"Setelah ini kita akan beristirahat di Tyrian." Kata Alvaros.
"Berapa lama dari sini?" Tanya Rashuna.
"Mmm... kurang dari setengah hari kurasa kalau menggunakan kuda." Jawab Alvaros.
"Baiklah, ayo segera ke sana." Kata Rashuna berpegangan erat pada pinggang Alvaros.
Alvaros dan Rashuna sudah dua hari berjalan. Seperti biasa, mereka berhenti di beberapa tempat untuk beristirahat.
"Sepertinya aku butuh sesuatu untuk menutupi rambutku." Kata Rashuna.
"Memang. Sudah dua kali kita dilihati terus di kota karena rambutmu." Kata Alvaros.
"Baiklah, kita akan mencari sesuatu di Tyrian untuk menutupi kepalamu itu." Lanjut Alvaros.
Senja telah tiba, warna jingga kekuningan menghias langit yang cerah dengan udara yang sedikit dingin.
Akhirnya mereka tiba di Tyrian, sebuah kota yang tidak terlalu ramai di bagian selatan Dragnite.
"Inilah dia, Tyrian. Kota yang serba nanggung di Dragnite." Kata Alvaros.
"Maksudmu?" Tanya Rashuna.
"Nggak terlalu ramai maupun sepi, nggak terlalu besar tapi juga nggak kecil, nggak terlalu terkenal tapi juga banyak orang yang tahu." Jawab Alvaros.
Rashuna tertawa mendengar jawaban Alvaros.
"Apa-apaan itu? Benar-benar serba nanggung!" Kata Rashuna.
Mereka lalu masuk ke dalam Tyrian.
Seperti biasa, mereka menjadi perhatian banyak orang karena warna rambut Rashuna.
Beberapa orang berbisik-bisik di belakang mereka.
Mereka lalu berhenti di sebuah toko pakaian.
"Silakan tuan dan..." Pemilik toko melihat Rashuna, seketika ia mengerutkan dahinya.
"Dia ini bukan orang Ceres, kami baru pulang dari misi pengintaian. Kami minum ramuan supaya rambut kami berubah warna, kebetulan warna rambutnya belum kembali." Kata Alvaros sebelum si pemilik toko mengajukan pertanyaan atau mengusir mereka.
Mendengar penjelasan Alvaros, si pemilik toko pakaian kembali tersenyum lebar.
"Baiklah, maaf atas ketidaksopanan saya, tuan dan nona. Apa yang anda butuhkan?" Tanya si pemilik toko.
"Kami butuh mantel. Agak susah juga diliatin orang-orang dengan rambutnya yang begini. Rawan salah paham." Kata Alvaros.
"Baiklah, saya punya beberapa mantel yang mungkin sesuai dengan selera anda, silakan dilihat-lihat!" Kata si pemilik toko.
Mereka mengikuti si pemilik toko ke bagian mantel. Di situ mereka mencoba beberapa mantel.
"Bagus sekali tuan! Itu sangat cocok dengan anda!" Kata si pemilik toko ketika Alvaros mencoba sebuah mantel coklat polos, mirip dengan mantel yang ia tinggalkan sebelum ia pergi ke Ceres.
"Wah, anda tampak sangat anggun dengan mantel itu, nona!" Kata pemilik toko pada Rashuna ketika ia mencoba sebuah mantel berwarna putih dengan corak keemasan.
"Anu... Alvaros, apa kau punya uang?" Bisik Rashuna pada Alvaros.
"Tenang saja, aku membawa serta sekantong uang dari kamp Castella." Kata Alvaros tersenyum lebar.
"Dasar maling." Kata Rashuna.
"Nggak papa, walikotanya aja udah bilang bakal mendukung kita." Bisik Alvaros.
"Jadi, bagaimana tuan dan nona?" Tanya pemilik toko.
"Kami akan ambil mantel ini." Kata Alvaros.
"Luar biasa, terima kasih tuan dan nona. Semuanya 4000 Pena." Kata si pemilik toko.
"4000!? Yang benar saja." Kata Alvaros terkejut.
"Hmm... Kalau kalian tidak punya uang segitu, ya sudah." Kata si pemilik toko.
"Tunggu pak, biar saya hitung dulu." Alvaros mengeluarkan uang dari kantong yang ia ambil.
Ia menghitung jumlah uang yang ada di situ, hanya terdapat 2500 Pena.
"Hanya 2500..." Kata Alvaros.
"Huh, ya sudah, kemarikan mantelnya!" Kata pemilik toko itu.
"Tunggu, kalau hanya mantel putih ini berapa harganya?" Kata Alvaros.
"Itu 2800 Pena." Kata si pemilik toko.
Masih belum cukup.
Rashuna lalu melihat sebuah mantel berwarna putih dengan garis ungu di kerudungnya.
"Anu... Kalau yang ini?" Kata Rashuna dengan logat Ceres.
Si pemilik toko mengernyitkan dahinya lagi.
"Logat macam apa itu?" Kata si pemilik toko.
"Anuu... Iya, berapa kalau yang itu? Lebih murah kan?" Kata Alvaros menyelanya.
"Itu harganya 1500 Pena." Kata pemilik toko dengan nada ketus.
"Baiklah, kami ambil yang ini saja." Kata Alvaros.
Alvaros lalu membayar mantel itu sementara Rashuna mengambilnya dan langsung ia kenakan.
"Pas sekali!" Kata Rashuna.
Mereka lalu pergi dari situ dan menuju penginapan.
"Maafkan kami tuan dan nona, tapi penginapan ini tinggal tersisa satu kamar pribadi saja." Kata si pemilik penginapan.
Alvaros dan Rashuna saling bertatapan.
"Bagaimana ini?" Tanya Rashuna.
"Ya sudah, daripada kita tidur di luar. Nanti biar aku tidur di lantai." Kata Alvaros.
"Kami ambil kamar itu." Kata Alvaros sambil membayar.
Mereka berdua lalu naik ke lantai dua penginapan.
Mereka masuk ke kamar dan melihat sebuah ranjang ukuran dua orang.
"Kamar pribadi...?" Gumam Alvaros.
"Maksudnya ini...?" Sambung Rashuna.
Alvaros lalu meletakkan barang bawaannya dan berbaring di lantai.
"Sana, kau tidur di atas." Kata Alvaros.
Rashuna merebahkan dirinya di atas ranjang.
Udara malam itu cukup dingin, lantai tempat Alvaros tidur pun ikut terasa dingin.
"HATCHIUU!" Alvaros bersin karena kedinginan.
"Kau kedinginan?" Tanya Rashuna.
"N...Nggak kok, lantainya berdebu." Jawab Alvaros.
Rashuna bergeser sedikit dari posisinya sekarang.
"Masuklah ke ranjang, di sini hangat." Kata Rashuna menepuk kasur.
"Ngg..Nggak kok, kubilang ini cuma debu." Tolak Alvaros.
Angin dingin bertiup melewati ventilasi kamar.
"HATCHIUUU!" Alvaros bersin lagi, tubuhnya melingkar seperti kaki seribu. Jelas terlihat kalau dia kedinginan.
"Sudahlah, tidak perlu malu begitu. Aku juga akan kesulitan kalau kau jatuh sakit." Kata Rashuna sambil menepuk-nepuk kasur lagi.
"Tidak perlu, kubilang ini cuma..." Rashuna menyela perkataan Alvaros.
"KUBILANG MASUK RANJANG SINI!" Bentak Rashuna.
"B... Baik nona!" Refleks Alvaros menjawab bentakan Rashuna.
Alvaros lalu berdiri dan masuk ke dalam selimut.
"Nah, hangat kan?" Kata Rashuna tersenyum.
Alvaros sangat canggung dengan keadaan mereka saat ini.
Ia malah tidak bisa tidur.
Rashuna tidur dengan lelap, sementara Alvaros masih terbangun.
"Sial, sial, sial, sial." Gerutu Alvaros.
"Merem, merem, merem, merem." Gumamnya sambil berusaha memejamkan mata.
Tangan kanan Rashuna bergerak menimpa badan Alvaros.
"Bangke..." Kata Alvaros dalam hati.
Alvaros menoleh ke arah Rashuna.
Terlihat wajah Rashuna yang sedang tidur tertuju ke arahnya.
"Kamprettt!" Katanya dalam hati, ia segera memalingkan mukanya.
Kaki Rashuna bergerak menimpa kaki Alvaros.
"Anying, anying, anying..."
Alvaros sama sekali tidak bisa tidur malam itu.
Pagi datang, sinar matahari mulai muncul di balik tirai langit.
Rashuna terbangun dengan segar, ia meregangkan badannya.
"Pagi, Alvaros." Sapanya.
"Pagi..." Balas Alvaros dengan wajah pucat dan kantong mata yang hitam.
"Kau kenapa? Tidak bisa tidur?" Tanya Rashuna.
"Anu... Tidak apa-apa. Lain kali aku tidur di lantai saja." Kata Alvaros.
"Aduh, maaf. Aku terlalu banyak bertingkah ya waktu tidur?" Kata Rashuna.
"Ya... Begitulah." Bayangan-bayangan semalam langsung terlintas di pikiran Alvaros.
"Maaf, maaf! Kalau begitu, biar aku yang membawa kudanya. Kau istirahat saja di belakang."
Alvaros mengangguk lemah.
Mereka turun ke lantai bawah, sarapan lalu pergi dari Tyrian.