Bab 15
Jadi raja dan ratu sehari itu sangat melelahkan sekali, tapi bahagianya tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Hanya bisa berucap syukur tiada henti di hati ini. Ternyata doaku sepanjang malam di dengar dan di ijabah oleh Allah. Orangtuaku tak kalah bahagia menyaksikan aku bersanding di pelaminan. Acaranya yang begitu mewah, merupakan impian semua orang, dan itu telah menjadi kenyataan di depan mereka.
Bermenantukan seorang pengusaha muda, walau duda tak masalah, yang penting sayang anak, istri dan keluarga. Kebanyakan orang menikah karena di jodohkan pasti endingnya tak bahagia, tapi aku berharap sekali ucapan itu tak terbukti untukku. Orangtua tak akan salah memilihkan jodoh untuk anaknya. Biar pun kemarin berawal dari urusan hutang piutang, seiring berjalannya waktu, rasa cinta dan sayang itu tumbuh dengan sendirinya dengan perlakuan dan sikap Mas Harry yang baik dan sopan.
Mas Harry membuyarkan lamunanku, ia mendekat hendak menggendongku lagi, mentang kuat dan aku mungil, jadi ketagihan deh. Aku langsung menghindar dan berlari kecil di belakang tubuhnya.
"Sudah ahhh ... kita bersihkan tubuh dulu dan berganti pakaian," ucapku sambil berjalan menuju kamar mandi.
"Mau Mas temani gak?" goda Mas Harry.
"Malu tauuu," jeritku sambil mencebikkan bibir ke suami. Ceileeee ... udah sah manggil suami ini.
Lima belas menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi, dengan memakai baju piama. Rambut ku biarkan panjang tergerai.
"Sayang ...? Mas Harry hendak memelukku dari belakang.
"Eitttt ... aku sudah berwuduk. Cepat ganti pakaian,Mas! Kita salat Isya berjamaah."
"Oh-iya," Mas Harry menepuk jidat nya sambil tersenyum manyun.
Sekarang aku sudah tak sendiri lagi, sudah punya imam yang akan membimbing dan melindungiku. Selesai salat, baru terasa tenang. Lelah hati dan pikiran selama beberapa bulan belakangan ini, sudah terbayarkan. Kini aku sudah menjadi seorang istri, dan mendapat sebutan nyonya Harry Irawan.
Aku raih ponsel di atas meja, begitu di aktifkan. Alhamdulillah, banyak ucapan selamat berbahagia, di grup keluarga, grup teman sekolah dan grup teman kerja. Sambil senyum-senyum membaca chatingan teman, tiba-tiba suami meraih ponselku.
"Istirahatlah, Sayang! Mas gak mau lo, di cuekin. Besok lagi main hapenya."
Aku tersenyum, sambil mematikan hape. Lalu naik ke atas ranjang, duduk ber sisian dengan Mas Harry.
"Sayang ... tangan kamu kok dingin?" tanya suami.
"Oh-eh, gak papa Mas, mungkin efek suhu ac nya yang sejuk kali," ucapku gugup.
"Ya sudah, kalau kamu belum siap, Mas gak maksa kok. Kita istirahat saja." Ia mengecup lembut keningku. Sambil tersenyum malu, aku menarik selimut. Tak lama kemudian, kami pun terlelap.
********
Aku tersentak dari tidur, udara terasa dingin sekali. Ternyata cuaca di luar sedang hujan. Ku cari remot ac untuk menurunkan suhunya. Tanpa terasa, sentuhan hangat menyusup di balik selimut, tangan suamiku mulai nakal. Aku menggeliat, sentuhan itu membangkitkan gairah kewanitaan. Jantung mulai berdegup kencang, wajah pun bersemu merah, saat mata kami saling bertatapan.
Semuanya mengalir begitu saja. Baru pertama kali di sentuh lelaki, rasanya gugup luar biasa. Suamiku melakukannya dengan lembut dan penuh cinta. Nafas saling memburu seiring irama tubuh, dan kami pun mencapai puncak kenikmatan. Gugup pun hilang, tergantikan dengan rasa perih di organ intim.
"Mas, ini tidak apa-apa ya," tanyaku dengan polosnya, sambil menunjuk bercak merah di seprei.
"Tak apa, Sayang! Itu darah perawan, tandanya kamu masih virgin saat menikah dengan Mas." Lagi-lagi aku tersipu malu.
Aku pun beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Aku tak pakai pengaman, karena niatnya langsung punya anak. Orangtua sudah ingin menimang cucu. Agar ramai rumahnya, tak sepi seperti sekarang ini. Setelah membersihkan tubuh. Aku turun ke lantai bawah, menuju dapur untuk membuat teh hangat. Hujan di luar, membuat udara semakin dingin. Ku bawa dua cangkir teh hangat menuju kamar. Cuti kerja tersisa tiga hari lagi. Kami akan menghabiskan waktu libur, untuk bulan madu ke villa di daerah puncak. Semua sudah di persiapkan suamiku. Hanya mampu bersyukur merasakan kebahagiaan ini.
Setelah menghabiskan teh hangat, kami mengambil air wuduk. Kemudian salat subuh berjamaah. Selesai berdoa, aku mencium punggung tangan suami, lalu ia membalasnya dengan mengusap kepala dan mencium lembut pipi ini. Aku rebahan lagi di atas ranjang, sambil menghidupkan ponsel. Ingin membalas semua ucapan selamat yang di kirim oleh saudara, teman dan sahabat.
"Wih ... yang selebgram ini, banyak sekali fans nya," ledek Mas Harry, saat melihatku senyum sendiri sambil memainkan hape.
"Saudara dan sahabat yang baik hati, itu juga rezeki dari Allah kan, Mas," ucapku.
"Iya-benar, Sayang. Rezeki itu bukan saja berupa materi. Karena kalau kita berbuat baik atau buruk, pasti ada balasannya. Sesuai dengan apa yang kita perbuat."
********
Setelah menikah, aku mengundurkan diri dari kantor orangtuanya Farah. Suami mengabulkan keinginanku untuk membuka usaha butik. Beliau senang dengan penampilanku yang modis. Ia sering melihat aku, suka corat-coret di kertas, melukis gaun atau baju. Cocoklah jadi pengusaha butik. Sedangkan Mama dan ibu mertua di berikan usaha kuliner, membuka rumah makan minang. Di kelola secara bersama. Mereka pintar memasak, biar tersalurkan bakatnya. Begitulah cara suamiku membahagiakan orang-orang terkasihnya.
Dua bulan kemudian, aku di nyatakan positif hamil. Tubuh rasanya lemah tak berdaya, merasakan ngidam sampai beberapa bulan. Suamiku pun semakin memanjakan aku. Yang anehnya kedua anak tiriku pun sangat menantikan kehadiran adik barunya. Padahal sebelum menikah, sikap mereka tak acuh padaku. Tapi aku tetap sayang dan perhatian pada mereka berdua. Sekarang kami tinggal satu rumah, itu kemauan anak-anak sendiri. Semangat hidup mereka kembali lagi. Dulu mereka sering menyendiri, dan menutup diri. Akibat perceraian orangtua, mereka kehilangan kasih sayang.
Sejak kehadiranku di rumah ini, suasana menjadi kekeluargaan, terasa hangat kembali. Bunda ... ya, mereka memanggilku dengan sebutan itu. Semua kebutuhan rumah dan sekolahnya, aku urus sendiri. Sebutan ibu tiri yang kejam, tak terbukti di hidup mereka. Melihat kenyataan ini, mantan istri Mas Harry, masih belum menyerah untuk menghasut anak-anak agar membenciku.
********
Sembilan bulan kemudian, aku merasakan mulas yang teramat sangat. Karena fisikku sehat, mampu melahirkan secara normal. Lalu lahirlah seorang bayi perempuan yang mungil, menggemaskan. Kedua keluarga menyambut dengan sujud syukur. Dari mulai masuk rumah sakit, hingga melahirkan, suamiku terus mendampingi. Ia mengabadikan momen itu lewat kameranya. Anak-anak saling berebut, ingin mencium pipi lembut bayiku yang gemoy.
Saat acara akikahan tiba, kami sepakat memberi nama untuk bayi mungil ini *Zahrana Bilqis* yang artinya *bunga yang cantik.* Rona bahagia terpancar di wajah orangtua dan keluarga besar kami. Semua bahagia menyambut kehadiran bayi mungilku. Tak terkecuali Pak Angga dan Bu Arini, mereka ikut mengucapkan selamat berbahagia pada kami berdua. Ternyata mereka baru sadar, bahwa harta dan tahta tak bisa menjamin kebahagiaan.
Sepanjang acara Bu Arini terlihat banyak diam, sesekali mencuri pandang ke arah kami. Aku tau dari Mama, karena ia memperhatikan gerak-gerik mantan Mas Harry. Sementara Pak Angga banyak bertemu dengan kolega bisnisnya di acara kami, jadi kurang menghiraukan istrinya. Menurut suamiku, Pak Angga sedang berusaha memperbaiki rumahtangganya yang hampir hancur, karena keegoisan mereka berdua.
Aku dan suami telah memaafkan kesalahannya. Karena Bu Arini adalah ibu kandung dari anak tiri ku, tak akan tergantikan. Aku hanya ibu sambung yang akan melengkapi kebahagiaan mereka. Kami pun terharu menyaksikan mereka berdamai, dan ingin memperbaiki diri. Mas Harry merengkuh bahuku lalu memeluk tubuh ini dengan erat.
"Terima kasih telah mencintaiku, Mas!" ucapku lirih. Tak terasa air mata kebahagiaan, mengalir membasahi hijab yang ku pakai.
"Sama-sama honey, aku juga terima kasih, sudah di hargai dan di perlakukan layaknya seorang kekasih dan suami untuk kamu," ucapnya lirih di telingaku.
Setelah acara selesai, kami pun masuk ke kamar bersama bayi mungil ini, ingin beristirahat dan sebentar lagi membersihkan diri. Juga bayi mungil ini, ia pasti lelah seharian di gendongan. Jadi saatnya untuk meluruskan pinggang melepaskan penat dan lelah hati.
Bersambung ....