Di markas, tepatnya di salah satu ruangan pribadi milik Kenzo, Tije, Satya, dan Vito menggerubungi Kenzo yang terbaring di kasurnya. Terhitung dua jam sudah mereka berdiri menatap Kenzo yang masih saja menutup matanya. Tak ada niatan bagi mereka untuk beranjak dari tempat ini.
Tak lama terlihat pergerakan Kenzo, dengan segera Tije membantu Kenzo duduk bersender di sisi ranjang. Kenzo mengerjapkan matanya pelan, ia melihat ke segala arah dan mendapati senyuman Satya dan yang lain. Benar-benar menyebalkan, lantas ia mengambil air yang terletak di atas nakas.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Satya.
"Sejak kapan saya pingsan?" tanya Kenzo tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Satya.
"2 jam yang lalu," jawab Tije.
"Kata Dokter Edward kau pingsan karena berhari-hari tak ada makanan yang masuk ke dalam tubuhmu. Kau tak bisa mengandalkan cairan itu terus," terang Vito.
"Apa yang Vito katakan benar, sebisa mungkin kau harus makan. Jika tidak maka misi kau kali ini tak akan berhasil," timpal Tije.
"Racik obat pengganti makanan, saya tunggu 1 jam dari sekarang," ujar Kenzo. Satya dan Vito pergi dari sini, sisalah Tije dan Kenzo.
Kenzo menaruh bantal di belakang punggungnya, perutnya sedikit nyeri. Juga tangannya yang sepertinya sehabis di suntik entah oleh siapa ia tak peduli, sampai akhirnya Tije pamit pergi dari sini dan ia mengangguk saja. Dirinya benar-benar tersiksa dengan hal ini, tubuhnya seperti seorang tua renta.
Bahkan ia jarang sekali pingsan seperti ini, atau sakit pun ia sangat jarang. Sebab ia selalu menjaga kesehatan tubuhnya, lantas ia berdiri dan berjalan keluar dari kamar pribadinya. Tubuhnya benar-benar lemah tak bertenaga namun ia paksa untuk tetap berjalan. Saat hendak menutup pintu ia hampir saja terjatuh namun ditahan oleh Tije.
"Kenapa kau keluar? Kau harus banyak istirahat," ucap Tije sembari memegang tangan Kenzo.
"Saya tak apa-apa," balas Kenzo sembari membenarkan letak kemejanya yang berantakan.
"Keras kepala!" cibir Tije namun untungnya Kenzo tak mendengarnya.
"Lakukan kegiatanmu, saya akan pergi ke laboratorium," titah Kenzo.
"Mau di antar?" tawar Tije.
"Tidak perlu," jawab Kenzo lalu berjalan menjauh.
Kenzo terus berjalan, sampai akhirnya ia sudah berada di depan pintu masuk Laboratorium. Pintunya terbuat dari besi, dan pintu ini termasuk pintu elektronik. Jadi hanya dengan sidik jari dan pin pintu bisa terbuka, lantas dirinya menempelkan sidik jari ke tempatnya. Pintu terbuka, ia segera masuk ke dalam.
Sebelum benar-benar masuk ia memakai jas terlebih dan, tak lupa memakai masker dan sarung tangan. Ia mendekat ke arah Satya dan Vito yang tentang menumbuk sesuatu, di sini terdengar suara seperti sebuah oven yang sedang memanggang. Dirinya melihat Satya yang tengah mengutak-atik mikroskop yang terletak di atas meja.
"Untuk apa kau berada di sini? Kau belum sembuh dari sakit," ujar Vito.
"Saya tak selemah itu asal kau tau," balas Kenzo.
"Sebentar lagi obat ini akan selesai, tentu dari resep yang Dokter Edward berikan. Tadi Dokter Edward akan mengirimkan obat ke sini namun nunggu cuaca yang bagus untuk mendaratkan helikopter," ungkap Satya.
"Hm," dehem Kenzo.
"Kita sudah berhasil membuat pil obat pengganti makanan, kau mau mencobanya sekarang?" tanya Satya
"Berikan kepakau," suruh Kenzo.
Satya memberikan Kenzo pil obat, ukurannya persis seperti ukuran obat pada umumnya. Kenzo menatap sekilas obat berwarna putih itu, jumlah di tangannya memang satu namun Satya dan Vito membuat cukup banyak dan di taruh di tempat khusus.
Lantas dirinya membuka masker dan segera menelan obat itu dengan bantuan segelas air. Obatnya sudah ia telan, sangat pahit namun tak apa asalkan itu bisa mengganjal perutnya. Mereka mendengar suara bising-bising, mereka menduga ini adalah helikopter yang membawa Dokter Edward.
Segera mereka keluar, benar saja angin kencang akibat helikopter itu. Mereka menghampiri Dokter Edward yang sudah berada di bawah, dia tampak melihat markas ini dengan saksama. Kenzo menepuk pelan pundak Dokter itu, bicara pun tak berguna sebab suara bising mendominasi.
"Lebih baik kita masuk," saran Vito.
"Baik lah," balas Dokter Edward sembari membenarkan letak rambutnya yang berantakan.
Sesampainya di dalam mereka duduk di sofa, Kenzo duduk di sebelah dokter Edward sedangkan yang lainnya duduk di single sofa.
"Apa yang anda bawa dari rumah sakit?" tanya Kenzo langsung pada intinya sebab ia tak suka berasa basi.
"Sambutlah saya," ujar Dokter Edward seolah tak mendengar pertanyaan kenzo.
"Apa kabar dokter," sapa Satya.
"Baik, lebih baik lagi kalau kau tanya pertanyaan yang bermutu!" satu Dokter Edward.
Satya tersenyum masam, lantas ia pun melihat ke lain arah sebab merasa sedikit malu kepada dokter yang sudah berumur sekitar 35 tahun itu. Kenzo menatap tajam Dokter Edward yang berani-beraninya mengabaikan dirinya. Dokter Edward sendiri mencoba untuk bersikap tenang.
Kenzo menatap apa yang dialukan oleh pria berjas putih itu, dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah tabung kecil berwarna bening dan berjumlah sekitar 4 buah. Tabung-tabung itu di letakkan di atas meja, semua mata mengarah ke tabung itu dengan tatapan heran sekaligus aneh.
"Saya membawa berbagai macam jenis obat dan berbagai macam efek sampingnya," terang Dokter Edward.
"Yang ini." Dokter Edward mengangkat satu buah tabung ke udara. "Bisa membuat kamu tahan untuk tidak makan selama lebih dari 8 jam, tapi efeknya kau bisa pingsan tanpa tau tempat. Hal ini terjadi karena obat itu jam kerjanya sudah habis," jelas Dokter Edward.
"Jangan minum kalau yang itu," ujar Tije.
"Kenapa?" tanya Vito.
"Gila aja kalau Kenzo pingsan saat ngejalanin misi, apalagi di sana nanti ada Dexstar. Bisa malu kita," jawab Tije.
"Kau benar Tije," balas Dokter Edward.
"Sekarang yang ini." Dokter Edward mengambil tabung obat yang satunya. "Setiap 4 jam sekali kau harus meminumnya, efek sampingnya kau akan merasa cemas berlebihan dan ini wajar. Jika kau tahan dengan cemas ini maka kau akan bisa sampai sesak nafas, dan serangan panik," imbuh Dokter Edward.
Kenzo mengangguk pelan mendengar penjelasan Dokter Edward, ia percaya dengan apa yang dia katakan. Sebab Dokter Edward sendirilah yang membuat berbagai macam obat itu dan mengujinya langsung kepada manusia. Semua obat tentu memiliki efek samping, ia seperti seorang tetua yang penyakitan.
Kenyataan ia hanya tak bisa makan, namun mengapa obatnya berefek seperti ini? Ia bisa gila lama-lama. Apalagi jika ia sering pingsan sedangkan misi ini belum terlaksana, ia tak mau misi ini gagal hanya karena penyakit yang tak jelas asal-usulnya ini. Jika ia bertemu dengan Skay, ia tak akan melepaskan perempuan itu begitu saja!