Beberapa menit sudah berlalu, sejak pria asing yang sama sekali tidak dikenal oleh Putri Azaela mengangkat tubuhnya. Gadis itu pun tidak tahu, kemana pria tersebut akan menawarkan dirinya, yang berkata akan menolongnya tersebut.
Pria tanpa malu melakukan hal tersebut, ketika mereka berdua melewati koridor banyak kelas. Tidak ayal perlakuan tersebut, menyita banyak perhatian para pelajar yang ada di sana.
Sepasang mata yang berjumlah puluhan, bahkan ratusan itu sedang mengintai setiap langkah pria yang sedang mengangkat tubuh Putri Azaela tersebut. Bahkan, ada yang sengaja keluar kelas, walaupun masih berada di dalam pelajaran yang sedang berlangsung. Ataupun hanya berdiri, sekedar untuk mengintip dari balik kaca tebal yang transparan.
"Bukankah itu Daniel?" tanya salah seorang siswi dengan rahang yang sedikit terbuka.
"Benar! Dan ... gadis itu adalah Jessie! Bukankah Jessie adalah siswi preman yang terkenal kasar dan sombong. Ta-tapi ... bagaimana mereka bisa seperti ini?" tanya siswi lainnya, seraya mengerutkan kening.
Bukan hanya mereka berdua yang merasakan perasaan yang tidak rela melihat kejadian yang sedang berlangsung di depan mata tersebut. Masih banyak siswi lainnya yang juga merasakan hal tersebut.
Daniel, adalah nama pria yang sedang mengangkat tubuh Putri Azaela tersebut. Salah seorang idola sekolah, yang terkenal dengan ketampanan yang dia miliki. Karena Daniel merupakan blasteran, sehingga dia ada orang yang memiliki mata biru gelap di sekolah tersebut.
Selain ketampanan yang sudah terkenal baik di dalam, maupun di luar sekolah. Dia juga merupakan anak yang pandai dari kasta satu, dan sangat berprestasi di dalam ekskul melukis. Semua itu terbukti dari banyaknya penghargaan yang sudah dia raih, sebagai perwakilan dari Smart High School.
Secara tidak langsung, Daniel adalah sosok pria yang sang diinginkan dan diimpikan setiap gadis yang telah mengenal dirinya. Karena sempurna untuk terlihat tersebut.
Akan tetapi, di balik semua kesempurnaan itu tentu saja ada sisi yang tidak bisa di mengerti oleh sebagian besar orang lain. Daniel ada pria yang dingin kepada siapa. Bahkan tersenyum pun sangat jarang untuk dia lakukan, sehingga dia mendapat julukan Ice Boy.
Namun, tetap saja hal tersebut tidak membuat fansnya menjadi berkurang. Malah sebaliknya, semakin lama semakin bertambah tanpa bisa di perhitungkan sebelumnya.
Sementara itu, Putri Azaela yang terlihat malu, hanya bisa menutupi wajahnya yang sudah terlihat merah sejak beberapa saat yang lalu.
Ternyata pertunjukan tersebut juga tidak lepas dari bola mata pria yang berwarna hitam pekat. Salah satu pria yang berada di dalam gerombolan beberapa pria, yang sedang berdiri pada salah satu sudut ruangan.
Pria itu tidak lain adalah Erick. Terlihat mengunyah dan sesekali membuat gelembung dari permen karet melalui bibirnya.
"Wah. Apa mereka adalah sepasang kekasih?" tanya siswa yang memiliki tubuh kurus.
"Aku rasa itu tidak mungkin. Apa kamu lupa? Jika Jessie dan Daniel itu berada di dalam dua kutip yang berbeda. Mana mungkin mereka akan bersatu?" Pria yang bertubuh agak gempal mencoba menjelaskan, berdasarkan teori yang dia pelajari selama ini di kelas fisika.
Mendengar hal tersebut, sebuah tangan pun seketika mendarat di bagian kepala pria gempal tersebut. Tangan tersebut tidak lain adalah tangan Erick sendiri.
"Heh, jangan bicara tentang sesuatu yang sulit aku pahami," lirih Erick sambil mengangkat sebelah keningnya.
Mendengar hal tersebut, bukannya merasa takut. Justru ledakan gelak tawa yang terdengar. Semua itu adalah pada kelompok pelajar dari kasta satu, yang mana Erick adalah pemimpin dari geng gadungan bernama Black Prince. Sebuah geng yang terdiri dari empat orang. Selain itu mereka juga salah satu group band yang paling terkenal di sekolah tersebut, karena sudah berhasil menyabet beberapa penghargaan bergengsi.
***
Akhirnya, Putri Azaela dan pria yang bernama Daniel tersebut masuk ke dalam sebuah ruangan, yang di dominasi dengan seluruh cat dan pernak pernik berwarna putih. Ruangan tersebut, juga dikenal sebagai ruang perawatan yang ada di sekolah tersebut.
"Daniel. Apa yang sedang terjadi?" tanya seorang wanita yang memakai sebuah kacamata, yang menggantung pada wajahnya.
Wanita tersebut adalah seorang dokter, yang bertugas di dalam ruangan tersebut. Dia bertugas untuk merawat dan mengobati siapapun yang menjadi anggota dari sekolah tersebut. Terlihat masih muda dengan rambut panjang yang tergerai pada bahunya.
Wajahnya terlihat terkejut karena baru kali ini Daniel membawa seorang gadis ke ruang perawatan, dengan cara menggendongnya sendiri.
"Daniel ...." panggil wanita itu kembali sambil segera mendekati pria tersebut yang ingin meletakkan tubuh Putri Azaela di atas tempat tidur.
"Tidak apa-apa, dokter Paula. Aku hanya perlu perekat luka," lirihnya tanpa menatap ke arah wanita itu.
Tanpa bertanya lagi, wanita yang bernama Paula tersebut segera mengambilkan benda yang di minta oleh Daniel, dan ingin menempelkan pada lutut Jessie, yang sudah terlebih dahulu dibersihkan oleh Daniel sendiri.
"Tidak. Biar aku saja," lirih Daniel.
Mendengar hal tersebut dokter Paula pun memberikan perekat luka berwarna biru tersebut pada tangan Daniel dengan sedikit keraguan.
"Terima kasih ...."
"Daniel. Apa kamu juga menghapus ingatan tentang kita?" tanya Daniel yang masih berada di hadapannya Putri Azaela.
'Kita? Apa maksud pria ini? Apa Jessie dan Daniel mempunyai hubungan yang spesial?' tanya Putri Azaela di dalam hatinya sendiri.
"Entahlah ... aku juga merasa sulit untuk mengingat sesuatu." Abul menggelengkan kepalanya sendiri. "Tapi, terima kasih, Daniel. Seharusnya kamu tidak perlu melakukan semua ini. Karena ini hanya sebuah luka kecil saja," ucap Putri Azaela kembali.
Lalu Putri Azaela pun juga menatap wanita yang mengenakan pakaian serba putih, yang sedari tadi hanya berdiri mematung melihat dan mendengar apa yang mereka berdua lakukan.
"Terima kasih, do-dokter" lirih Putri Azaela yang mengingat sebutan untuk wanita itu, dari perkataan yang keluar dari bibir Daniel barusan.
Seketika wanita itu pun memberikan sebuah senyuman hangat untuk Putri Azaela. Namun, ada yang sedikit aneh pada ekspresi wajah dokter Paula ketika melihat ke arah Daniel, yang saat ini berada pada posisi sedang membelakangi dirinya.
"Baiklah, aku akan ke ... ke ...." Putri Azaela menggaruk kepalanya sendiri.
Gadis itu berniat untuk meninggalkan suasana yang terasa semakin canggung m, yang sedang tercipta di tempat itu. Akan tetapi, dia sendiri tidak yakin dan tidak tahu sama sekali kemana tempat tujuan yang sebenarnya saat ini.
"Maksudmu kembali ke kelas?" Daniel mengulas sebuah senyuman mendengar kebimbangan Putri Azaela yang sangat jelas terpancar keluar.
"I-iya," jawab Putri Azaela masih sedikit terbata.
"Baiklah, aku akan mengantarmu. Mungkin kamu juga telah melupakan kelasmu sendiri," lirih Daniel.
Putri Azaela pun tersenyum lebar, karena kali ini bertemu dengan orang yang benar-benar ingin membantu dirinya. Tidak seperti para pelajar yang dia temui sebelumnya.
Bersambung ....