Bahan sarapan yang sudah ludes tak ada sisa itu membuat papa Dandi mengomel berkali-kali membuat Randu terusik dan sekalian bangun, kekesalan setiap waktu sudah hafal ditelinganya. Ia yang malah justru menikmati harinya bermanjakan dengan sower membuatnya semakin terngiang akan sebuah keberdaan bersama Rindu dikemudian hari, dalam benaknya tak pernah membaca suasana rasa melainkan memilih dengan pilihan dipaksa.
Pembayangan yang semakin jelas membuatnya terlena dan sempat kesetrum, namun keberadaan tersebut malah membuat Randu tidak merasakan apapun. Dia yang mencoba untuk kembali melakukan tindakan konyol dicobalah memasukkan jarinya ke dalam lubang listrik dengan tegangan tinggi. Bahkan saking tak percayanya juga dia mencoba untuk mengiris maupun mencoba menusukkan pisau buah di atas mejanya itu ke tubuhnya.
"Mantap, ajian itu telah berhasil membuatku jadi kebal apapun. Bahkan listrik dan tusukkan tak membuat terluka, memang sih rasa ngilu maupun lebam masih terasa tapi gak papalah ini adalah sebuah proses menjadi pria idaman para wanita simpanan. Ha ha, lawan kok Randu Wisanggeni. Geni itu aku, gak ada yang bisa mengalahkan aku sedikitpun termasuk orang-orang lembek ataupun lemah."
Ketika papa Dandi maupun mama Widya masih mempermasalahkan hal sepele membuat Randu langsung berangkat, dirinya yang juga mencoba mengambil uang di dalam mobil papanya tanpa sepengetahuan siapapun tangan itu bisa menembus dalam kaca. Tak lama berselang dimasukkan ke dalam tas dan kini mengendarai motor menuju ke sekolah.
Dalam menunggu masuk jam sekolah dirinya telah menduduki bangku di kantin sembari menanti pesanan soto ayam sapi, Rindu yang juga tak lama mengantarkan beberapa gorengan telah ditarik paksa hingga berhasil bersebelahan di sampingnya. Tito yang menyela duduk tiba-tiba saja memiliki sikap jantan untuk lebih tenang menghadapi sahabatnya.
Mereka yang berencana untuk liburan di villa telah disepakati menjelang kakak kelas ujian berlangsung, Rindu yang sebenarnya sangat menyukai liburan tetapi tidak sembarangan mengiyakan sebuah ajakan sebelum orang tuanya tahu dan memberikan sebuah izin untuk berangkat,Randu yang berucap bisik-bisik itu berencana hanya bertiga dan tak pembicaraan tersebut tak lama tiba saja bel telah berbunyi.
Terlepas setelahnya mereka telah mencoba mengikuti pelajaran, tetapi kali ini sangatlah berbeda karena Putri biasanya bawel dan masuk sekolah kini menjadi sepi. Randu yang tidak juga menanyakan hal itu juga meyakinkan Tito bahwa semua ada kaitan dengan sahabatnya, ketika hendak membicarakan serius untuk menikah tiba saja Rindu menyela menanyakan permasalahan soal matematika cukup sulit.
"Apa Rindu sudah tahu ya perihal kelakukan Randu yang telah menghamili Putri? Kalau aku kasih tahu pasti dia kaget, ya kalau sakitnya bikin dia drop gimana? Tapi aku sudah janji buat jujur sama dia, apa hari ini adalah waktu yang tepat buat memberikan cerita semuanya? Serius ini tidaklah mudah, gue juga gak mau dia sakit. Ada baiknya jika gue simpan dulu sampai suasana tenang."
"Bengong aja kamu, ada apa sih? Dari tadi cuma diam aja, To. Cerita saja sama Rindu, katanya udah mau jujur kalau ada apa-apa."
"Gak papa kok, masalah nanti kita liburan nanti kamu diizinkan atau enggak. Oh iya yang mana lagi yang belum paham?"
"Rindu juga belum tahu, apalagi seumur sampai sekarang emak belum pernah ngajakin Rindu untuk liburan. Jangankan begitu, rasanya liburan saja gak tahu."
Pulang sekolah Rindu diminta untuk bareng menaiki mobil Randu, tentu hal tersebut membuat pikiran sahabatnya menjadi menyebar kemana-mana. Tito yang merasa curiga maupun khawatir itu tiba-tiba saja menyela masuk ke dalam, awalnya sangat membuat jengkel tetapi berkat pemberian sabar satu demi satu mereka akhirnya berangkat untuk meyakinkan emak Sumpi akan niat untuk liburan.
Emak Sumpi yang juga kebetulan sedang menyapu di halaman belakang rumah itu disusul Rindu tanpa berganti baju terlebih dahulu, sebuah pelukan hangat dari anak ke ibu telah membuat kedua laki-laki yang bediri sangat meleleh akan suasana di depannya. Tak hanya begitu saja balasan untuk mencium kening maupun tangan menjadikan Tito semakin yakin jika hanya Rindu yang bisa membuat sahabatnya berubah, disamping itu juga tidak menuntut kemungkinan bahwa rasanya juga belum bisa tergenapi.
"Eh, nak Tito. Lungguh, le... rene, eh lah iki sapa?"
"Nggih, budhe. Niki rencang kula kali Rindu, asmane Randu."
"Namaku Randu Wisanggeni, pacarnya Rindu Widyoningrum."
"Loh... loh, kok pacaran barang. Apa ya, nduk?"
"Mboten, mak. Guyon mawon niku."
"Oalah, mbok digawekke unjukan sik to nduk."
"Nggih, bu."
Randu dengan percaya diri berharap ucapannya tadi telah menjadikan sebuah kepercayaan di hadapan emak Sumpi, mereka berdua yang juga telah membicarakan rencana seperti di sekolah mencoba merayu dengan membelikan beberapa sembilan bahan pokok maupun Tito yang sudah cukup dekat itu meyakinkan untuk melindungi putri sematang wayangnya.
"Sakjeke urip iki, Rindu durung tahu le liburan apa kuwi blas gak tahu. Yo bukane gak oleh, yo yen gak oleh pasti gae gelo anakkku."
"Lah pripun, budhe?"
"Randu akan menjamin semuanya, di sana Rindu tidak akan bakalan kenapa-kenapa dan tidak mungkin bakalan meninggalkan begitu saja. Seorang pacar itu akan menjaga dengan jiwa raganya dan bahkan rela bertukar nyawa."
"Ini diminum dulu ya, To... Ran, keburu dingin teh panasnya."
Tito yang malah justru diyakini untuk melindungi putri sematangnya itu membuat Randu cemberut dan melirik kearah berlawanan, sebuah izin dan meyakinkan mak Sumpi akhirnya berbuah manis, akhirnya tak lama dari rumah Rindu keduanya berpamitan untuk pulang. Tetapi kini mencoba untuk membeli beberapa perlatan maupun makanan camilan selama dalam perjalanan.
"Kenapa sih malah kamu yang dipercaya bukannya aku?"
"Sama saja kali, bro."
"Ya itu pikiran kamu saja yang bilang sama saja, tahu kan jika Randu Wisanggeni itu orang yang paling kuat dan paling istimewa di sini bahkan dunia."
"Tak semua itu diukur dengan keistimewaan kekuatan saja, tetapi semua juga diukur bagaimana keistimewaan kita dalam taat di setiap doa-doa yang terpanjatkan untuk pencipta."
"Ya, ya, ya, dan ya. Btw sudah kenal lama ya kamu sama emaknya si Rindu?"
"Oh sama budhe Sumpi? Gak juga, bro. Lagian juga cuma pakai bahasa jawa saja dan secara orang tua jaman dulu kan lebih dihargai dengan tata krama atau yang disebut unggah ungguh, syukurlah jawanya aku bisa sedikit-sedikit paham sih."
"Ya sudah setelah kita beli beberapa peralatan dan perlengakapan aku anterin kamu sekalian pulang."
Randu yang selesai semua telah menyelesaikan dalam pembelian perlengkapan maupun peralatan sudah selesai, kini tak ada aktivitas lain selain mematikan ponsel dan menikmati sebuah bayangan kedepan bersama Rindu di atas ranjang empuk baringnya.