Chereads / The Sides / Chapter 11 - Sekolah

Chapter 11 - Sekolah

Jessie. Apa kamu sudah siap untuk kembali ke sekolah?" tanya sang Ibu pada Putri Jessie.

Saat ini mereka semua, keluarga kecil yang terdiri dari empat orang anggota keluarga tersebut sedang menikmati makan malam. Makan malam dengan sesuatu yang sederhana, pada ruangan yang tidak terlalu besar di rumah tersebut.

Walaupun terasa sangat asing pada lidahnya, putri Azaela berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya tersebut. Selalu bersyukur jika dia masih hidup, meski pada kehidupan yang begitu asing dari pada kehidupan sebelumnya. Mau tidak mau, sang putri memang harus bertahan di sana, dan selalu berharap jika keadaan kembali normal seperti sediakala.

"Sekolah?" Jessie bergumam seakan-akan dia merasa heran dan belum pernah datang ke sekolah, untuk sekalipun juga.

Namun, memang itulah yang sebenarnya terjadi. Putri Azaela tidak pernah tahu apa yang di namakan sekolah, dan tempat seperti apa sebuah nama yang di sebut oleh Ibunya Jessie barusan.

"Apa kamu juga melupakan tentang sekolah?" tanya sang ayah sambil mengernyitkan kening menatap sang putri.

Dia merasa sangat khawatir dengan keadaan putri itu, yang hampir tidak bisa mengingat semua kejadian dan rutinitasnya sendiri.

Putri Azaela meletakkan gelas yang sedari tadi sudah lelah menempel pada bibirnya sendiri. Sedikit gugup karena dia terus di perkenalkan dengan hal baru yang tidak dia mengerti sama sekali. Seketika saja semua mata menatap ke arah putri Azaela. Namun, bukan tatapan kebencian dan merendahkan yang sering dia terima. Namun, tatapan sayu dari beberapa orang baik, yang merasa khawatir tentang keadaan dirinya saat ini.

Baru kali ini Putri Azaela dikawatirkan oleh seseorang yang bergelar sebagai ayah dan ibunya, serta adik kecil yang selalu membantu dirinya sejak dia berada di tempat asing ini.

"Tentu. Aku akan sekolah," lirih putri Azaela sambil melukiskan sebuah senyuman walaupun hal tersebut adalah keterpaksaan belaka.

Putri Azaela harus menarik nafas panjang umur semua hal baru, yang harus dia pelajari untuk menyesuaikan diri pada kehidupan barunya tersebut. Semuag dia ucapkan barusan.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Ibu Jessie sudah mempersiapkan segala sesuatu yang di butuhkan oleh Jessie untuk berangkat ke sekolah. Semua itu dari setelan baju seragam yang sudah terlihat di persiapkan dengan rapi. Tidak lupa segala sesuatu yang dibutuhkan Jessie di sekolah nanti.

"Aku harus memakai ini?" tanya Putri Azaela dengan mata yang sedikit melebar, setelah melihat dirinya sendiri, pada pantulan cermin besar yang ada di hadapannya saat ini.

Terlihat Putri Azaela melihat jika raga milik Jessie yang sedang dia gunakan sekarang memang terlihat sangat cantik. Dengan memakai kemeja putih, yang dibalut oleh jas sekolah berwarna merah muda. Tidak.luoa sebuah pita kecil juga ikut menyempil di bagian kerah baju yang tertutup dengan rapi.

Rambut panjang dibiarkan tergerai, untuk menutupi keindahan leher jenjang yang Jessie miliki. Membuat penampilan itu sangat berbeda dari penampilan Jessie yang biasa dia perlihatkan.

Putri Azaela pun terlihat sangat menyukai penampilan yang sekarang. Namun, ada satu hal yang membuatnya merasa sedikit terganggunya, dengan pakaian seragam yang dirasa sangat sempurna tersebut. Yakni rok yang dia kenakan, menurut sang putri terlalu pendek. Sehingga memperlihatkan kakinya yang mulus putih bersih tersebut.

Seketika senyum itu hilang, karena hal tersebut. Putri Azaela berusaha menutupi kakinya yang sedikit terbuka dengan benda apapun yang berada di dekatnya saat ini.

"Ada apa Jessie? Apa ada yang salah dengan seragam itu?" tanya Sang ibu yang telah memperhatikan tingkah laku Jessie sejak awal hingga saat ini.

"Ibu ... ini sangat pendek." sambil menarik sedikit rok yang sedang dia kenakan untuk saat ini.

"Apa?" sang Ibu balik bertanya dan sedikit heran. "Tidak, Sayang. Rok itu tidak terlalu pendek bagimu sekarang. Hm ... bukankah kamu sering lebih mengangkat rok itu, agar lebih pendek dari pada sebelumnya?" tanya sang ibu sambil tersenyum dengan lebar.

Ibu Jessie pun segera meraih tangan Jessie yang sedang menutupi bagian rok yang dia katakan sangat pendek tersebut, dengan jaket miliknya sendiri.

Jika di lihat dengan saksama, rok tersebut memang tidak terlalu pendek. Malahan berada tepat di atas lutut kaki Jessie. Akan tetapi, putri Azaela yang sudah terbiasa mengenakan baju panjang, merasa jika ini adalah sesuatu yang benar-benar terbuka untuk umum.

"Tapi ...." Sang putri Azaela belum sempat menyelesaikan ucapannya, Ibu Jessie sudah berlebih dahulu menyela perkataannya tersebut.

"Sudahlah, Jessie. Sebaiknya kamu berangkat sekarat. Karena tidak mungkin kamu ingin terlambat pada hari pertamamu kembali untuk ke sekolah," lirih orang tua tersebut, sambil menarik tangan Jessie untuk keluar kamar dengan begitu lembut.

Dengan sedikit terpaksa, putri Azaela pun mengikuti langkah wanita yang sekarang menjadi Ibunya tersebut. Karena sekolah Jessie berdekatan dengan sekolah adiknya. Sehingga mereka pun memutuskan untuk berangkat berdua dengan berjalan kaki.

"Apa kakak benar-benar ingin berangkat ke sekolah bersamaku?" tanya adik Jessie tersebut.

"Bukankah kata Ibu sekolah kita dekat?" Putri Azaela balik bertanya.

Walaupun rasa bingung kembali menyerang sang adik. Karena selama ini Jessie memang tidak pernah berangkat ke sekolah dengan adiknya tersebut.

Padahal alasan yang paling tepat Putri Azaela mengatakan hal Tersebut, adalah karena dia sendiri tidak tahu jalan menuju tempat yang di namakan sekolah tersebut.

Karena jarak antara rumah dan sekolah Jessie cukup jauh. Membuat kedua anak itu harus berangkat lebih pagi setiap harinya. Sebab jika terus menggunakan angkutan umum, bisa-bisa mereka tidak memiliki uang untuk membeli makanan apapun di sekolah nanti.

Putri Azaela yang tidak pernah berjalan sejauh itu, tentu saja merasa sangat kelelahan. Sudah beberapa kali dia harus duduk istirahat guna memulihkan kembali tenaganya yang terkuras habis tersebut. Dengan nafas yang terengah-engah, putri Azaela menghapus keringatnya sendiri, yang besarnya mungkin setara dengan biji jagung.

Sedangkan sang adik, hanya bisa menggelengkan kepalanya sendiri melihat sang kakak yang sangat asing baginya.

"Bagaimana mungkin, ketua karate seperti kakak bisa sangat lelah karena perjalanan ini? Ah, aku tahu! Apa mungkin ini yang menjadi alasan kakak, selalu menolak jika harus berangkat ke sekolah bersamaku. Karena kakak tidak ingin aku tahu jika Kakak selalu terlihat i payah seperti sat ini?" tanya Sang adik sambil berkelakar.

"Apa maksudmu? Anak ini," gumam Putri Azaela yang kini sudah bangkit dari tempat duduknya serta meneruskan perjalanan yang sedikit lagi akan segera berakhir tersebut.

"Hei," sapa putri Azaela yang berada tepat di belakang anak laki-laki, yang tidak lain adalah adik kandung Jessie tersebut.

"Iya?" Sang adik menjawab dengan sangat singkat sambil memutar tubuhnya sendiri menghadap sang kakak. Jadi saat ini amat tersebut sedang berjalan dengan posisinya yang mundur.

"Apa masih jauh?" tanya Putri Azaela yang merasa tidak sanggup lagi untuk menggerakkan kakinya sendiri.

Adik Jessie tertawa lepas sambil mengatakan jika perjalanan mereka akan melintasi dua kota lagi.

"Apa? Dua kota lagi?" tanya Putri Azaela sambil melebarkan matanya sendiri.

Bersambung ....