Malam hari yang diisi dengan mengerjakan tugas hukuman dari pak Baroto itu membuat Randu merasa lelah dan ingin segera membaringkan diri lalu tidur, tetapi dia juga ingin menunjukkan bahwa hanyalah dirinya yang berhasil dalam menaklukan cinta maupun strategi hukuman. Dirinya yang meminta bantuan para jin untuk bergantian dalam mengerjakan hukuman, sementara dirinya mencoba menghubungi orang-orang yang hendak dibayarnya.
Randu : Malam
Randu : Lagi apa?
Randu : Balas dong
Randu : Halo
Randu : Cuek ni?
Rindu : Malam juga, lagi belajar buat besok. Kenapa?
Randu : Gak papa, santai saja deh. Kamu kan orang pintar, gak usah belajar nanti tambah capek
Rindu : Kalau kedatangan kamu hanya untuk menggangu, lebih baiknya kamu jauh-jauh deh
Randu : Idih... beneran marah ini cewek cantik calon istri, PMS ya?
Rindu : Belajarlah untuk tidak melakukan hal aneh, terlebih mengendalikan sebuah nafsu. Seorang wanita itu seharusnya dilindungi dalam martabatnya bukan malah justru merusaknya
Randu : Yaelah, gaya kamu pakai kata-kata bijak. Semua cewek itu sama saja kok, semua yang mengenai cinta itu nomer dua dan yang paling penting itu adalah uang, harta, uang dan kembali lagi menganai harta
Rindu : Lantas, kenapa kamu mendekati aku? Kamu berpikir jika aku ini adalah permainan begitu jika halnya sama dengan para wanita-wanita yang sudah kesekian kalinya kamu beri modus lalu kamu jajahi dengan nafsumu. Maaf aku bukan seorang wanita seperti itu, kamu salah besar Ran. Maaf aku harus mengerjakan tugas sekolah dan belajar, silakan chat atau apapun asal jangan mengganggu aku untuk kali ini maupun seterusnya. Selamat malam.
"Dasar cewek tidak tahu terima kasih, sudah tahu nafsu itu keenakan dunia yang tak akan ada di akhirat nanti. Aku yang jelas sudah ada dari keluarga mapan malah justru dipermainkan seperti ini, lihat saja kamu akan terhipnotis oleh ajianku dan tak akan kubiarkan kamu lolos Rindu Widyoningrum. Kau akan kutaklukkan dalam genggamanku, ha ha ha...."
Randu yang melanjutkan untuk menghubungi Agnes malah justru tidak kunjung diangkat dan Putri yang telah memberikan sebuah pesan terlebih dahulu itupun tak digubris sedikitpun dan mencoba membuka grup whatsapp dengan para gadis yang sudah terkumpul itu dirinya berniat untuk mengajak kencan di luar rumah. Perjalanan yang cukup dekat tersebut dirinya memilih untuk memakai motor sebagai kendaraan menuju ke rumah-rumah.
"Lebih baik cari senang-senang saja, lagian papa banyak uang tapi ada baiknya aku bawa motor."
Penjemputan yang berhasil itu membawa mereka ke restoran termahal di kota, mereka yang masih belum memberanikan diri untuk mengungkapkan percakapan lebih dulu hanya satu sama lain membuang senyum dengan manis. Perkenalan keduanya yang diselimuti candaan akhirnya berhasil memesan makanan dan menjamu mencoba sebuah andalan utamanya.
"Hari ini cukup cerah."
"Tapi ini gak malam loh, om."
"Om? Panggil saja Geni, masak masih tampan begini dipanggil om?"
"Bentar ya, An mau ke toilet. Kalau mau pesan makan gak papa, An ikut saja. He he."
"Oke cantik."
Disaat cewek itu sedang ke kamar mandi ternyata Randu sudah menyiapkan segala pemikirannya matang-matang untuk mencari tahu mengenainya dan maupun menggrayahi di waktu kemudian, tetapi ketika hendak menaburkan bubuk yang ada di kertasnya dirinya malah justru kesenggol oleh orang dari belakang. Tak lama itupun juga An datang.
Rencana yang gagal membuat kekesalan sendiri dan bahkan membuatnya harus memukulkan tangannya ke arah meja hingga membuat suara garpu berbenturan dengan piring. An yang langsung merayu Randu itupun terkejut ketika tangannya digenggam begitu erat dan membuatnya gugup lalu bergantian menuju ke kamar mandi.
"Bentar ya aku tinggal ke kamar mandi."
"Iya, jangan lama-lama nanti aku kangen."
"Iya, tenang saja."
Randu yang bergegas menuju ke kamar mandi itupun tak sengaja bertemu dengan Tito di rumah makan yang sama, hal tersebut tentunya seusai dari situ dirinya melihat kenyataan jika sahabatnya kini telah makin dekat dengan seorang perempuan yang masih belum terlihat jelas namun semuanya membuat cemburu tersendiri. Amarah yang ditahannya itu membuat Randu meminta untuk meninggalkan ke tempat lain, dan disaat berdiri dirinya mendengarkan sebuah iringan tarian tiba-tiba terhenyak mengingat Rindu.
"Ada apa? Apa mau kembali ke dalam?"
"Tidak, aku hanya merasa ngantuk saja.
"Apa lebih baiknya kita menuju ke hotel atau penginapan begitu? An tidak ingin jika ada apa-apa atau masalah di jalan, mau kan?"
"Iya, benar juga kamu. Tapi kamu ya yang menyetir, oh ya ini kan pasti jalanan ramai lebih baiknya kita lewat jalan sepi saja."
"Baiklah."
Terbujuknya dia telah berhasil dibawa di sebuah jalan yang sepi dan gelap, keduanya yang juga membawa minuman telah mabuk berat. Di sebuah gubuk tua di persawahan Randu telah mengajak An untuk melakukan kegiatan luar batas, dia tidak menyadari jika cincin yang digunakan terlepas di dalam mobil. Mereka yang melakukan sembari meneguk minuman keras semakin menjadi-jadi, tiba-tiba saja tetesan darah dari janur itupun membuat tak acuh dan melajutkan aktivitas tersebut.
Dering ponsel yang cukup keras juga tak menghentikan keduanya dan bahkan hingga tertidur pulas tanpa mengenakan sebuah busana satupun, Randu yang berada di posisi bawah itupun langsung membawa perempuan itu dan memasukkan ke dalam rumah khususnya. Dengan tanpa memperhitungkan matang-matang dirinya telah menusuk maupun mengkuliti hanya untuk ambisinya menjadi semakin tampan.
"Aku telah mencintaimu sayang, tapi mencintai kulit cantikmu sebagai tambahan ketampananku yang paripurna ini."
Dia yang tanpa lama langsung mengikat kedua tangan diantara bongkahan kayu panjang ditusuknya menggunakan sebuah bambu yang panjangnya selengannya berhasil menembus perut dan membuat perempuan itu menjulurkan lidah, Randu yang juga menginginkan sebuah ucapan yang bisa diterima para wanita di luar sana mencoba memotong lidah lalu memasukkan ke dalam kantong plastik yang berisikan sebuah darah yang ditusuknya juga mencongkel kedua mata.
Tanpa sadar kelakuan tersebut dirinya langsung meninggalkan tempat tersebut, tangan yang berlumuran darah dibawanya ke rumah. Mama Widya yang menanyakan perihal tangan tersebut malah justru membuat Randu panik dan tubuhnya bergetar, tak ada yang bisa dipertanggung jawabkan ucapan dia langsung membawa kantong plastik tersebut dan membawanya ke kamar.
Randu yang langsung menyembunyikan barang tersebut lalu membersihkan diri, mama Widya yang masih menaruh curiga kepada anaknya itupun berulang kali mengetuk pintu namun justru tak didengar. Karena saking khawatir berlebih, disaat papa Dandi pulang dari kantor diminta untuk mendobrak paksa pintu kamar dan bukannya membantu malah lain.
"Palingan juga itu darah mainan, kayak kamu gak pernah muda aja. Lagi pula itu anak kita udah besar, udah dewasa. Gak usah deh urus apa-apa, dikit-dikit khawatir. Sudahlah, lebih baik kamu buat air panas buat aku mandi sekarang deh kamu."
Dalam suasana malam itu barulah Randu menyelesaikan tugas hukuman mencoba untuk menghubungi perempuan lain untuk diajaknya melampiaskan lelahnya, tetapi ketika itu juga ada nomer menyasar untuk meminta bayaran sesuai apa yang pernah ia tawarkan sebelumnya.
0938563892 : Gimana bayaran untuk wanita itu?
Randu : Kamu sudah mengumpulkan berapa banyak? Aku lihat dulu
0938563892 : Sudah ada tiga dan masih gadis semuanya
Randu : Benar masih gadis? Besok malam bawa aku ketemu dengan mereka di alamat yang akan aku kirimkan besok
0938563892 : Siap, bos. Perihal bayarannya bagaimana?
Randu : Perihal itu aku akan transfer lusa, setelah aku lihat perempuan itu.
Randu yang sedikit mencoba untuk membuat sebuah karangan syair untuk orang spesial dalam mengungkapkan cinta kembali itu merasa kesulitan berulang, dirinya yang mencoba mencari menggunakan komputer namun juga tak menemukan yang cocok. Biasanya perihal sebuah fiksi sahabat yang mumpuni dan menolongnya harus menjadi sebuah ladang pertarungan dalam merebutkan perempuan yang sama.
"Sialan, sialan. Kenapa sih bikin syair susahnya bukan main. Andai saja Tito juga gak ikut-ikut pasti udah minta tolong."