Bab 7.
Ku ketuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Mama keluar membuka kan pintu. Lalu ku cium punggung tangannya. Setelah duduk sambil melepas sepatu, ku ceritakan pengalaman pertama bekerja di perusahaan sohibku Farah. Mama tersenyum bahagia mendengarnya. Akhirnya doanya di ijabah Allah. Bisa melihat aku wisuda dan bekerja. Lalu aku izin ke kamar untuk beristirahat.
Sambil rebahan di atas ranjang, jadi teringat dengan keinginan Mas Harry tadi, untuk mengajak anaknya jalan dengan ku, biar lebih akrab. Kalau membicarakan soal anak, meresahkan ya bund. He ... he.
Karena respon mereka tidak bersahabat denganku. Belum lagi kalau ketemu mantan istrinya, entah apalagi yang terjadi. Akan tetapi harus ku coba untuk mendekatkan diri. Aku tak mau mengecewakan orangtua dan Mas Harry juga, karena telah banyak membantu keluarga kami. Tak ada salahnya bila mencoba, semoga anak-anak membuka hatinya untukku.
Habis Magrib Mama mengetuk pintu kamarku. Beliau mengajak makan bersama di ruang makan. Ku jelaskan kalau malam ini aku ada janji makan di luar bersama Mas Harry dan anak-anak. Mama tersenyum menatap wajahku. Akhirnya ia tahu kalau aku sudah bisa membuka hati untuk perjodohan ini. Orangtua tak akan pernah salah pilih untuk anaknya, pasti lah di cari kan pasangan yang tepat untuk masa depan anak tersebut. Aku pun bersiap-siap, sambil mematutkan diri di depan cermin. Ku pilih gaun malam yang senada dengan hijabnya. Sentuhan make-up yang tipis. Dan tak lupa menyemprotkan sedikit parfum ke tubuh.
Tepat pukul delapan malam, Mas Harry menjemputku. Setelah berpamitan pada kedua orangtua, kami pun berangkat menuju alun-alun kota. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Seperti biasa musik romantis mengalun merdu di telinga. Entah kenapa bila mencium aroma parfumnya terasa rileks seperti ada aroma terapi gitu. Terlihat anak-anak sedang asik memainkan gadgetnya.
*******
Setengah jam kemudian sampailah di Cafe, tempat biasa kami singgahi. Kami memilih tempat duduk yang mengarah ke taman, biar anak-anak leluasa untuk bermain. Lalu memesan menu pavorite, sambil menunggu, kami pun berbincang ringan. Kelihatan anak-anak ini sopan dan Patuh pada papanya. Entah kalau dengan aku ya. Sambil mengakrabkan diri, aku coba menyapa dan bertanya tentang sekolah, hobi dan kesukaan mereka. Awalnya jawaban mereka jutek abis. Lalu ku coba lebih sabar lagi.
Mona gadis kecil ini terlihat malu-malu di ajak bicara. Sedangkan abangnya si Rey ini, matanya tak lepas dari gadget saat di ajak berbicara. Setelah ku nasihati barulah ia meletakkan gadgetnya di atas meja. Tak apalah belajar untuk menjadi ibu sambung, harus bisa menaklukan hati anak juga. Sedang papanya saja sudah lebih dulu jatuh hati padaku. Stel pede aja lah. Terlihat Mas Harry sibuk membalas chat di hapenya. Kadang mimik mukanya terlihat kesal gitu.
Tak lama pesanan pun datang. Aku menata hidangan tersebut satu persatu sesuai pesanan mereka. Sebelum makan, aku meminta Rey untuk membaca doa dengan suara pelan. Awalnya ia diam tak bersuara. Lalu menatap wajahku. Ku anggukkan kepala memberi kode, barulah ia membuka suara, mulai membaca doa dengan pelan. Mas Harry tersenyum ke arahku sambil mengerlingkan mata. Aih ... liat senyumnya, serasa meleleh tapi bukan ice cream.
*******
Selesai makan, kami menghabiskan waktu berbincang di taman. Aku menyapu pandangan ke sekeliling taman ini. Cafe plus taman ini memang cocok untuk pengunjung yang membawa keluarga. Ku lihat Anak-anak mulai asik bermain game di gadgetnya.
Mas Harry membuka suara,
"Mey, maafin sikap anak-anak ya, mereka butuh waktu untuk mengenalmu. Saya harap kamu sabar menghadapi mereka," ucap Mas Harry.
"Mereka hanya boleh bermain gadget, saat week end saja. Selebihnya anak-anak sibuk dengan tugas belajar online dan les private di rumah. Gadgetnya saya simpan," jelasnya.
"Tak apa, saya ngerti kok Mas! Anak-anak pasti bisa menilai mana yang tulus atau enggak," ucapku lirih.
"Oh iya, tadi pagi ada kejadian lucu lo Mas! Istri manajerku itu, datang ke kantor sambil marah-marah," jelasku.
"Kok bisa?" tanya Mas Harry sambil mengernyitkan dahinya.
Ku ceritakan lah secara detail kenapa istri bos itu datang, dan pesannya kepadaku.
Gayanya sosialita tapi tak punya etika. Mana ada lelaki yang nyaman berada di dekat wanita seperti itu. Mas Harry pun tertegun mendengar penuturanku.
"Siapa nama manajer kamu, Mey?"
"Pak Angga Wijaya, Mas!"
"Sepertinya pernah dengar nama itu," ucap Mas Harry sambil memikirkan sesuatu.
Mas Harry balik nanya, siapa nama istri Pak Angga. Ku sebutkan lah namanya. Dan ia pun tercengang. Melihat reaksinya aku pun menjadi bingung. Ia mengeluarkan hape dan membuka medsosnya. Kemudian mencari satu nama, lalu menunjukan kepadaku foto yang ada di profil medsos itu. Terlihat foto seorang wanita yang mirip dengan istri Pak Angga. Aku membaca namanya, benar sama nama dan orangnya.
"Emangnya siapa dia, Mas?" tanyaku penasaran.
"Mey!" Mas Harry mengenggam tanganku.
"Nanti kamu tau sendiri jawabannya,"
Ia berkata dengan lembut.
Lelaki tampan, kaya, lembut tutur katanya, baik hati lagi, masih bisa juga di tinggal istri, batinku. Aku menatap lekat matanya, seolah masih menyiratkan luka lama. Ku lirik arloji di tangan ini, sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam. Langsung saja ku ajak Mas Harry dan anak-anak untuk pulang. Tapi aku penasaran juga dengan pernyataan Mas Harry tadi. Biar lah akan ku cari tahu sendiri jawabannya.
*******
Tak terasa sudah tiga bulan aku bekerja di kantor. Setiap rapat, atau meeting aku selalu di ikut serta kan. Banyak ilmu yang di dapat, karena dengan sabar Pak Angga alias si bos ini mengajarkan semua yang tidak aku ketahui. Tetapi ada yang aneh, biasanya istri si bos sering datang tanpa di undang. Sekarang sudah jarang kelihatan. Apa mungkin mereka lagi gencatan senjata alias bertengkar?
Ahh ... masa bodoh juga, yang penting tak ku lihat lagi wajah wanita yang ngeselin itu. Setiap bertemu klien, mereka menyangka aku ini istri si bos. Karena istri si bos, sempat bekerja sebentar menjadi sekretaris di kantor ini. Aku tahu ceritanya dari Farah alias anak pemilik perusahaan ini.
Istri si bos di pecat oleh direktur perusahaan, karena mencampur adukkan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Banyak klien yang membatalkan kerja sama, berakibat meruginya perusahaan. Yang lebih lucu lagi saat aku dan Pak Angga bertemu klien, mereka ingin melanjutkan kerjasama.
Mereka mengira aku ini istri baru dari si bos. Yaa salam ... apa wajah dan penampilanku sudah berkelas, sehingga pantas untuk di sandingkan setara istri bos. Hmm ... doain ya pembaca, jadi istrinya bos. Iya, istrinya Pak bos Harry Kusuma, nama panjang calon suamiku. Hee ... heee.
Bersambung ....