Setelah puas dengan leher jenjang itu, kini Smith menyusuri bibir merah muda Adeline yang tampak mulai sangat menggodanya.
Hingga bibir mereka bertemu dan Smith pun mengangkat tubuh istrinya itu pindah ke ranjang.
Ciuman yang di layangkan kini turun lebih rendah, hingga membuat baju istrinya lepas dari tubuh mulus itu. Entah kapan waktu tepatnya, keduanya berhasil menyatukan diri. Terdengar suara rengekan Adeline ketika suaminya menembus pertahanan nya.
Mereka melakukan nya untuk pertama kali setelah Smith akhirnya melayangkan semua tipu daya nya itu.
Bulir air mata di ujung mata Adeline memperlihatkan betapa ia bangga menjaga kegadisannya selama ini. Namun walau dengan perasaan yang masih ia genggam ragu itu tampak Smith sangat menikmati juga, kemudianmengecup kening istrinya begitu ia menyelesaikan permainan.
Ini kali pertama mereka melakukan hubungan suami istri, durasi tidak terlalu masalah bagi Adeline karena ia tidak pernah melakukan sebelumnya.
Hari-hari berlanjut, pagi siang bahkan sore ketika Smith pulang maupun sedang berada di rumah. Adeline biasanya lebih manja, ia bahkan senang melihat tabloid ibu dan anak. Ia berpikir untuk segera memiliki bayi, lagi pula apa yang tidak mereka memiliki mereka sudah siap secara finansial.
Setiap melakukan hubungan suami istri ia selaku melakukan trik trik yang di bacanya di internet, untuk mengangkat kedua kakinya atau mengganjal dengan sebuah bantal.
Mereka hanyut terbawa suasana semalaman lagi dan lagi.
Hari berlalu dan mereka kian romantis, sering menghabiskan malam bersama adalah rutinitas mereka. Namun dibalik itu perasaan Smith tak sabar menunggu Adeline hamil. Sementara gadis itu belum tahu bahwa hal tersebut ada di dalam kontrak.
Kini Adeline yang sering sekali ikut ke sana kemari dengan Smith mulai mendapatkan pertanyaan kapan memiliki anak, walau dengan sigap Smith menjawab sedang mempersiapkan nya mengingat istrinya masih kuliah juga.
Hari ini kelulusan Adeline, Jhon datang dan memberikan sambutan pada Kakaknya itu. Ucapan selamat pun bertebaran di papan bunga yang di kirim Smith untuk Adeline.
Kini pertanyaan demi pertanyaan semakin banyak.
Namun setiap bulan ia selalu berharap bisa mendapat garis dua di tespack, namun sebelum ia melakukannya tamu bulanan selalu datang lebih dulu dan membuatnya sedih.
Ia bahkan pergi ke Dokter untuk memastikan dia baik-baik saja, dan Dokter mengatakan bahwa rahimnya sehat dan dalam posisi sehat untuk di buahi. Namun pernikahan nya yang sudah menyentuh satu tahun membuatnya Khawatir.
Suatu sore Smith sedang membaca koran di balkon rumah mereka, menghadap ke kolam renang yang luas. Kemudian Adeline berjalan dan duduk di samping suaminya. "Sepi sekali rumah kita!" lirih Adeline mengedarkan pandangannya.
Edward mengangkat wajahnya dan melipat koran. "Sayang, apa kamu ingin pergi keluar?" kali ini Smith yang sangat kaku lebih lihai dalam memperlakukan istrinya.
"Aku ingin punya bayi!" jawab Adeline to the point.
Smith tersenyum. "Tentu saja kita bisa memilikinya, jangan bersedih!" ia juga sangat berharap agar bisa memindahkan semua saham milik Ayahnya.
"Aku sudah pergi ke Dokter setiap bulan, aku baik-baik saja! Kenapa kamu tidak ingin pergi ke Dokter kita bisa konsultasi bersama"
"Sayang! Apa menurutmu kita bermasalah? kita sehat, apa yang salah denganku walau aku tidak pergi ke Dokter, aku sehat dan sering olahraga aku berpotensi memiliki anak,"
Padahal Adeline hanya ingin pergi bersama ke Dokter namun tampak Smith menjawab dengan nada serius, dan ia lebih fokus ke perusahaannya.
Adeline bangun dari duduknya. Sebelum melangkah pergi ia melirik ke arah Smith. yang masih menatapnya. "Aku ingin pergi konsultasi karena aku memiliki suami, jika aku hamil itu adalah anak kita bukan hanya anakku, tetapi suamiku terlalu mencintai pekerjaannya!" Adeline yang tak pernah marah bahkan rela menunda tawaran pekerjaan di sebuah rumah sakit besar demi suaminya itu, kini melangkah kan kakinya pergi, ia bahkan menitikkan air mata setelah beberapa langkah menjauh dari Smith.
Smith hanya menatap punggung perempuan yang pergi menjauh darinya kemudian keluar dari kamar. Ucapan terakhir Adeline terus terngiang di telinganya. Membuat lelaki bertubuh indah itu memikirkan dia sekejap yang pergi dengan wajah murung.
Lelaki yang senang ada di lantai dua rumahnya itu merasa ada sesuatu yang kurang, ketika ia selesai mengecek pekerjaan dan mencari keberadaan perempuan yang sudah hampir satu tahun tidur dengannya itu.
Di bawah Adeline di berikan minuman oleh Sofia, minuman yang selama ini terus ia minum bahkan hampir setiap malam sebelum tidur.
Dan alhasil karena kekesalan nya pada Smith membuatnya tertidur di ruangan baju miliknya di lantai satu.
Ia merengkuh dan memeluk kakinya sendiri, membenamkan wajahnya kedalam dan menangis.
Jam sudah menunjukan pukul 1 malam. Smith tidak menemukan Sofia di mana pun. Kemudian ia turun ke lantai satu rumahnya. Di jam ini para asisten rumah tangga memang tidak boleh berada di area rumah utama, mereka harus sudah istirahat dan hanya bekerja sampai jam 8 malam. Mereka akan kembali ke rumah utama jam 6 pagi sebelum Tuan dan nyonya muda bangun.
Hanya ada Sofia yang di perbolehkan ada di rumah utama, ia memiliki kamar pribadi yang menyatu di bagian rumah utama berbeda dengan pelayan lain.
Smith kini mengedarkan pandangannya begitu ia menuruni anak tangga. Tidak ada perempuan yang di carinya,di ruang tamu maupun kolam renang.
Ia melihat ruangan baju istrinya sedikit terbuka, dan memutuskan berjalan ke sana.
Ia kaget melihat Adeline tertidur dengan tubuh meringkuk memeluk lututnya dan terdapat baju kecil di tangannya. Ia menyentuh Adeline namun sepertinya ia kelelahan karena menangis.
Smit menyadari keinginan Adeline yang sangat kuat tentang memiliki seorang anak, namun Adeline tampaknya sangat mencintai Smith, yang membuat lelaki itu merasa bersalah tentang membuatnya hamil begitu saja.
Dengan cekatan ia menggendong tubuh istrinya dan membawanya ke lantai dua, meletakkan tubuh cantik itu di atas ranjang dan membuka ikatan rambutnya.
"Maaf karena membiarkan mu merasakan ini sendirian, aku terlalu sibuk sehingga tidak tahu keinginan istriku yang sebenarnya!" Smith menyadari bahwa ia memang tetap dingin walau tidak se kaku pertama kali.
Ia kemudian membaringkan tubuhnya di sampingnya, dan membawanya ke pelukan. Sembari mengucapkan maaf berkali-kali karena sudah membuat istrinya itu menangis.
Ia menempatkan dirinya sebagai suami, namun ia hanya ingin melakukannya demi kebaikan mental Adeline yang akan mengandung anaknya.
Hal itu hanya prioritas demi dirinya, karena didalam kontrak tertulis setelah ia melahirkan bayi itu, makan semua kontrak selesai dan bayinya adalah milik Smith.
Karena itulah Smith menjaga mentalitas Adeline tetap terjaga, bahkan tidak mengizinkan nya bekerja di sebuah rumah sakit sebagai Dokter, hanya agar perempuan itu tak kelelahan.