Bab 10.
Menjelang pagi udara terasa dingin sekali, karena sepanjang malam hujan terus menerus. Selesai mandi dan salat Subuh, aku tak langsung memakai pakaian kerja. Ku buka hape, ternyata banyak status teman, ada yang rumahnya hancur di terjang banjir tadi malam. Belum pernah terjadi selama ini, Jalanan kota semua tergenang banjir, karena air naik menjelang subuh.
Dan ada berita yang lebih menyedihkan, seorang gadis meninggal tadi malam. Ia pulang kerja menerobos jembatan yang sudah tergenang banjir. Ia dan sepeda motornya pun hanyut terseret arus banjir. Pagi hari baru di temukan mayatnya sekitar lima meter dari jembatan yang di lalui nya.
Aku keluar dari kamar menuju ruang keluarga, untuk menghidupkan tivi. Belum puas rasanya melihat berita dari hape.
"Tumben belum pakai baju kerja?" sapa Mama saat keluar dari dapur.
"Iya Ma, Mey mau lihat berita dulu. Kawasan mana saja yang terkena banjir," jawabku.
Dan ternyata hampir seluruh jalan kota tergenang banjir. Sudah banyak warga yang mengungsi ke tempat yang telah di sediakan. Aku beranjak ke ruang makan untuk sarapan.
Derrt ... derrt
Hapeku bergetar. Langsung ku buka layar hape, tertulis Farah sedang memanggil.
["Assalamualaikum ... tumben Far, telfon aku pagi-pagi?"]
["Wa'alaikumsalam ... Mey, belum berangkat kerja kan? Soalnya aku sudah terjebak banjir nih. Jalan menuju kantor kita, tak bisa di lewati. Sepeda motorku hampir mogok. Tak ada lagi jalan alternatif, terpaksa lah putar arah lagi menuju jalan pulang. Aku dapat info kalau hari ini kantor di libur kan ya!"]
["Oh oke, aku belum berangkat nih. Makasih infonya ya Farah."]
Aku pun mengakhiri percakapan di telfon.
Oh iya, aku telfon Mas Harry deh, siapa tau beliau terjebak banjir juga. Dan ternyata sama, kantornya pun di libur kan. Luar biasa dampak banjir pagi ini. Untungnya jalan menuju rumah sakit masih bisa di lalui kata Mas Harry. Beliau dan papanya pagi ini akan mengurus mamanya yang hendak operasi usus buntu. Aku berjanji nanti sore akan datang lagi untuk menjenguk Bu Mentari. Selesai berkabar, aku pun melanjutkan sarapan yang tertunda.
*******
Selesai sarapan ku lihat Papa duduk di teras sambil membuka hapenya. Lalu ke dekati dan bertanya.
"Pa, tak buka toko ya, apa kena banjir juga daerah sana?" tanyaku.
"Iya, hampir seluruh daerah kota terjebak banjir," jawabnya.
"Mey, ntar sore kita jenguk Bu Mentari ya!" ucap Papa.
"Iya, Pa! Moga di lancarkan operasinya. Soalnya semakin dekat waktunya untuk acara pernikahan. Aku khawatir Pa, karena undangan sebagian sudah di sebar. Sedang kan Bu Mentari sedang sakit," jelasku.
"Kita doa kan saja, semoga Bu Mentari lekas sembuh, sehat, dan pulih kembali. Aaminn," ucap kami serentak.
"Hey, sedang bahas apa nih?" sapa Mama ikutan nimbrung, sambil membawakan cemilan. Sedang kan Kiki adikku, jam segini sudah sibuk belajar online di kamarnya.
"Mey sedikit cemas Ma, liat situasi ini."
"Kan sudah Mama bilang, semakin mendekati hari pernikahan, cobaan pun datang. Hanya doa lah yang bisa membuat hati tenang," ucap Mama.
Kami pun membahas persiapan acara pengajian dan siraman di rumah ini. Aku ingin ruang tamu di dekorasi, biar indah dan penuh makna. Sedangkan untuk makanan, kami panggil tukang masak yang sudah berpengalaman. Ada kenalan Mama yang punya usaha ketering spesial untuk pesta. Lalu baju seragam keluarga untuk pengajian sudah kami tentukan bahan dan modelnya. Untuk acara ini kami hanya mengundang keluarga inti kedua belah pihak saja. Akan di undang seluruhnya saat acara akad nikah dan resepsi berlangsung.
******
Sore pun tiba ...
Dengan menumpang taksi online, kami pun sekeluarga pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Bu Mentari. Sebelumnya sudah ku beri kabar ke Mas Harry, bahwa akan datang menjenguk. Setengah jam kemudian kami pun telah sampai di depan gedung berlantai lima yang bertuliskan rumah sakit "Pertama Ibu." Setelah membayar ongkos taksi, kami pun masuk ke lift menuju lantai tiga. Ternyata Bu Mentari sudah di pindahkan ke kamar perawatan, ruangannya saja yang beda.
Seperti biasa Mas Harry sudah menunggu di kursi tamu di depan pintu kamar. Beliau lalu menyalami kedua orangtuaku.
Kami bergantian masuk untuk menjenguk, karena hanya dua orang di perbolehkan masuk. Aku menunggu di luar bersama Mas Harry.
"Mey, Mas kangen nih, baru dua hari tak menjemput kamu, rasanya ada yang kurang gitu dalam hidup," kelakar Mas Harry.
"Heleeh, dasar bucin deh. Sempat-sempatnya ngegombal, mana di rumah sakit lagi," ledekku tersipu malu.
"Mas serius lo, bucin sama calon istri kan tak ada larangannya, jadi boleh dong," kelakarnya.
Aihhh, hatiku bagai di penuhi bunga-bunga, tapi bukan taman. Hii ... hii.
Tak lama orangtuaku keluar dari kamar pasien, sekarang giliran aku dan Mas Harry yang masuk. Terlihat Bu Mentari sedang meraih minum di atas nakas. Sambil mengucapkan salam, ku bantu beliau untuk mengambilkan minumnya.
"Mey, syukurlah kamu sudah datang," ucapnya.
"Bagaimana kondisi Ibu sekarang?" tanyaku.
"Alhamdulillah, tadi siang sudah buang angin. Sudah boleh minum, soalnya kan sebelum operasi di wajibkan puasa. Ibu sangat haus, hampir lupa kalau harus menunggu buang angin dulu. Andai tadi lupa, akan fatal akibatnya. Bakalan pendarahan, karena bekas jahitan bisa pecah dan robek, di buat angin yang bersarang di perut ini," Jelasnya panjang lebar.
"Ibu makan ya, biar saya suapi," pintaku sambil melirik bubur di atas piring yang masih utuh.
Bu Mentari menganggukkan kepala. Aku pun mulai menyuapkannya. Sekali-kali terdengar suara rintihannya sambil memegangi perut yang bekas di jahit.
Tiba-tiba terdengar suara berisik dari luar pintu. Dan kreek ... terlihat seorang wanita seksi berambut pirang membuka pintu, lalu masuk menghampiri kami. Tampak seorang perawat berdiri di belakangnya.
"Maaf Pak, Ibu ini memaksa ingin masuk. Sudah saya katakan gantian, nunggu giliran dulu. Tapi beliau memaksa," ucap perawat itu dengan wajah kesal.
Mas Harry langsung memandang ke arah wanita tersebut. Ternyata Bu Arini, mantan istrinya yang membuat kegaduhan di depan pintu kamar ini. Mas Harry lalu menarik tangan wanita itu, ke belakang pintu, sambil berbicara pelan. Entah apa yang mereka bicara kan. Bu Mentari sudah selesai makan, walaupun tak habis. Kemudian perawat itu membereskan sisa makanan dan membawanya keluar.
Mamanya Mas Harry sudah malas berbicara dengan mantan menantunya itu. Kalau tak ada anak darinya mungkin sudah di usir dan di maki habis olehnya. Bagaimana hendak langgeng berumah tangga, sikapnya saja tak punya etika. Main nyelonong saja masuk ke ruang perawatan. Tak patut di contoh sebagai seorang ibu.
Bersambung ....