Bab 3.
Aku menjelaskan dengan bersemangat.
Kalau sudah membahas masa depan, tidak ada kata malu dan pantang menyerah bagiku.
"Saya salut dengan prinsip dan pandangan hidup kamu. Jarang ada wanita seusiamu sudah dewasa cara berpikirnya," ucap mas Harry.
Wajahku bersemu merah, merasa tersanjung dengan pujiannya. Kalau seperti ini lelaki yang di jodohkan, pasti aku belajar menerima dan mencintainya. Dari tutur katanya kelihatan berwibawa dan bertanggung jawab. Sekarang gantian, aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Mas ... sudah pisah berapa lama dari istri," tanyaku hati-hati.
"Sudah lima tahun, sejak Rey anak yang besar sekolah SD. Hak asuh jatuh ke tangan saya, karena ibunya tidak becus mengurus anak," jawabnya.
Tidak terasa dua jam berlalu.
Mulai dari makan bersama, hingga memperkenalkan diri, dan bicara tentang kegiatan masing-masing. Di ketahuilah selisih usia kami beda lima tahun. Tapi mas Harry kelihatan masih muda seperti tidak berjarak dengan ku. Yang ku tahu pengusaha itu harus menjaga penampilan. Harus menarik, rapi serta berwibawa. Karena setiap hari bertemu klien dan karyawannya di kantor.
Hari mulai larut, udara terasa dingin.
Bintang di langit terlihat berkelip, seakan ikut menyaksikan kedekatan kami berdua.
Tak lama keluarga mas Harry pun berpamitan pulang. Mereka berjanji akan datang lagi untuk membahas tentang pernikahan kami.
Setelah perkenalan itu, aku dan Mas Harry saling bertukar nomor hape.
Di mulai dengan perhatian yang kecil membuat hubungan kami semakin akrab. Biasanya waktuku seharian habis di kampus, di sibukkan dengan urusan makalah dan skripsi. Tapi sekarang berbeda, aku lebih sering mengerjakan tugas kuliah di rumah.
Aku mulai belajar memasak, membantu Mama di dapur. Mengurus rumah.
Aku tak ingin mengecewakan kedua orangtua dan calon suamiku nanti.
*******
Satu bulan setelah perkenalan ....
Sekarang rasanya hati ini lebih bersemangat, untuk menyelesaikan kuliah. Sidang akhir telah selesai. Tinggal menunggu saat wisuda tiba. Hati ini terasa ringan menjalani hidup, seakan lepas satu beban di pundak.
Di tambah lagi setiap saat ada yang memberi ku semangat.
Seperti pagi ini, aku menunggu chat dari Mas Harry, walau hanya mengucapkan salam saja, tapi hati ini sudah bergetar rasa deg-degan di dada. Hati seakan di tumbuhi bunga asmara.
Aku jadi sering senyum sendiri membaca chatnya. Ku buka layar hape, ada notifikasi masuk di logo berwarna hijau, ada chat dari Mas Harry. Langsung ku buka tulisannya,
["Assalamualaikum, selamat pagi.
Jangan lupa salat Subuh ya Mey!"]
Kulihat dia online satu jam yang lalu.
Yang di tunggu sudah chat duluan, pikirku. Aku kan cewek, malu lah kalau mulai duluan. Lalu ku balas chatnya.
["Waalaikumsalam Mas Harry.
Iya sudah, terimakasih telah mengingatkan aku ya."]
Ehh, dia lagi online nih, kelihatan tulisan sedang mengetik, lagi membalas chat ku.
["Nanti sore sibuk tidak? saya hendak mengajak kamu jalan, biar lebih akrab."]
Kok tiba-tiba tenggorokan ini terasa kering ya, aku keluar menuju dapur untuk minum sambil duduk di kursi meja makan.
"Eh Mama sudah bangun? ngagetin saja deh," tegurku sambil meletakkan hape ke atas meja.
Derrt ... Derrt.
Hape ku bergetar, ku lihat chat dari Mas Harry masuk lagi. Mama melirik heran, tumben sepagi ini ada yang chat, pikirnya.
"Hmm ... pantesan, yang chat rupanya calon suami," ledek Mama.
"Iya Ma, Mas Harry ngajak ketemuan nanti sore," jelas ku.
"Pergilah Mey, Harry anaknya baik, tahu sopan santun terhadap orangtua. Mama yakin kamu pasti bisa membuka hati dan menyukainya," saran Mama.
"Iya Ma," ucapku. Lalu membalas chat dari Mas harry.
["Bisa Mas, jemputlah sore nanti!"]
Mas Harry membalas dengan senyum dan emoji hati yang banyak.
Membuatku senyum sendiri sambil memandangi isi chatnya.
Mama pun ikut tersenyum sambil berlalu. Melihat perubahan ini, orangtuaku merasa optimis kalau perjodohan ini akan berhasil sesuai rencana.
Aku sering bertanya dalam hati, kenapa lelaki sekeren Mas Harry bisa berpisah dari istrinya. Lelaki mapan, kaya, ganteng lagi, pastilah antri wanita cantik untuk memiliki hatinya.
Apalah aku ini, seorang gadis polos, banyak yang bilang cantik sih. Hee .. hee.
yang terlahir dari keluarga sederhana.
Orangtuaku hanya pengusaha kecil.
Sementara ku lihat respon dua anak dari Mas Harry, datar saja tidak ada ramah sama sekali.
Apa mereka tak suka melihat aku.
Nantilah ku bicarakan masalah ini dengan mas Harry, pikirku.
*******
Menjelang siang ...
Aku mendapat telepon dari pihak kampus, mengabarkan bahwa jadwal wisuda akan di gelar seminggu lagi. Alhamdulillah, semoga di lancarkan. doaku di hati.
Orangtua ku sangat senang mendengar kabar ini. Akhirnya tugasnya menyekolahkan anak berhasil sampai sarjana. Tapi bagaimana dengan biaya wisuda yang tidak sedikit ini.
Tabungan sudah terpakai, usaha Papa omzetnya sudah menurun drastis.
Semoga ada jalan ya Allah. Mataku nanar menatap langit kamar. Karena kelelahan berpikir, akhirnya aku pun tertidur.
Entah sudah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba terbangun karena hape bergetar tepat di sebelah telingaku. Terlihat di layar hape Mas Harry sedang memanggil. Aku maraih hape dan menekan ke atas tombol hijaunya.
["Assalamualaikum Mas Harry!"]
["Waalaikumsalam Mey!"]
["Siap-siap ya, satu jam lagi saya jemput ke rumah!"]
["Oh iya, di tunggu ya Mas!"]
Rasanya baru tertidur. Begitu di lirik ke dinding, sudah jam tiga sore saja.
Aku menarik handuk di belakang pintu, lalu bergegas menuju kamar mandi.
Setengah jam kemudian, aku sudah berpakaian rapi. Memakai gamis maroon, warna pavorite ku yang senada dengan kerudungnya, lalu berhias di depan cermin.
Rasanya sudah cukup cantik lah, tidak malu-maluin.
Tin ... tiin ... tiiin,
Terdengar suara klakson mobil di halaman rumah. Aku menyibak gorden jendela kamar.
Seorang lelaki keluar dari dalam mobil.
Sepertinya itu Mas Harry.
Aku membuka pintu depan, dan melihat dengan pandangan kagum.
Mas Harry begitu rapi memakai setelan kemeja berwarna maroon di padu dengan celana jins berwarna hitam.
"Wah ... kenapa bisa kompak warna pakaian kita?" ucap kami hampir bersamaan.
Aku menutup mulut sambil tersipu malu,
"Sudah siap kan? yuk kita berangkat!"
Aku menganggukkan kepala tanda setuju. Lalu memanggil Mama untuk berpamitan.
"Maa, Mey izin untuk keluar bersama mas Harry ya!"
"Izin juga untuk membawa Mey jalan-jalan ya tante!" ucap mas Harry hampir berbarengan.
"Iya, iya ... hati-hati di jalan, sebelum Magrib sudah sampai di rumah ya!" pesan Mama.
*******
Sore ini terasa beda, karena ada calon suami yang mengajak jalan.
Mas Harry membukakan pintu mobil, lalu aku masuk dan ia menutupnya kembali. Layaknya nyonya besar saja, di perlakukan seperti ini, batinku. Mas Harry sudah berada di dalam mobil kembali, duduk di samping ku.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Rasa gugup melanda hati ini.
Aroma parfum nya sangat lembut menusuk ke hidung. Aku mencuri pandang ke arahnya, daan kami pun saling beradu pandang.
Mas Harry mencairkan suasana dengan
Menghidupkan musik cd di mobilnya.
Alunan lagu mengalun lembut.
🎵Aku ingin menjadiii ... mimpi indah dalam tidurmu, aku ingin menjadiii ... sesuatu yang mungkin bisa kau rindu, karenaaa ... langkah merapuh tanpa dirimu, oh karena hati telah letihhh🎵
Lagu Dealova itu pavorite aku banget.
Sambil senyum-senyum kecil, aku bernyanyi mengikuti alunan musik nya.
Bersambung ....