Bab 16.
Setelah lelah seharian di acara aqiqahan bayi mungil nan cantik ini, aku dan Mas Harry langsung naik ke lantai atas menuju kamar untuk beristirahat. Sedang orangtua dan mertuaku sudah pulang ke rumah masing-masing. Tertinggal hanya asisten rumah tangga dan security yang tengah sibuk membersihkan ruang tamu.
Sengaja membuat acara hanya sampai sore, sebelum Magrib sudah selesai, agar bayi mungil kami bisa beristirahat nyaman. Tidak ingin di ganggu dengan suara bising tamu undangan.
Wajah Zahrana, bayi mungilku sangat lucu, sedang menggeliat saat ku letakkan di dalam box tempat tidurnya. Benar-benar sangat menggemaskan, Mas Harry yang berdiri di belakangku langsung menowel pipinya. Aku mendelikkan mata, tanda jangan buat bayiku menangis.
Bukannya mengerti, malah di cubit benaran pipi anaknya. Tiba-tiba "hatsyiiii" Zahrana bersin sambil menyemburkan air liur ke wajah Mas Harry. "Haa ... haaa, rasain!" Aku tertawa terpingkal-pingkal.
"Sayang ... kok Papanya di sembur sih, lihat nih wajah Papa belepotan air liur!" protes suamiku.
"Itu tandanya Zahrana sayang sama Papa," ledekku.
"Sayang sih sayang, tapi gak gini juga kalee!" Mas Harry bicara seperti anak gaul gitu.
"Untung Papa sayang Zahrana," pujinya.
"Kalau gak ... !"
"Kalau gak ... kenapa, Mas?" tanyaku.
"Kalau gak, udah Papa cubit pipinya sampai nangis Bombay," sahut Mas Harry dengan wajah kocaknya.
Ada-ada saja, seolah mengerti bayi mungilku tersenyum, membulatkan mata melihat ke arah papanya. Ia mulai memainkan air liur yang kata orangtua dulu, bisa membuat rambut ibunya rontok atau gugur.
Memang benar sih, belakangan ini rambutku mulai menipis. Kalau di sisir banyak sekali rambut berjatuhan dan tersangkut di sisir. Nanti ku beli sampo khusus untuk rambut rontok, sekalian membeli minyak telon bayi yang sudah hampir habis.
Aku terlebih dahulu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah selesai baru bergantian dengan Mas Harry. Sungguh pandai suami ini mengasuh anak, tak ada canggung lagi, mungkin karena sudah punya dua anak sebelumnya, pikirku. Zahrana tenang di gendong oleh papanya, sesekali terdengar suara celotehan kecil dari mulut bayi mungilku. Sangat menggemaskan sekali.
********
Azan Magrib sudah berkumandang, biasanya kami salat berjamaah berdua. Tapi sekarang salatnya bergantian saja. Takut meninggalkan Zahrana di box bayi sendirian. Pamali katanya, nanti ada yang mengganggu bayi tersebut, secara tak kasat mata. Kalau aku sih percaya sama Allah saja, tapi alam ghaib itu memang ada.
Kemarin aku di sarankan untuk memakaikan tangkal ke tubuh Zahrana, tapi Mas Harry menolaknya. Takut jatuhnya jadi sirik, bila percaya dengan benda. Kami mengaji setelah habis Magrib, membunyikan di telinga bayi mungilku. Ia terdiam sambil mengerjabkan matanya seolah mengerti dengan bacaan kami.
Mas Harry rebahan di pinggir ranjang tempat tidur sambil memainkan hapenya, sedangkan aku menyusui Zahrana yang mulai rewel karena mengantuk. Awalnya aku kesulitan untuk menyusui bayi mungil ini, karena air susu belum lancar, perih terasa di bagian puting saat Zahrana menghisapnya.
Kemarin sempat tiga hari matanya kuning, perih itu membuatku takut menyusuinya. Saat ia tersedak, keluar darah sedikit dari mulutnya, karena khawatir, kami bawa langsung ke klinik terdekat. Ternyata penyebabnya karena puti** itu berdarah, lengket di langit-langit lidahnya, makanya ia mengeluarkan air liur berwarna merah.
Sekarang aku mulai mengerti cara menyusui yang baik, Mas Harry juga ikut mengajarkan
cara yang benar, menyusui di usahakan sambil duduk, bila sambil tiduran takutnya tanpa di sadari saat ibunya tertidur, air susu bisa menetes masuk ke telinga bayi.
Itu bisa menyebabkan tuli karena gendang telinga tertutup air susu. Dan menimbulkan perih serta bau busuk. Makanya harus hati-hati benar kalau menyusui bayi sambil tiduran.
Mas Harry dengan sabar membimbingku, mengajarkan yang ia tau kalau aku bertanya sesuatu hal tentang cara mengasuh bayi. Ada untungnya juga menikah dengan duda punya anak dua, meskipun ia sibuk bekerja di siang hari, kalau sudah pulang ke rumah, melihat aku dan Zahrana, lelahnya langsung hilang seketika.
Sepertinya efek terlalu lama menduda, begitu menikah lagi hidupnya langsung bergairah dan penuh warna.
Kedua anak tiriku pun sikapnya berubah drastis yang tadinya pemurung dan suka menyendiri di kamar, sekarang menjadi periang dan suka berkumpul di ruang keluarga atau ruang makan.
Mereka sangat sayang dengan Zahrana, sering menjaga adiknya saat aku sibuk membantu Mbok Nah di dapur untuk menyiapkan makanan. Kamar mereka ada di lantai bawah.
Semenjak aku menikah dengan Mas Harry, kamar Mona gadis kecilnya pindah di lantai atas di sebelah kamar kami. Sedangkan kamar si abang Rey tetap di lantai bawah, bersebelahan dengan kamar Mbok Nah.
Security tetap tidur di pos jaga, sudah di sediakan kamar kecil untuknya, sengaja kamarnya bersebelahan dengan pos jaga, jadi bila kami pulang dari bepergian atau ada tamu, tak jauh lagi untuk membukakan pintu pagarnya.
********
Malam ini, si gadis kecil Mona ingin tidur bersama kami, tumben tak seperti biasanya. Alasannya takut tidur di kamar sendirian. Biasanya Mbok Nah yang menemaninya. Tapi kali ini ia ingin bersama kami, datang manjanya. Sepertinya ingin kelonan juga dengan dedek bayi ini.
Kalau malam Zahrana tidurnya bersamaku, hanya siang hari saja di letakkan ke box bayinya. Kalau tidurnya di sebelahku gampang menyusui bila terbangun di malam hari.
Entah kenapa mataku enggan terpejam, padahal sudah mengantuk. Bayi mungil ini sudah dari tadi tertidur pulas. Mas Harry mengalah, ia tidur di kursi sofa di sebelah ranjang, karena ada Mona di sampingku.
Terdengar suara berisik-berisik di lantai bawah, sepertinya di depan pintu masuk. Aku tajamkan pendengaran ini. Setauku hanya satu security yang menjaga pos setiap hari, tapi kenapa suara berisik di lantai bawah terdengar lebih dari seorang.
Ku lirik Mas Harry yang sedang tertidur pulas di sofa, niatnya ingin memutar kamera cctv yang terletak di kamar ini, tapi tiba-tiba takut melanda jiwa. Ya Allah, bajuku mulai basah oleh keringat padahal di kamar ini suhunya lumayan sejuk.
Lebih baik aku bangunkan saja Mas Harry, agar menghidupkan kamera cctv ingin tau tentang suara berisik tadi. Ku guncang halus tubuhnya agar tak kaget, sejurus kemudian ia terbangun, dan bingung menatap wajahku yang cemas ini.
Setelah ku ceritakan, Mas Harry beringsut dari sofa untuk menghidupkan kamera cctv. Layar LCD 32 inci itu mulai menyala, dan menunjukan video yang mengagetkan.
Terlihat di kamera ada tiga orang lelaki memakai masker dan penutup kepala, mereka sedang mengikat security di pos jaga. Ia meronta, tapi kepala belakangnya langsung di pukul oleh salah satu lelaki berjaket hitam, aku ketakutan melihat video itu.
"Bagaimana ini Mas?" tanyaku sambil gemetaran.
"Tenang, ya, Sayang!" Mas Harry menggenggam tanganku yang mulai dingin.
"Aku telfon ketua RT lingkungan sini dulu, untuk mengumpulkan security komplek, agar mengepung maling yang masih di halaman rumah kita," ucapnya menenangkanku.
Tak lama kemudian telfon tersambung, ku lirik jam di dinding menunjukan pukul tiga dini hari. Alhamdulillah telfon Mas Harry di angkat juga, terdengar suara dari sebrang telfon mengucapkan halo.
Mas Harry menceritakan semuanya pada ketua RT, sejurus kemudian beliau menelfon security komplek dan keluar dari rumahnya untuk mengumpulkan warga yang sedang berada di pos ronda. Sementara maling yang berjumlah tiga orang sedang berusaha membuka pintu depan rumah, tapi belum berhasil.
Aku melarang Mas Harry untuk turun ke lantai bawah, takut terjadi sesuatu hal yang membuat ia celaka. Ya Allah, cepat lah warga datang dan memergoki maling di depan rumah ini, doaku di hati.
Pantasan si kecil Mona tumben tak mau tidur di kamarnya malam ini, kadang firasat anak kecil cukup peka juga. Kami masih mengawasi dari kamera cctv, oh iya sampai lupa, aku suruh Mas Harry menghidupkan alarm rumah bila ada situasi gawat darurat. Tapi tombolnya di bawah tangga harus keluar kamar lebih dulu.
Bersambung ....