangan hampir setengah dari badannya. Potongannya amat rapi, seakan memang dibuat seperti itu.

Rashuna lalu teringat dengan perkataan Leuwell bahwa ada kemungkinan obyek yang dipindahkan akan tidak sempurna ketika sampai di tujuan.

"Maafkan aku... Maaf..." Rashuna terisak sambil memeluk erat prajurit itu.

"Ada apa?" Jenderal pasukan keluar dari tendanya.

"Apa yang terjadi ini?"

"Sepertinya mesin teleportasinya mengalami malfungsi, Jenderal Sigurd." Kata Mevid pada sang jenderal.

"Dari Strondum tinggal berapa yang akan kemari?" Tanya Sigurd.

"Seharusnya dia yang terakhir, komandan." Kata salah seorang prajurit.

Rashuna teringat pada pesannya pada Leuwell untuk menyerahkan kristal kelahirannya pada orang terakhir yang akan dikirim.

Seketika Rashuna lalu mencari kristal kelahirannya.

Tidak ada.

Rashuna bertambah panik.

"Tidak ada..."

"Apanya yang tidak ada?"

"Kristalku. Kristalku! Kristalku harusnya dibawa oleh orang ini!" Kata Rashuna panik.

Semua yang ada di situ ikut terkejut.

"Kau yakin dia ini yang terakhir?" Tanya Mevid pada prajurit tadi.

"Yakin pak, sebab kami berdua adalah yang terakhir dikirim. Saya sudah duluan tadi, harusnya dia menjadi yang terakhir." Kata prajurit itu.

"Kau coba tenangkan dia." Kata Sigurd pada Mevid.

"Hei, apa ada yang membawa kristal miliknya?" Seru Sigurd kepada orang-orang di situ.

Namun tak seorangpun membawanya.

"Nona Rashuna, jangan panik, tenanglah dulu. Siapa tahu kristalnya tertinggal di Strondum." Kata Mevid menenangkan Rashuna.

Rashuna terdiam, wajahnya masih terlihat kosong.

"Memangnya sebesar apa kristal miliknya?" Tanya Sigurd pada Mevid.

"Kurang lebih sebesar kepalan tangan." Jawab Mevid.

Semua yang mendengarnya terkejut.

"Kepalan tangan? Besar sekali! Memangnya ada yang punya kristal kelahiran sebesar itu?" Kata Sigurd ragu.

"Memang kelihatannya sulit dipercaya, tapi itu benar." Kata Mevid.

Rashuna lalu berdiri, ia menghadap Sigurd lalu memaksakan diri untuk tersenyum. "Maaf pak. Ini kesalahan saya. Izinkan saya untuk tetap mencarinya di sekitar sini. Kalau tetap tidak ketemu, saya siap untuk ditempatkan di garis depan."

"... Ahem... Silakan kau mencari sampai kita berangkat. Tapi aku tetap tidak akan menempatkanmu di garis depan. Ketika kita sudah berangkat, tinggallah di kamp. Kalau benar kristal kelahiranmu sebesar kepalan tangan, kau terlalu berharga untuk dijadikan tameng hidup."

Mendengar hal itu, Rashuna terlihat sangat kecewa. Memang bukan dirinya yang menghendaki untuk ikut ke medan pertempuran, tapi ia sangat kecewa ketika mengetahui bahwa dirinya tidak bisa melakukan apapun untuk negerinya.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi pak." Kata Rashuna.

Saat hendak pergi membawa mayat prajurit tadi, ia langsung dihentikan oleh Mevid.

"Biar kami yang mengurusnya, anda tenangkan batin dulu." Kata Mevid

"Izinkan aku... Melakukannya. Aku yang membuatnya menjadi seperti ini."

Mendengar perkataan Rashuna, Mevid menjadi jengkel, ia lantas menghalangi jalan Rashuna.

"Kubilang serahkan ini pada kami, anda tidak dengar?" Kata Mevid dengan nada tinggi.

Rashuna terkejut mendengar perkataan Mevid.

"Ini bukan soal tanggung jawabmu atau apalah itu. Kita semua ini tentara, kematian di medan perang adalah suatu hal yang wajar. Kalau kau merasa bersalah karena kematiannya, merasa bersalahlah juga atas nyawa ratusan prajurit yang gugur di medan tempur!" Bentak Mevid.

Mendengarnya, Rashuna langsung menjatuhkan mayat prajurit yang ia papah.

"Maafkan saya. Baiklah, saya permisi." Kata Rashuna sambil berlalu dari situ.

Rashuna berjalan menuju tenda khusus penyihir wanita.

Wajahnya terlihat sangat murung dan kosong.

Bagi seorang penyihir Ceres, kehilangan kristal kelahiran berarti kehilangan setengah dari hidupnya. Orang Ceres yang berada jauh dari kristal kelahirannya tidak bisa menggunakan energi sihir. Sebab kristal itulah yang bisa menyerap energi alam dan menyalurkannya menjadi sihir. Maka dari itu, apabila kristal kelahiran pecah, ia tidak mampu lagi untuk menyerap energi alam.

"Berhenti di situ!" Seru salah seorang penjaga.

"Kalian ini... Orang Ceres!? Mau apa kalian kemari!?" Tanya seorang prajurit yang lain dengan nada tinggi.

Oliver maju menghadapi mereka berdua.

"Maaf, kami bukan Orang Ceres. Kami meminum ramuan khusus agar rambut kami seperti ini. Kami baru kembali dari misi kami di Ceres. Izinkan kami untuk bertemu dengan atasan kalian." Katanya dengan aksen wilayah selatan Dragnite yang cukup kental.

"Buka tudung kalian." Alvaros menyuruh Jim dan Cliff untuk membuka tudung mereka.

Jim dan Cliff membuka tudung mereka, terlihat rambut mereka sudah kembali seperti semula.

Kedua penjaga gerbang masih belum percaya sepenuhnya dengan mereka.

"Baiklah, tapi kalian akan kami geledah terlebih dulu. Silakan ikut saya." Kata penjaga itu.

Penjaga itu memberikan isyarat kepada rekannya di atas untuk membuka gerbang.

Mereka dibawa ke sebuah bangunan kecil, di dalamnya hanya ada dua kursi dan satu meja.

"Lepas seluruh pakaian kalian." Kata penjaga tadi.

Mereka melakukan apa yang disuruh. Mereka melepas setiap helai pakaian yang mereka kenakan.

"Kau, periksa bawaannya." Kata penjaga itu kepada rekannya.

Seluruh barang bawaan mereka digeledah.

"Sepertinya tidak ada yang aneh." Kata penjaga yang menggeledah barang bawaan mereka.

"Baiklah, kalau kalian memang seorang prajurit Dragnite yang taat, sekarang kalian tahu harus apa." Kata penjaga tersebut.

"Tentu saja, Terima kasih atas kerjasamanya. Semoga kita semua seperkasa sang naga!" Kata mereka berempat.

"Bagus, kalian benar-benar prajurit Dragnite berarti. Maaf atas ketidaksopanannya tadi, kuharap kalian semua mengerti."

Mereka lalu memakai pakaian mereka kembali dan diantar menuju kediaman walikota di wilayah pangkalan militer Arcto.

Tok... Tok... Tok

"Masuk."

"Jenderal Andrea, ada yang ingin bertemu dengan anda."

"Hm...? Siapa? Seingatku aku belum membuat janji dengan siapapun hari ini."

"Anu... Mereka mengaku dari regu pengintai yang bertugas di Ceres."

"Hah? Mau apa mereka? Ya sudah, suruh mereka masuk."

Mereka berempat dihadapkan pada Jenderal Andrea, pemimpin pasukan sekaligus walikota di Arcto.

"Wah, kalian pasti sudah mengalami sesuatu yang luar biasa, dilihat dari penampilan kalian." Kata Andrea sambil tertawa kecil ketika melihat penampilan mereka berempat yang sulit dibedakan dengan gelandangan.

"Jadi, ada perlu apa?"

"Kami hendak menyampaikan laporan mengenai investigasi kami, pak." Kata Oliver.

"Ah... Sebentar... Kalian ini dari kesatuan mana?" Tanya Andrea.

"Saya dari Tyrian, lalu mereka berdua ini dari Poiville dan... Castella." Kata Oliver sekalian mewakili Jim dan Cliff.

"Saya dari Prada." Kata Alvaros.

"Castella...? Apa kau sudah mendengar kabarnya?"

"... Ya, saya sudah mendengarnya." Kata Cliff.

"Hmm... Ya sudah kalau begitu. Lalu... Kalian ini regu pengintai yang dikirim ke Ceres ya... Apa yang mengirim kalian itu Matthew?"

"Ya, kami dikirim oleh Komandan Matthew." Kata Oliver.

"Sudah kuduga. Baik, apa yang mau kalian sampaikan? Nanti biar aku sampaikan kepada Matthew."

Mereka lalu menyampaikan informasi-informasi yang mereka dapat, termasuk yang mengenai energi alam yang semakin menipis.

"Jadi... Energi mereka semakin menipis ya... Hmm..." Andrea berpikir sejenak.

"Baiklah, aku akan menyampaikannya pada Matthew. Setelah ini kalian istirahatlah dahulu. Sup di penginapan sangat enak, cobalah."

Mereka lalu membalikkan badan.

"Tunggu, aku belum tahu nama kalian."

"Saya Oliver, dia Cliff, Jim dan Alvaros." Oliver memperkenalkan semuanya.

"Baik kalau begitu, selamat beristirahat." Kata Andrea.

Mereka lalu pergi meninggalkan pangkalan militer dan menuju penginapan.

Sepanjang jalan mereka diperhatikan oleh orang-orang. Beberapa dari mereka terlihat berbisik-bisik di belakang mereka.

"Selamat da... Orang Ceres!" Seru pemilik penginapan.

"Anu... Kami bukan..." Alvaros belum selesai berkata-kata tapi sudah keburu diusir oleh pemilik penginapan.

"Pergi kalian! Aku tidak sudi melayani Orang Ceres!"

Alvaros dan Oliver ditendang keluar dari penginapan.

Cliff dan Jim lalu membantu meluruskan kesalahpahaman ini.

"Maafkan saya, saya benar-benar tidak tahu. Sebagai gantinya, silakan anda menginap malam ini gratis! Saya juga akan... err... Memberi beberapa helai pakaian untuk kalian." Kata pemilik penginapan dengan nada kasihan karena melihat penampilan mereka berempat.

Mereka lalu menuju kamar di lantai atas.

"Fiuh! Ranjang empuk!" Kata Alvaros senang.

"Sudah lama juga aku tidak sebebas ini. Rasanya seperti belenggu yang mengikatku sudah terlepas!" Kata Oliver sambil merebahkan badannya di ranjang.

Tiba-tiba pintu kamar mereka terbuka, terlihat seorang wanita muda membawakan beberapa helai pakaian untuk mereka.

"Permisi... Ini pakaian a..." Belum selesai berkata-kata, Cliff maju menyelanya.

"Oh, terima kasih. Ngomong-ngomong, siapa namamu, nona cantik?" Kata Cliff sambil bergaya sok keren.

"A... Anu... Saya..."

Jim, Oliver dan Alvaros hanya memasang wajah datar melihat Cliff seperti itu.

"Ayolah, nona. Daripada saya nanti repot saat memanggil anda." Kata Cliff sambil mendekatkan wajahnya ke gadis itu.

"M... Maaf, ini saya taruh di sini!" Kata gadis itu menaruh pakaian mereka lalu lari ke bawah.

"Hehe, manis sekali." Kata Cliff.

Yang lain tidak bisa berkomentar apapun.

...

Pagi pun datang. Empat orang yang sangat kelelahan akibat pekerjaan dan perjalanan panjang masih tertidur pulas di ranjangnya masing-masing.

"Al... Al..."

"Alvaros..."

"HUWAAH!" Teriak Alvaros kaget disusul dengan terbangunnya mereka bertiga.

"Ada apa!? Ada apa!?" Kata Oliver panik sambil memasang kuda-kuda.

"Kau ini... Bisa tidak sih kebiasaanmu jadi alarm itu dihilangkan?" Kata Cliff kesal.

Jim yang terkejut tidak bisa berkata apapun karena pusing.

"Iya, maaf... maaf..." Kata Alvaros.

"Sebenarnya kau ini kenapa sih? Tiap kali tidur malam selalu saja bangun dengan kaget begitu." Tanya Cliff.

"Oh, tidak apa-apa kok. Bukan masalah besar." Jawab Alvaros.

Tiba-tiba kamar mereka diketuk.

"Masuklah, kami sudah bangun." Kata Alvaros.

Seorang prajurit masuk.

"Maaf mengganggu, yang bernama Oliver dan Alvaros yang mana?" Katanya.

Alvaros dan Oliver mengangkat tangannya.

"Kalian berdua dipanggil oleh Jenderal Andrea."

"Sepagi ini? Kami bahkan baru saja bangun." Keluh Alvaros.

"Kalau sudah selesai bersiap mohon segera menemui beliau, ada sesuatu yang penting."

Mereka mengangguk kemudian prajurit itu meninggalkan mereka.

"Memang ada apa sih, memanggil kalian sepagi ini? Hanya kalian berdua lagi." Kata Cliff.

Alvaros mengangkat kedua bahunya.

Alvaros dan Oliver lalu bersiap-siap, mencuci muka mereka, berpakaian dengan pantas lalu turun untuk sarapan. Sementara Cliff dan Jim melanjutkan tidur mereka.

"Bagaimana tidur anda, tuan?" Sapa pemilik penginapan.

"Cukup nyenyak, hanya saja pagi kami sedikit terganggu karena ada suara orang berteriak tadi." Kata Alvaros.

Mendengar perkataan Alvaros, Oliver menatapnya sinis.

"Mohon maaf tuan kalau anda kurang nyaman. Ini silakan dinikmati supnya."

Mereka menerima semangkuk sup dan beberapa potong roti. Seperti yang dikatakan Andrea, sup di penginapan ini sangat lezat, tidak seperti sup yang dimakan ketika mereka di Strondum.

Setelah mereka kenyang, mereka lalu pergi menemui Andrea.

"Ada masalah apa komandan, pagi-pagi begini memanggil kami?" Tanya Oliver.

"Pas sekali kalian berdua datang... Oh...!" Andrea melihat Oliver, rambutnya sudah setengah kembali seperti semula.

"Oliver, kau silakan keluar saja. Biar Alvaros saja yang tinggal di sini." Kata Andrea.

"Hah? Maaf pak, apakah ada sesuatu?" Tanya Oliver.

"Bukan apa-apa, karena rambutmu sudah kembali seperti semula maka terpaksa kamu tidak bisa melakukan ini." Kata Andrea.

Oliver keluar ruangan dengan bertanya-tanya apa yang sebenarnya hendak disampaikan oleh Andrea.

"Jadi, apa yang bisa saya lakukan pak?" Tanya Alvaros.

"Begini Alvaros. Aku tahu tidak sepatutnya aku melangkahi Matthew yang menjadi atasanmu. Tapi, aku ingin meminta tolong satu hal padamu." Kata Andrea.

"Ya?"

"Kau tahu kan, Castella sudah jatuh ke tangan Ceres?"

Alvaros mengangguk.

"Menurut informasi yang kudapat, mereka membangun sebuah kamp di sana. Sepertinya mereka hendak melancarkan serangan lagi. Ada kemungkinan incaran selanjutnya adalah Arcto, karena kota ini cukup dekat dengan pantai."

Alvaros menyimak dengan saksama.

"Aku ingin kau pergi ke sana. Karena kau masih terlihat seperti Orang Ceres, maka akan lebih mudah bagimu untuk menyamar menjadi salah satu prajurit Ceres. Bagaimana?"

"Apa yang harus kulakukan di sana?"

"Cari tahu tentang persediaan logistik mereka. Dari situ kita bisa tahu apakah Ceres akan menyerang besar-besaran seperti yang mereka lakukan pada Castella atau mereka akan melakukan pengepungan dengan waktu yang lama pada kota ini."

"Hanya itu?"

"Cari tahu juga mengenai jumlah pasukan mereka. Dengan itu kita bisa merencanakan strategi dengan lebih baik."

Alvaros berpikir sejenak.

"Bagaimana, apakah kau bersedia?" Tanya Andrea.

"Baiklah, aku juga ingin menebus kesalahanku pada misi yang lalu. Ada persiapan khusus yang harus kulakukan?"

"Bagus. Kalau begitu, setelah ini temui penjaga gudang. Katakan padanya bahwa kau butuh seragam prajurit Ceres. Bawalah seragam itu dan kenakanlah setelah kau di sana. Aku juga akan mempersiapkan seekor kuda untukmu."

Setelah itu, Alvaros meninggalkan ruangan Andrea dan menuju gudang senjata.

"Permisi, aku butuh seragam Ceres." Kata Alvaros pada penjaga gudang.

"Oh, jadi kau yang disinggung itu. Baik, tunggu sebentar." Kata penjaga gudang.

Penjaga gudang masuk ke dalam gudang untuk mengambil pesanan Alvaros. Ia lalu menyerahkan seperangkat seragam tentara Ceres di dalam sebuah tas padanya.

"Hati-hati." Katanya.

Alvaros mengangguk lalu pergi ke kandang kuda.

"Kau yang dikirim ke Castella ya?" Tanya pengurus kuda di situ.

"Ya pak. Kuda mana yang akan saya bawa?" Tanya Alvaros.

Pengurus kuda itu menuntun seekor kuda berwarna hitam dari dalam kandang.

"Kuda ini salah satu yang tercepat di sini. Kau bisa sampai ke Castella saat tengah hari nanti." Kata pengurus kuda itu.

Alvaros terlihat senang karena ternyata ia tidak usah melakukan perjalanan dengan waktu yang lama. Ia lalu memasang pelana pada kuda tersebut.

"Baiklah pak, saya pergi dulu." Kata Alvaros.

Pengurus kuda itu melambaikan tangannya pada Alvaros.

Sebelum berangkat, Alvaros kembali ke penginapan, ia mempersiapkan barang bawaan pribadinya dan memberitahu ketiga rekannya bahwa ia hendak pergi ke Castella.

Ketiga rekannya hanya mengucapkan hati-hati di jalan dan sama sekali tidak terlihat khawatir.