Chereads / Terikat Tuan Ilmuwan / Chapter 9 - BERTEMU ANAK KECIL

Chapter 9 - BERTEMU ANAK KECIL

Setelah kejadian tadi kini Skay berada di tempat semula bersama dengan Yula, untung saja dirinya bisa kabur dari amukan. Di tempat ini mereka berdua membungkukkan badan dengan tangan bertumpuan kepada lutut. Yula mengatur nafasnya yang terengah-engah, ia tadi diajak Skay lari.

Skay bersender ke tembok, ia mengelap keringat yang menetes menggunakan tisu. Benar-benar melelahkan, untung saja posisinya cukup jauh dari Kenzo. Setelah rasa lelahnya hilang ia melihat sekeliling, ada suara anak kecil menangis. Skay dan Yula saling tatap, seolah mengerti kode dari Yula Skay berjalan ke depan.

"Adek kenapa nangis?" tanya Skay saat melihat seorang anak kecil berjongkok sembari menutup telinga. Jaraknya dengan anak kecil itu sekitar 5-6 langkah, ia sedikit ragu untuk menghampirinya.

"Hiks hiks hiks."

"Dia nangis," bisik Yula dari belakang.

"Udah tau, samperin gih," suruh Skay. Ia melihat Yula yang mulai berjalan ke depan, dia berjongkok di depan anak kecil itu.

"Adek kenapa bisa ada di sini? Mamanya mana?" tanya Yula.

"Hiks hiks kakak jahat?" tanya anak kecil itu sembari menatap Yula.

"Kakak baik kok, lihat di belakang." Anak kecil itu menoleh ke arah belakang, tepatnya melihat Skay. "Dia juga kakak baik," imbuh Yula seraya tersenyum ke arah Skay.

Skay berjalan ke arah mereka berdua, ia membantu anak itu berdiri dan menghapus air matanya. Tangannya bergetar menandakan bahwa dia tengah takut. Yula mengajak mereka berdua untuk duduk di bangku yang letaknya tak jauh dari sini. Namun sebelum duduk Yula dan Skay harus haruan membersihkan bangkunya terlebih dahulu.

Hampir semua bagian dari bangku itu tertutup pasir halus nyaris seperti debu, saat Skay membersihkannya anak itu terbatuk. Benar saja jika ini pasir hasil ledakan itu, untung saya dirinya dan Yula memakai masker jadi tak mencium aromanya. Sebelum pasir itu benar-benar jatuh, ia sengaja menaruhnya ke dalam kantung plastik.

Skay memasukkan plastik itu ke dalam tasnya. "Kalau boleh tau di sini selalu banyak pasirnya ya?" tanya Skay.

Anak kecil itu mengangguk. "Pasirnya enggak boleh di hilangin, nanti pada terbang dan buat sesak," jawabnya.

Skay dan Yula duduk, di tengah-tengah mereka terdapat anak kecil itu. "Kamu kenapa tadi nangis?" tanya Skay.

"Ada bunyi ledakan lagi, aku takut kak. Kasihan adek aku yang masih bayi," jawab anak kecil itu.

"Nama kamu siapa?" tanya Skay.

"Gista," jawab anak kecil itu yang berjenis kelamin perempuan.

"Kamu punya adik?" tanya Yula memastikan dan di balas anggukan oleh Gista.

"Adik aku masih umur 2 tahun, setiap hari harus denger suara ledakan. Mama marah setiap kali adek nangis, aku aja keluar enggak bilang-bilang sama mama," jelas Gista.

Skay dan Yula saling pandang, mereka akhirnya memutuskan untuk mengantar pulang Gista. Sebelum berjalan Skay menyuruh Yula mengambil 2 masker di tas gendongnya. Lantas ia memasangkan masker itu kepada Gista, sangat terlihat jika dia bisa bernafas dengan lega.

Raut wajah Gista bahagia, dan dia beribu-ribu kali mengucapkan terima kasih kepada dirinya dan Yula. Sederhana namun membuat hati mereka terenyuh, mereka bertiga berjalan menyusuri rumah demi rumah yang tertutup. Bahkan kaca jendelanya di penuhi oleh noda, halaman depan penuh pasir.

"Rumahnya masih jauh?" tanya Skay.

"Di belakang sendiri, soalnya mama punya dedek bayi jadi biar enggak terlalu dekat sama suara ledakan," jawab Gista.

"Sering banget dengar suara ledakan?" tanya Yula.

"Sering, bahkan beberapa bulan lalu setiap 4 jam sekali ada ledakan dan hampir buat tembok rumah mama di depan retak," jawab Gista.

"Kenapa enggak pindah rumah aja?" tanya Skay, pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan pada penghuni asli desa ini.

"Di kota enggak ada yang menerima rakyat seperti kita. Kata mama kita itu kotor, banyak penyakit yang berasal dari desa kita jadi enggak pantas kalau berada di kota," jawab Gista.

Skay marah mendengar ini, namun sebisa mungkin ia menetralkan rasa amarahnya. Tanpa sadar ia sudah sampai di depan rumah yang posisinya cukup jauh dari rumah lain. Rumah bergaya persis seperti rumah-rumah yang ada di kampung dengan pintu masih memakai kayu yang di ukir.

Ia melihat ke segala arah, gentengnya hendak roboh. Sampai akhirnya Gista membuka pintu, dia mengajak ia dan Yula untuk masuk. Namun belum satu langkah ke depan, mereka dikejutkan dengan keberadaan seseorang yang berasal dari dalam ke depan pintu. Anehnya lagi Gista di tarik masuk ke dalam.

"Kenapa datang ke sini? Kalian pasti sama seperti mereka yang hanya membawa penyakit di desa ini?!"

"Maaf, kita tidak seperti apa yang ibu kira. Kedatangan saya ke sini untuk membantu warga desa ini merebut kembali hak mereka," jawab Skay. Ia sudah menduga jika perempuan di hadapannya ini merupakan ibu dari Gista.

"Saya tak percaya, banyak orang berbicara seperti itu namun nyatanya mereka lah yang merusak desa ini!"

"Ibu tenang dulu, kita bukan orang seperti itu. Kita datang untuk membantu kalian semua, dan ucapan kita bukan hanya pencitraan saja," jelas Yula.

"Pergi dari sini! Jangan ganggu anak saya lagi!"

Blam

Pintu langsung ditutup membuat Skay dan Yula terperanjat kaget, mereka mengelus dada sambil menghirup nafas dalam-dalam. Mereka berdua memutuskan untuk berjalan pergi dari sini, niat untuk bertamu harus mereka urungkan dalam-dalam. Selama berjalan mereka tetap melihat keadaan sekitar.

Yula melihat tangannya, sedikit merasa panas mungkin efek dari pasir yang dirinya pegang secara langsung. Skay melihat segerombolan Kenzo di sana, dengan segera ia berbalik badan dan menarik tangan Yula berjalan belok supaya tak ketahuan oleh Kenzo. Yula hanya pasrah saat tangannya ditarik oleh dirinya.

"Capek, Skay," ujar Yola.

"Maaf, tadi ada Kenzo," balas Skay. Mereka bersender dan Skay melihat ke kanan dan ke kiri, aman seketika dirinya bernafas lega.

"Kenapa sih ngajak lari?" tanya Yola sebal.

"Kenzo, dia laki-laki yang aku ceritain sama kamu. Dia minta tanggung jawab agar aku cabut sumpahku kemarin," jawab Skay.

"What!" pekik Yola. Langsung saja Skay membekap mulut Yola itu, dia menggeram marah kepada Yola, dia berteriak seperti ini dan bagaimana jika posisi mereka diketahui oleh Kenzo?!

"Jangan kencang-kencang," peringat Skay.

Yola cengengesan, mereka memutuskan untuk mencari tempat yang bisa mereka bangun tenda. karena tak mungkin Skay bolak-balik dari hotel ke sini, nanti dirinya akan capek diperjalanan. Lagi pula ia tadi sempat melihat lahan kosong, mungkin jarak dengan gerbang desa sekitar 100 meter kurang lebih.

Mungkin di sana ia bisa membangun tenda dan menaruh barang-barang di sana. Walapun nanti yang menatap di tenda hanya sedikit, itu lebih baik ketimbang semua tidur di hotel jauh itu.