"Iblis, selamat tinggal, sesali semua perbuatanmu." Flava mengangkat sabitnya.
"Di Neraka." Flava mengayunkan sabit hitamnya, dengan mudah ia memenggal kepala Iblis itu. Terdiam sejenak, menenangkan pikirannya, mencoba untuk tidak kehilangan kesadarannya, jika saja ia kehilangan kesadaran, maka ia akan berubah menjadi Iblis yang sama dengan makhluk tadi. "Flava!" Aileen mencoba berdiri, namun tubuhnya tak bisa digerakan, apalagi tangan kirinya, yang mana sepertinya urat dari tangannya terputus menyebabkan tangan kiri berhenti berfungsi untuk sementara. Lantas melihat Aileen yang bersimbah darah itu, Flava mengambil Potion cadangannya dan memberikannya pada Aileen.
"Terimakasih, Flava." Kini tubuh Aileen sudha mulai memulihkan diri dengan bantuan Potion cadangan milik Flava, di pandangannya, ia bisa melihat Hp miliknya yang terus bertambah, 'Statusku naik, skillku menjadi level 4, levelku naik menjadi 42.' Batin Aileen, umumnya, petualang tak memiliki kemampuan untuk melihat level mereka, satu-satunya cara untuk melihat perkembangan Level adalah dengan cara pergi ke Gereja dan menemui imam di sana untuk menggunakan sihir khusus.
Namun Aileen, Flava dan Lyve memiliki perbedaan dengan petualang lain, mereka diberi kemampuan khusus oleh dewa utama sebagai hadiah. "Papa?"
"Ah tidak apa-apa, Flava, kita harus berjalan lebih jauh, setelah menghabisi Iblis itu, kita mendapatkan sebuah Drop Item." Aileen menunjuk sebuah kertas yang tergeletak di tempat tewasnya Iblis tadi, "Itu.." Flava berjalan mendekatinya, ia tersenyum lembut karena mengetahui kalau yang ia pegang bukan sembarang kertas melainkan sebuah peta Dungeon yang lengkap, berbeda dengan peta yang diberkan Raven sebelumnya yang hanya garis-garis.
"Namun sebelum itu, sebaiknya kita pergi ke tempat berkumpul dulu, kita harus berdiskusi dengan yang lainnya." Aileen berbicara seraya menatap dinding yang mencurigakan, "Entah mengapa, aku merasakan kehadiran manusia di balik dinding itu." Ia berjalan, mencoba mengetuk dinding yang ia curigai, dan benar saja, dinding itu hanyalah sebuah penghalang, suaranya terdengar nyaring ketika Aileen mengetuknya, menandakan kalau dibalik dinding ini ada sebuah ruang.
"Yang ada di dalam, tolong mundur dulu." Ujar Aileen dengan suara yang lebih keras, "Mustahil.." Sahut orang yang ada di dalam sana dengan pelan, seolah-olah ia tengah diancam, 'Aku harus menghancurkan dinding ini, tanpa harus menimbulkan luka bagi orang yang ada di dalam.'
"Papa, biar Flava saja."
Brak!
Flava meninju batu itu dengan hati hati, dengan begitu, serpihan dinding batu itu tidak terpental jauh menuju orang yang ada di dalam. "Apa.. apaan ini.." Aileen terdiam, Tangan gadis itu takkan bisa digerakan jika terus begini, sebuah paku menancap di kedua telapak tangannya, "S..sudah kubilang.. bukan.. mustahil.."
"Flava, siapkan Potion, setelah itu, tolong panggil Lyve." Hanya Lyvemon yang memiliki sihir penyembuhan kuat, dengan begitu gadis Demi Human ini bisa diselamatkan, "Rasanya aku pernah meliha- tunggu kamu Myne bukan?!" Aileen kini ingat siapa gadis yang ada di hadapannya ini, Dia adalah Myve, budak yang ia temui di kota Ferrum.
"Ternyata.. anda ingat.. ya.."
"Myne, jaga kesadaranmu, minum ini, rasanya memang payah, tapi ini bisa meningkatkan regenerasimu." Aileen menuangkan Potion berwarna merahnya ke bibir Myne, gadis dengan telinga kelinci, sepertinya ia sudah terbiasa meminum ramuan dengan rasa yang sangat tidak menyenangkan itu. Aileen membaringkannya, menunggu kedatangan Flava dan Lyve.
Meskipun sudah hampir 15 menit menunggu, tetap saja mereka berdua masih belum datang, sepertinya ada sedikit masalah di perjalanan sehingga mereka datang sedikit lebih telat. "Tuan Aileen.." panggilnya lemah, "Ya?"
"Waktu itu.. Myne berterimakasih, jika bukan karena.. Tuan Aileen, kami takkan bisa hidup bahagia.."
"Tenang saja, aku hanya menginginkan kehidupan yang adil, jika masih ada anak yang diperlakukan buruk seperti kamu dan teman-temanmu, aku tak mau diam saja." Sahut Aileen seraya meneguk air minumnya. "Aileen!"
"Akhirnya ka-"
Grep!
Lyve datang dan langsung memeluk Aileen, "Beruntung sekali kamu Aileen."
"Haha, yang terpenting sekarang, Lyve, tolong sembuhkan anak ini, dia adalah anak yang bekerja di tempat Latifa, namanya Myne." Lyvemon melirik Myne yang terbaring lemah, "Akan kucoba." Lyvemon menyentuh luka yang diderita Myne, 'Lukanya berat sekali.'
"Aileen, kamu masih membawa persediaan air suci?"
"Ah ada, ini." Aileen memberikan beberapa botol air suci, "Latifa dimana?"
"Dia mengantar anak-anak menuju kota." Flava merapalkan sebuah sihir pada air itu dan menuangkannya pada luka Myne, dengan ajaib luka itu langsung tertutup kembali, "meskipun ini efektif, tapi teknik ini menguras mana yang ada di tubuh gadis ini, untuk sementara waktu dia akan tertidur." Ujarnya.
"Jika memang begini, kita takkan bisa mengeksplorasi lebih dalam lagi, selain itu, aku juga sudah tak bisa merasakan kehadiran manusia dari tempat ini, bagaimana menurutmu, Lyve?"
"Sebelum ke tempat ini, aku sudah mengeksplorasi seluruh tempat ini menggunkan Roh suci, aku tak menemukan tawanan lainnya, kita sudah bisa kembali ke Ferrum." Jelas Lyvemon seraya meneguk air suci yang sudah ia campurkan dengan sihir penyembuh, "Baiklah, Flava, tolong pimpin perjalanan, aku akan membawa Myne." Aileen menggendong Myne dengan perlahan.
"Baik papa." Flava berjalan mendahului mereka, dalam perjalanan mereka tak mendapatkan masalah sedikitpun, bahkan sudah 6 jam mereka berjalan, akhirnya mereka sampai di Ferrum, warga kota sudah menunggu mereka di depan gerbang kota. "Itu dia! pahlawan kita kembali!"
'Apa-apaan itu, aku memang menyelamatkan mereka, tapi dipanggil pahlawan terasa sangat norak, berbeda dengan seri anime yang pernah kuidamkan ketika aku masih berada di dunia lamaku.' Batin Aileen, ia hanya tersenyum kikuk menahan tawa. "Aileen dipanggil pahlawan, pfftt.. rasanya menggelikan."
"S-sudah sudah, kita harus bersiap untuk melanjutkan pejalanan kita, masih jauh." Ujar Aileen, "Benar."
"Kalian kapan akan pergi lagi, Aileen?" tanya Latifa, "Mungkin besok atau lusa, kami perlu beristirahat dulu." Mereka semua kembali kepada pekerjaan mereka masing-masing, Raven kini sudah menanggung akibatnya. Ia berdiam diri dengan tangan terikat di penjara, "Raven, terimakasih karena sudah menunjukan jalan menuju Dungeon itu, berkat itu aku bisa menyelamatkan anak-anak."
"Aku hanya ingin menebus kesalahanku yang sudah menjadi bawahan raja Iblis, meskipun aku tau itu bukanlah hal yang bisa dimaafkan."
"Semua orang pasti pernah berbuat kesalahan, aku pergi dulu, jaga dirimu, Raven." Ia pergi menuju rumah sementaranya. Membuka pintu rumah dan disambut oleh gadis riang bersurai pirang, "Selamat datang, papa!"
~Buku Harian Aileen~
Akhirnya aku merampungkan dungeon itu, aku baru tau kalau ada Dewa yang menjual kekuatannya dan menjadi Iblis hanya karena masalah cinta, parahnya lagi orang yang menjadi targetya ternyata adalah Lyvemon. Jika saja Lyvemon menerima lamarannya dulu, mungkin dia takkan berada di sisiku dan aku takkan dipanggil ke dunia ini, namun Lyvemon bilang kalau dia sudah mengawasiku sejak aku berusia 15 tahun dulu, itu berarti dia sudah menjadi pelindungku sejak aku hidup di dunia lamaku.
Bersambung