"Ahh, aku kenyang banget karena nasi goreng itu. Sumpah, Rizhan pintar banget yah masaknya. Aku aja enggak sehebat itu masanya. Benar-benar hebat banget temanku itu. Walaupun bayarannya dia harus menciumku secara tiba-tiba. Aneh, dulu aku enggak terlalu suka dia kayak gitu. Tapi sekarang, aku suka juga dengan ciuman itu," gumam Herra sambil senyam-senyum sendiri sambil memegangi perutnya yang sedikit begah karena banyaknya makanan yang dibawa Rizhan. Hebatnya ia bisa melahap semua makanan itu saking laparnya dia tadi.
'tok-tok'
'tok-tok'
Perhatian Herra seketika teralih dengan suara ketukan pintu. Herra melihat seorang wanita berdiri di depan pintu ruangannya.
"Iya, Nona. Masuk saja," celetuk Herra memandangi wanita itu.
Wanita itu langsung masuk dan berdiri di depan meja Herra. Herra sedikit terheran. Ia yakin wanita itu bukan karyawan dari perusahaan ini. Karena itu terlihat jelas pada pakaian yang ia kenakan. Siapa wanita ini?
"Permisi Nona. Boleh saya berbicara sebentar dengan anda?" tanyanya dengan hati-hati
"Berbicara soal apa ya?" tanya Herra dengan raut kebingungan.
"Sepertinya anda juga menggunakan aplikasi 'My Imagine' yah?" duga wanita itu dengan wajah serius.
Herra langsung melebarkan matanya begitu mendengar perkataan wanita itu. Bagaimana dia bisa tahu kalau Herra menggunakannya? Apa jangan-jangan....
"Darimana kamu tau kalau aku menggunakan aplikasi 'My ?" tanya Herra dengan pandangan terkejut.
"Saya tadi melihat anda sedang berinteraksi dengan Imagine anda. Jadi saya tau kalau anda mempunyainya," jawab wanita itu dengan jelas.
"Anda duduk saja dulu dan bisakah saya tau anda ini siapa?" tanya Herra mempersilahkan wanita itu untuk duduk di kursi.
Wanita itu menuruti permintaan Herra. Ia duduk di kursi di depan Herra. Pandangan matanya yang serius.
"Perkenalkan nama saya Bulan Salka. Saya juga seorang pengguna aplikasi 'My Imagine', tapi sekarang tidak lagi," jawab wanita bernama Bulan itu dengan jelas.
"Kamu juga menggunakannya? Terus bagaimana kamu tau kalau itu adalah Imagine?" tanya Herra kembali yang terlihat penasaran sekarang.
"Emang kalau kamu melihat Imagine-mu itu seperti manusia biasa. Tapi saat kamu melihat Imagine milik orang lain, kamu bisa melihat perbedaan itu. Ada aura yang terlihat di tubuh mereka yang menandakan kalau mereka itu seorang Imagine," jelas Bulan runtut.
"Terus kenapa kamu bilang tidak menggunakan 'My Imagine' lagi?" tanya Herra yang ingin mengorek informasi lebih mengenai aplikasi 'My Imagine'.
Karena ini kesempatan langka bisa ketemu dengan sesama pengguna. Siapa tahu Herra bisa mengetahui sesuatu.
"Saya sudah tidak mau terikat dengan mereka lagi. Lagipula tugas mereka dengan saya sudah selesai," jawab Bulan dengan jelas.
"Kamu memberi tugas apa pada Imagine-mu?" tanya Herra
"Saya menyuruhnya bertugas sebagai pacar saya," jawab Bulan dengan santai.
"Pacar?! Emang bisa gitu?!" tanya Herra dengan pandangan terkejut. Jangan lupakan matanya yang membulat sempurna.
"Tentu saja. Bukannya kamu bisa minta dia jadi apapun yang kamu inginkan saat pertama kali menciptakan mereka?" timpal Bulan kembali.
"Iya juga sih. Berarti kamu udah punya pacar yang asli dong makanya kamu tugas Imagine itu udah selesai?" duga Herra yang semakin tertarik dengan cerita Bulan.
"Sebenarnya tugasnya belum berakhir. Saya salah karena sudah menciptakannya," balas Bulan dengan pandangan sendu.
"Maksudnya?" tanya Herra
"Seharusnya saya tidak memintanya untuk menjadi seorang pacar. Apalagi sampai menaruh hati pada mereka. Lagipula, mereka kan tidak nyata," jawab Bulan dengan sendu.
Herra sedikit merasa tertohok dengan ucapan Bulan. Kenapa ia jadi merasa kalau ia memiliki perasaan dengan Rizhan?
"Bagaimana cara kamu memutuskannya?" tanya Herra yang jadi semakin tertarik.
"Di aplikasi itu ada tombol untuk memberhentikan tugas mereka. Kamu juga harus mengucapkan kata 'tugasmu sudah selesai, aku tidak memerlukan kamu lagi' begitu," jelas Bulan
"Oh, begitu," timpal Herra menganggukkan kepalanya pelan.
"Kenapa? Kamu mau memutuskan hubunganmu dengannya?" tanya Bulan tiba-tiba.
"Eh?! Enggak juga sih. Lagipula hubunganku dengannya hanya sebatas teman aja," jelas Herra dengan senyum tipis.
"Baguslah jika hanya seperti itu. Kita harus ingat kalau mereka itu tidak nyata," timpal Bulan
"Iyah kamu benar," balas Herra sedikit tersenyum sendu.
"Oh iya, aku baru ingat. Aku merasa Imagine yang kamu miliki sedikit aneh," celetuk Bulan dengan pandangan berpikir.
"Aneh?! Aneh di mananya?" tanya Herra dengan raut kebingungan.
"Aku terkadang melihat beberapa Imagine milik banyak orang dan aura yang terlihat dari diri mereka itu berwarna biru terang. Tapi, saat aku melihat yang kamu punya, dia itu berwarna biru bercampur merah," ungkap Bulan jelas.
"Masa sih?! Ada hal kayak gitu juga?" tanya Herra yang kebingungan.
"Setahu aku sih kayak gitu. Tapi semoga aja enggak ada maksud yang buruk," timpal Bulan
"Oh ya, kita jangan berbicara formal lagi. Kita bicara biasa aja. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Herra Laiba, panggil aja Herra," ucap Herra seraya mengulurkan tangannya pada Bulan. Bulan pun menerima uluran tangan itu.
"Semoga kita bisa berteman baik," ucap Bulan dengan senyuman lebar.
"Iyah. Oh ya, kamu kerja di mana?" tanya Herra
"Aku kerja di restoran 'PRIMA' yang ada di depan perusahaan ini," jawab Bulan
"Ohh, begitu. Lain kali aku mampir deh," timpal Herra dengan senyuman tipis.
Akhirnya pembicaraan itu terus berlanjut. Herra pun senang bisa menemukan teman baru. Bulan sangat enak diajak berbicara karena sepertinya mereka sefrekuensi.
***
"Aku pulang!" teriak Herra
"Hai, udah pulang. Kamu mandi dulu terus keluar untuk makan yah," ucap Rizhan seraya mengelus kepala Herra dengan lembut.
Herra merasakan hatinya menghangat. Dia senang ketika pulang ada yang menyambutnya. Apalagi dengan perawakan seperti Rizhan ini. Apa boleh ia menyebutnya seperti seorang suami yang menyambut istrinya pulang?
Eh?! Enggak boleh Herra! Baru saja Bulan menceritakan padamu kalau kamu enggak boleh punya perasaan pada Imagine-mu sendiri.
Selepas mandi, Herra keluar dari kamarnya dan menemukan Rizhan sedang duduk menungguinya. Herra mengambil tempat di dekat Rizhan.
"Kamu buat apa?" tanya Herra dengan senyuman tipis.
"Aku buat cake untukmu," jawab Rizhan seraya menyerahkan sepotong cake berwarna warna-warni itu pada Herra.
"Wah, kamu hebat juga sudah bisa masak cake. Enak lagi," puji Herra memakan dengan lahap cake itu.
"Haha, aku masak ini untukmu tau," balas Rizhan dengan kekehan pelan.
"Makasih yah. Oh ya, hari ini kita akan pindah ke apartemen," ucap Herra dengan semangat.
"Iyah, nanti aku akan membantumu," ucap Rizhan mengelus pelan rambut Herra.
"Uhh, makasih," timpal Herra tersenyum lebar.
Herra urung menanyakan perihal ceritanya dengan Bulan pada Rizhan. Karena keasyikan memakan cake dan bercerita mengenai pemindahannya ke apartemen barunya nanti.
To be continued....