Chereads / The Sides / Chapter 19 - Sosok Ayah

Chapter 19 - Sosok Ayah

"Aku tidak akan pernah bisa ... bahkan tidak pernah sudi, untuk menerima dia sebagai keluarga dari Kerajaan Adanrille," ucap wanita yang memiliki iris mata berwarna cokelat tersebut.

Bukannya menikmati hidangan yang tersedia di hadapannya saat ini. Jessie justru harus menikmati pertunjukan yang sedang berlangsung di depan penglihatannya sendiri saat ini. Pertunjukan yang tidak lain menceritakan tentang rumah tangga suami istri yang sedikit mengalami kegoncangan, karena kehadiran seorang gadis yang kelihatannya sangat tidak diinginkan oleh Sang Ratu.

Dan sialnya lagi, gadis yang kurang beruntung tersebut, adalah dirinya sendiri. Rasanya ingin sekali untuk cepat-cepat keluar dari ruangan tersebut, dan mengakhiri semua pemandangan yang sama sekali tidak diinginkan oleh Jessie tersebut. Karena dia juga mempunyai masalah sendiri, sehingga tidak terlalu memiliki ketertarikan untuk mengetahui masalah orang lain.

Akan tetapi, hal itu di urungkan oleh gadis yang masih berusia tujuh belas tahun tersebut. Mengingat saat ini, dia sedang menggunakan wajah orang lain dan pada zaman yang sangat berbeda. Oleh karena itu, dia tidak ingin mengambil resiko besar dan berusaha untuk menimbulkan masalah sekecil mungkin.

Dari sini, Jessie sedikit demi sedikit mengetahui tentang kehidupan yang di jalani oleh Putri Azaela yang asli. Sejak dahulu, jika dia selalu berpikir jika hidup seorang putri selalu sangat menyenangkan. Kehidupan mewah bergelimang dengan harta benda, yang sudah tersedia untuk dia gunakan. Memiliki kekuasaan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, meskipun permintaan tersebut adalah hal yang mustahil sedikitpun.

Semua hal tersebut, sangat berbanding terbalik dengan kehidupan Jessie. Gadis tersebut harus bekerja keras terlebih dahulu, untuk mencapai apa yang dia inginkan. Memeras semua keringat dan pikiran, bahkan tidak jarang untuk mengambil sebuah resiko untuk memenuhi hasrat tersebut.

Selama ini, yang dilakukan oleh Jessie bukanlah untuk dirinya sendiri. Melainkan untuk orang lain, khususnya untuk keluarganya sendiri. Memiliki kehidupan keras yang harus mereka jalani, dengan seorang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga kecil tersebut.

Bukan sebagai pemimpin sebuah perusahaan besar. Ataupun mempunyai kedai sederhana yang ada di pinggiran jalan raya kota tersebut. melainkan sebagai asisten rumah tangga, yang acap kali mendapatkan perlakuan kasar oleh sang majikan, yang bertindak sebagai sang penguasa.

Walaupun sudah beberapa kali, Jessie meminta sang ibu untuk berhenti melakukan hal tersebut. Namun, sang ibu juga memiliki sifat keras kepala yang tidak kalah dari dirinya sendiri. Namun, mungkin hal tersebut adalah sebuah keras kepala, karena sangat membutuhkan pekerjaan tersebut. Bukan keras kepala untuk mempertahankan hal tersebut.

Dari tangan kasar, yang bekerja sebagai asisten rumah tangga itulah mereka dapat melangsungkan kehidupan sampai saat ini. Sedangkan sang ayah, hanya bisa terduduk lemah di atas kursi roda, sejak kecelakaan saat bekerja di salah satu pabrik besar, di kota tersebut.

Dari sana Jessie membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dengan cara yang bisa dia lakukan, apapun hal tersebut. Selama menghasilkan uang selalu dia lakukan dengan senang hati.

Bayangan kehidupan yang terlalu sempurna milik seorang putri kerajaan. Yang sangat berbanding terbalik dengan kehidupan yang selama ini selalu dia jalani dan keluhkan, adalah impiannya sejak kecil.

Akan tetapi, setelah merasakan sendiri bagaimana menjadi seorang putri. Jessie menyadari jika semua cerita kesempurnaan yang selalu dia dengar, tidaklah semuanya benar. Karena dia merasakan sendiri saat ini. Mungkin, lebih parah dengan apa yang dia rasakan pada kehidupan yang sebelumnya.

Pada kehidupan Jessie dulu, dia bisa melawan ketidakadilan yang dia alami dengan kekuatannya sendiri. Namun, disini sangat berbeda. Karena kehidupan Putri Azaela, yang menjadi raganya sekarang, tidak lebih dari sosok menyedihkan.

Putri Azaela harus menanggung sebuah dosa, yang bukan dia perbuat sendiri. Dan sampai sekarang hanya bisa diam, dengan semua perkataan kasar serta hinaan yang keluar dari setiap mulut orang lain. Menatap semua orang yang membenci dirinya, dengan sebuah senyuman, tanpa beban sedikitpun juga. Walaupun di dalamnya hatinya mungkin hampir tidak bisa melakukan semua hal yang menyebalkan tersebut.

"Ratu Azhura, jangan membuat keributan pada acara baik yang sedang berlangsung ini," lirih Sang Raja lagi. Kali ini sedikit menurunkan nada suara yang sempat meninggi, beberapa saat yang lalu.

Mendengar hal tersebut, Ratu Azhura justru berdecak kesal. Tak ayal bola matanya pun kini berpindah dengan cepat, menuju ke arah Jessie yang sedari tadi hanya diam. Tatapan itu, seakan-akan terasa langsung menusuk tepat di jantung Jessie saat ini.

"Sebaiknya kamu langsung menerangkan kepada Putri Azaela, tentang apa tujuan sebenarnya dari makan malam ini." Menatap kesal pada Jessie. "Dan aku, tidak berniat untuk terlalu lama di tempat ini," lanjut Ratu Azhura.

Setelah berkata seperti itu, masih dengan tingkah laku yang kasar meninggalkan ruangan tersebut. Ruangan yang kini hanya terdapat Yang Mulia Raja, serta putrinya yakni Azaela.

"Tidak apa-apa, Putri Azaela. Mari kita lanjutkan acara ini," lirih Sang Raja sambil tersenyum hangat kembali, seolah-olah tidak sedang terjadi apa-apa di dalam ruangan tersebut.

"Tujuan." Tiba-tiba Jessie mengucapkan satu kata yang sedari tadi berkutat di dalam pikiran. Sebuah kata yang pertama di suguhkan oleh Sang Ratu Azhura, yang kini menimbulkan begitu banyak pertanyaan di dalam benak Jessie. "Apa semua ini tercipta, karena ada sebuah tujuan yang tersembunyi?" Jessie melanjutkan pertanyaannya pada ayahnya sendiri tersebut.

Terlihat, Raja Emmerich seketika menghentikan kegiatan yang sedang dia lakukan saat ini. Tidak bisa di pungkiri, jika ekspresi wajah yang dia tunjukkan saat ini, terlihat merasa terbebani pada kata tujuan tersebut.

Raja Emmerich meletakkan alat makan yang terbuat dari perak tersebut dengan pelan pada tempatnya semula. Tangan kanannya segera terangkat dengan berat, memberikan isyarat pada pelayan yang sedang berdiri tidak jauh dari sana. Dia menginginkan para pelayan tersebut untuk segera membersihkan meja makan, dari berbagai macam jenis hidangan yang sebagian besar belum tersentuh sama sekali.

Sama halnya seperti Jessie, mungkin Raja Emmerich juga sudah melunturkan nafsu makan yang sedari tadi memang sudah sangat di paksakan.

Setelah semua bersih dari hidangan, kalinya ada beberapa pelayan membawa dua buah cangkir kecil dan dan sebuah teko kecil. Kedua benda tersebut merupakan benda antik dan unik, terbuat dari emas.

Bukan pelayan, kali ini Sang Raja sendiri yang menuangkan cairan berwarna merah kehitaman tersebut pada cangkir milik Jessie dan dirinya sendiri. Cairan tersebut, tidak lain adalah minuman yang terbuat dari anggur hitam, yang menjadi salah satu pusat perekonomian Kerajaan Adanrille saat ini.

"Yang Mulia ... apa sebenarnya tujuan Yang Mulia?" tanya Jessie yang semakin penasaran.

Raja Emmerich terlebih dahulu tersenyum pada Jessie, sebelum duduk pada kursinya sendiri.

"Dan sampai saat ini pun, kamu masih belum bisa memanggilku Ayah?" lirih Sang Raja sambil menikmati minuman yang dia suguhkan sendiri.

Bersambung ...