Putri yang mengalami luka bakar cukup serius itupun telah dilarikan ke rumah sakit, sementara Randu dari kelas itu berpura-pura masih terlelap. Dalam waktu cukup lama barulah ia merasakan bosan dan membuatnya keluar dengan sendirinya.
Dengan masih gugup tentunya berusaha semaksimal mungkin untuk tenang, rasa cemas itu sangat tak karuan dan semakin salah tingkah.
Rindu yang masih wira-wiri untuk menanti gantian untuk dirias mengetahui sebuah gerak gerik mencurigakan, hal tersebut juga dirasakan oleh Danu. Mereka yang berencana untuk menanyakan suatu hal itu tiba-tiba terkurung niatnya disaat ada salah satu guru bercerita mengenai sebuah kondisi Putri saat ini, Tito yang juga dari jauh telah berlari kencang seketika menabrak Rindu dan membuat sama-sama terjatuh.
"Aduh, pantatku sakit."
"Aku jugalah, kenapa sih harus lari-lari?"
"Dasar bocah, udah tahu licin malah lari." Saut Danu yang mencoba membantu berdiri Rindu.
Tito yang mencoba menceritakan sebuah kejadian disangkutkan bahwa Rindu akan mengalami masalah namun penglihatannya tak begitu jelas, Randu menyela pembicaraan tersebut membuat kesal Rindu dan membuatnya pergi meninggalkan kerumunan. Wali kelas juga memberitahukan di grup untuk menyempatkan setelah pulang sekolah melihat kondisi temannya itu membuat panik tersendirinya.
Tak berlama-lama setelahnya dia langsung meninggalkan kerumunan dan menuju ke tempat perlombaan itu dimulai, rasa khawatir masih menyelimutinya. Secara bersamaan Agnez telah meminta bertemu di kamar mandi tempat dimana ia telah mencelakai orang lain yang juga berimbas ke kekasihnya, karena itu sebuah hamparan masih menyisakan sebuah trauma tersendiri dan membuatnya mengurungkan niat untuk bertemu.
Agnez yang kesal itu langsung menyusul Randu tanpa memberikan sebuah pesan terlebih dahulu, mereka yang duduk bersebelahan memberikan sebuah kode untuk keluar bersama namun hal itu ditolak seketika.
"Dari mana?"
"Dari rumah sakit, tadi aku hubungi kamu buat jemput di sana tapi tiba-tiba saja nomer gak aktif."
"Ngapain nyari aku, lagi pula juga kamu sudah sama suami kamu."
"Suami? Kamu kok tahu?"
"Aku itu kepikiran kamu, aku datang ke sana buat cari kamu dan kamu tahunya sudah dijemput sama suami. Rasanya pedih tahu gak? Mana dibelain bolos juga buat siapa? Buat anak kita juga dan kamu, malah begitu."
"Cemburu ya?"
"Iyalah."
"Udah jangan cemburu, itu bukan suami kali tapi itu orang kepercayaan aku selama ini."
"Jadi selama ini aku gak dipercaya ya?"
"Udah jangan begitu, aku percaya dan percaya banget sama kamu. Kan aku sudah bilang dari awal sama bebeb sayang Randu Wisanggeni, kalau tadi suasana sudah genging terus minta tolong sama salah satu guru minta ditelponkan orang kepercayan dan gak mungkin dong telepon kamu, disamping gak aktif nanti malah takutnya ketahuan kita sedang memiliki rasa malah bahaya."
"Ya udah deh kali ini aku kalah, tapi nanti setelah ini Randu harap menyempatkan waktu bertiga."
"Kok bertiga? Jangan bawa selingkuhan."
"Gak lah, pastinya ada kamu terus aku dan anak kita yang masih di dalam perut. He he."
Sebuah penampilan perwakilan sekolah sudah dimulai, Randu yang juga terkesima akan busana dikenakan Rindu sedikit terbuka membuatnya melongo.
Para peserta lain sangat antusias memberikan sebuah tepuk tangan dengan pembukaan yang disuguhkan cukup menarik dan berbeda dengan perwakilan sekolah yang ada, bahkan mengenai pasangan dalam duet menari membuat kehebohan tersendiri.
Semua yang menyaksikan cukup terpukau membuat Randu ingin bergegas meninggalkan gedung untuk sementara waktu, dirinya telah mencoba membeli beberapa bunga maupun coklat beku ditaruhkan ke dalam tas Rindu.
Randu yang menyelesaikan misinya itu merasakan sebuah getaran ponsel miliknya mendapatkan sebuah panggilan dari nomer tidak dikenal, hal tersebut membuatnya panik setengah mati dan mencoba mengangkat di tempat sepi.
Berulang kali dengan penelpon yang sama membuatnya geram dan bahkan mencoba untuk melacak menggunakan ponsel pintarnya namun nomer tersebut justru tak bisa dihubungi kembali, Randu semakin kesal itu tidak menahu jika yang menelpon kali in bukan sang misterius.
Putri yang menelpon itupun merasa kesal dan menginginkan jika ditemani di rumah sakit, tak ada pilihan lain bagi Randu untuk menemui sang pacar.
Perjalanan keluar dirinya mencoba untuk tidak kembali lagi ke sekolahan, tas yang dibawanya kini menuju ke rumah sakit tempat Putri dirawat.
"Jadi bagaimana dok? Keadaan murid saya?"
"Lukanya tidak cukup serius, bu. Hanya saja bagian sebelah kanan lumayan, jadi ya harus ditutup. Tapi buat janinnya gak papa."
"Janin, dok? Maksudnya murid saya hamil begitu?"
"Benar, bu. Tolong untuk saat ini tidak ada yang dikhawatirkan baik ibu maupun janinya."
Randu yang telah sampai di rumah sakit dan mendengar percakapan dokter dengan gurunya mencoba mundur beberapa langkah hingga mengenai suster membawa kantong infus, tak ada pilihan lain selain untuk melarikan diri terlebih dahulu.
Dirinya yang kembali ke parkiran masuk ke dalam mobil, nasib yang kali ini beruntung dan berpihak kepadanya bersandar sembari memukul-mukul stir kemudi.
"Sial, sial. Semuanya kenapa jadi runyam begini sih? Mana tadi masalah satu belum kelar nambah lagi, satu lagi. Haduh, ribet juga jadi manusia. Makin lelah aja rasanya."
Ketika guru yang mengantar Putri ke rumah sakit menuju ke administrasi kini giliran Randu masuk ke dalam, begitu terkejutnya ia telah melihat wajah pacarnya.
"Maaf tadi marah-marah dan lain-lain, jangan ngambek ya?"
"Hem."
"Oh iya nanti malam keluar yuk."
"Ke mana?"
"Ada deh, oh iya aku harus kembali ke sekolah. Tinggal ya, nanti aku hubungi lagi. Pokoknya ingat ya, jaga diri baik-baik. Aku gak mau ada yang bilang atau kamu yang bilang jika ada kejadian lagi seperti ini atau lainnya, ingat baik-baik di dalam perut itu juga ada anak aku Randu Wisanggeni yanh tampan, mapan dan sangat rupawan."
Randu yang pulang ke rumah menyempatkan diri untuk melihat sebuah proyek tanah yang dibelinya untuk melakukan ritual maupun bisnisnya, rencana yang setengah jadi itupun membuatnya semakin percaya diri bahwa tak lama lagi telah selesai.
"Akhirnya sudah lima puluh persen jadi, rasa-rasanya tidak sabar jika nanti bakalan menempati rumah ini dan menjalankan sebuah ritual lainnya."
Disaat dirinya melihat dari sebuah kaca tiba saja dari kejauhan seorang perempuan telah berdiri tepat di pintu rumah, sebuah sepasang bola mata tajam mengarah tepat di hadapan Randu itupun tiba-tiba saja terlepas. Kejadian tersebut membuatnya takut lalu meninggalkannya.
Sebuah bisikan yang juga terdengar disaat ia sedang mengemudikan mobil mencoba mengorek telinganya dan malah justru membanting setir mengira ada hantu kuntilanak berbaju putih lewat, orang itu yang ternyata adalah manusia terpental cukup jauh. Dan karena ketakutan Randu malah dua kali salah sasaran.
Tak berlama-lama dirinya langsung pulang dan mengganti plat nomer mobil kembali, dengan ketidak tenangnya membuatnya harus mandi cukup lama.
"Sial, sial. Kenapa dua kali beturut-turut malah ketiban beginian ya? Kenapa juga orang gila itu tadi tiba-tiba nongol? Semoga aja gak yang lihat kecelaaan tadi dan orangnya mati saja deh."