Perlahan tapi pasti, mata Putri Azaela yang tadinya tertutup dengan rapat sudah mulai berbuka. Karena sinar sinar matahari pagi, yang masuk dari celah jendela yang sudah berbuka dengan lebar. Terus menusuk ke dua mata miliknya tersebut, untuk segera tersadar dari tidur panjang yang cukup melelahkan.
Sudah berjalan satu pekan lamanya, berada di dalam tubuh Putri Azaela. Seorang Putri dari Kerajaan Adanrille, yang mana dia sendiripun tidak tahu, letak pasti di bagian belahan dunia mana Kerajaan itu berasal.
Sampai saat ini, masih tidak berputus asa untuk mencari jalan keluar atau lebih tepatnya jalan pulang, untuk kembali pada kehidupan dirinya yang sebenarnya. Walaupun kemungkinan cukup kecil, atau bahkan mungkin juga tidak ada kesempatan. Namun, selalu ada harapan pada setiap langkah kakinya.
"Ah! Kenapa terasa sangat pusing?" tanya Jessie sambil memijit kepalanya sendiri, sembari masih terus berada di dalam selimut tebal yang sangat hangat.
"Selamat siang, Tuan Putri Azaela. Anda sudah bangun rupanya." Terdengar suara gadis muda, yang sangat familiar di telinga Jessie akhir-akhir ini.
Gadis tersebut tidak lain adalah Lyne. Orang pertama dan menjadi satu-satunya orang yang bisa dipercaya oleh Jessie, ketika untuk pertama kali berada di dalam kehidupan yang begitu asing tersebut. Walaupun sifat Sang Putri berubah dengan sangat dramatis, secara tiba-tiba. Namun, dia tetap berusaha sabar menghadapi Tuannya tersebut.
"Apa Tuan Putri masih merasa pusing?" Lynne melanjutkan pertanyaannya.
Berdiri tepat di depan tempat tidur, yang memiliki warna dominan berwarna putih tersebut. Menatap ke arah gadis yang masih berada di dalam gumpalan selimut. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama, karena Jessie membuka sepatu selimut, dan memperlihatkan dirinya yang sangat berantakan.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ruangan ini terasa berputar-putar tidak beraturan? Apa sedang terjadi gempa bumi atau semacamnya?" tanya Jessie yang masih belum merasa sadar sepenuhnya.
Mendengar hal tersebut, senyum yang sejak tadi sudah bertengger di bibir Lynne pun seketika menghilang. Menarik nafas panjang, lalu menghembuskan dengan kekuatan penuh. Berharap jika Tuan Putrinya tersebut, mengingat kejadian memalukan, yang dia lakukan pada Tuan Atremus.
"Tuan Putri, kenapa masih menyentuh minuman memabukkan itu? Dan inilah akhirnya," lirih Lynne seperti seorang ibu yang sedang memarahi anak yang tidak mendengarkan perkataannya.
"Apa?" Putri Azaela mengangkat sebelah kening. Mencoba menyusun kembali serpihan ingatan yang belum kembali sepenuhnya. "Oh! Minuman itu? Tapi itu hanya satu gelas saja. Bukankah hal itu seharusnya tidak berpengaruh kepadaku?" tanya Jessie seolah-olah kepada dirinya sendiri.
Jessie pun menjadi mengerti dengan keadaan yang dia alami saat ini. Karena hanya jiwa yang berpindah, berarti raga yang berfungsi tetaplah raga yang sama. Mungkin benar jika Jessie pada kehidupannya adalah seorang gadis yang tidak mabuk, hanya dengan segelas minuman itu.
Akan tetapi, Putri Azaela yang sama sekali memiliki hal yang sangat berkebalikan dengan kebiasaan Jessie tersebut. Sehingga mau tidak mau Jessie pun harus beradaptasi dengan hal tersebut, jika dia masih berada di tempat tersebut. Dan entah sampai kapan hal ini akan berlangsung.
"Tidak berpengaruh? Apa Tuan Putri bercanda? Bahkan untuk mencium aroma minuman itu saja, Anda sudah hampir kehilangan kewarasan. Bagaimana bisa Anda menahan hanya satu gelas tersebut?" Lynne balik bertanya dengan nada yang sedikit tinggi.
"Kamu memarahiku?" tanya Jessie, sambil melebarkan kedua matanya menatap gadis yang sedang menyiapkan pakaiannya tersebut.
Mendengar hal tersebut, seketika Lynne menghentikan kegiatan yang sedang dia lakukan. Menepuk kening dengan telapak tangannya sendiri, karena kebodohan yang baru saja dia perbuat. Bagaimana mungkin dia dengan mudah memarahi Putri Azaela, yang berstatus sebagai Tuannya tersebut.
Dengan kening yang berkerut, serta wajah yang terlihat menunduk. Membalikkan tubuhnya untuk menghadap kembali pada Putri Azaela, yang masih memberikan sorot mata yang terlihat sedikit menyeramkan. Dengan penuh rasa penyesalan dia mengakui semua kesalahan.
"Maafkan aku, Tuan Putri Azaela. Bukan begitu maksudku. Aku hanya ...."
Belum sempat Lynne mengucapkan kalimat demi kalimat penyesalan yang mendalam tersebut, Jessie sudah melemparkan bantal pada gadis tersebut. Dan benda itu mendarat tepat pada wajahnya.
Lynne pun semakin merasa takut dengan hal tersebut. Mengira jika Putri Azaela sangat marah, atas semua ucapan yang tidak sengaja terlontar dari bibirnya tersebut. Bahkan, gadis malang tersebut sudah berlutut, untuk mendapatkan pengampunan dari Putri Azaela tersebut.
"Maafkan aku, Tuan Putri Azaela! Maafkan aku!" serunya dengan nada suara yang sangat dipenuhi oleh merasa penyesalan.
Akan tetapi, tidak ada suara yang keluar dari bibir Putri Azaela. Yang ada, sebuah benda yang tidak lain adalah bantal, kembali mendarat tepat di kepalanya yang masih tertunduk.
"Hei! Apa yang kamu lakukan? Dasar!" Jessie pun bangkit dari tempat tidur, bersiap untuk membereskan dirinya sendiri yang sangat berantakan tersebut. "Lynne! Bangun! Apa kamu ingin seharian terus melakukan hal itu?" tanya Jessie.
Kini Jessie ikut duduk di atas lantai, tepat berada di samping Lynne. Gadis itu pun perlahan mengangkat kepalanya, dengan wajah yang masih terlihat cemas. Menatap ke arah Putri Azaela.
"Hei! Jangan perlihatkan wajah seperti itu. Sakit kepalaku bertambah, jika harus melihat.wajah jelekmu itu!" celetuk Jessie setengah berteriak.
"Apa Tuan Putri sudah tidak marah?" tanya Lynne.
"Siapa yang marah? Aku semestinya berterima kasih kepadamu, karena masih setia berada di sisiku," ucap Jessie sambil tersenyum hangat.
Akhirnya kedua gadis yang memiliki jarak tak terpaut jauh tersebut, saling berpelukan satu sama lain. Tanpa di sadari, rasa kekeluargaan pun sudah terasa kental pada mereka berdua. Di mulai dari rasa ketergantungan, saling membutuhkan antara satu dan lainnya. Membuat mereka bisa memahami perasaan masing-masing.
"Apa tidak ada tempat rekreasi di sini?" tanya Jessie kepada Lynne lagi setelah perasaan mereka berdua kembali tenang.
"Apa? tempat apa itu? Re-re-reasi?" tanya Lynne mencoba mengulangi satu kata yang sangat asing pada indera pendengarannya tersebut.
"Bukan! Rekreasi ... maksudku tempat yang memiliki pemandangan indah untuk dikunjungi. Karena aku sudah sangat bosan di tempat ini," lirih Jessie dengan wajah yang sedikit memelas.
"Owhh ... tempat hiburan?" Mengangguk-anggukkan kepalanya sendiri, seraya memperlihatkan wajah yang tengah berpikir dengan sangat serius. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama, karena untuk menit berikutnya, terlihat jika mata Lynne sudah terlihat memancarkan sinar terang.
"Aku tahu tempat itu! Hm ... apa Tuan Putri benar-benar ingin mengunjungi tempat tersebut?" tanya Lynne tersenyum nakal sambil mengangkat kedua alisnya berkali-kali secara bersamaan.
Entah kenapa perasaan Jessie menjadi tidak enak, setelah melihat tingkah laku Lynne yang tidak biasa tersebut.
"Tempat apa itu?" tanya Jessie dengan rasa penasaran.
"Nanti Tuan Putri akan tahu sendiri. Tempat yang dipenuhinya dengan keindahan dan keseksian dunia ...." Lynne terkekeh-kekeh sendiri.
"Apa? Seksi? Dunia?" Jessie menggaruk kepalanya.
Bersambung ....