Dengan hati yang terkikis oleh kepedihan, Arlan meninggalkan rumah ayahnya. Rasanya ingin sekali dia membawa sang ayah tinggal bersamanya. Namun karena kesibukannya setiap hari membuatnya tak mungkin mengurus semua keperluan ayahnya. Dan mungkin memang saat ini yang terbaik adalah ayahnya dirawat oleh Si Bibi.
Arlan melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir pukul 9 malam. Dia membelokkan mobilnya di sebuah bar terkenal di daerah Jakarta Selatan.
Masuk kalu duduk di bartender. Memesan minuman lalu meneguknya sampai tandas bersloki-sloki. Setengah mabok Arlan langsung terkapar di meja bar.
Terlihat waktu begitu cepat berlalu. Sudah menunjukkan tengah malam lewat. Sekitar jam 2 malam Arkan kembali menelan minuman itu sampai benar-benar dia tidak ingat apa-apa hingga datang seorang gadis memapahnya ke mobil dan membawanya je apartemen gadis itu.
"Dasar wanita jalang! Wanita murahan! Tega sekali kamu mengkhianatinya, heh! Plakk!" Gadis itu menjerit ketika tangan besar Arlan mendarat di pipi kanannya.
Rasanya gadis yang tak lain Eudrie itu meringis kesakitan. Dalam hati dia mencaci dan memaki Arlan yang begitu sarkasnya menyakitinya.
"Dasar pria brengsek! Dalam keadaan mabok pun kamu masih bisa menyakitiku!" Lagi-lagi dia memaki pria yang sudah tumbang ke dalam pembaringannya itu.
Karena merasa kecapekan dan kesal juga marah akhirnya Eudrie pun tertidur di samping Arlan yang sudah tak sadar apa-apa.
Ketika pagi tiba, Arlan dengan mengerjabkan mata mencoba menyadarkan dirinya yang masih merasakan kepalanya berdenyut-denyut.
Matanya terbuka dengan berat dan merasakan kakinya sedikit agak kram karena sepertinya tertimpa benda yang lumayan berat. Saat dia akan beranjak dari pembaringannya tiba-tiba tubuhnya menegang sesaat ketika menyadari ada tubuh lain yang ada di dalam selimutnya.
"Akh!" pekiknya tertahan ketika melihat gadis yang tak lain Eudrie itu tengah terlelap dengan posisi miring ke arahnya. Lama Arlan nemoerhatikan wajah cantik itu. Bibirp mungilnya dan tubuh rampingnya namun berisi.
Tanpa sadar Arlan mendekatkan wajahnya pada gadis itu rapi seketika di tariknya wajahnya melihat Eudrie sudah menggeliat dan membuka matanya.
"Hei! Kamu sudah bangun? Sudah sadarkan?" tanyanya sambil menatap Arlan penuh arti.
"Iya, apa kamu yang membawaku semalam?" tanya Arlan bodoh.
"Ya iyalah aku. Siapa lagi Arlan? Kok kamu tumben sich mabuk-mabukan begini? Putus cinta kamu ya?" tandas Eudrie sambil membalikkan badan membelakangi Arlan.
"Bagaimana putus cinta kalau cewek aja nggak punya. Ngaco kamu!" Seketika Eudrie membalikkan badan lagi. Setengah bersandar pada ranjang, Eudrie berkata dengan sarkas.
"Kamu yakin mabok bukan karena cewek? Terus tadi malam itu apa? Kamu teriak-teriak nyebut dasar cewek brengsek, murahan, jalang! Terus lihat ini! Kamu menamparku sampai biru!" Arlan mengerjab sesaat. Dia tersentak mendengar ucapan Eudrie.
"Aku menampar kamu? Ya Tuhan, Eudrie. Maafkan aku. Aku nggak sadar." Dengan gerakan cepat Arlan memegang pipi lembut Eudrie lalu mengelusnya membelainya memberikan sentuhan yang sedalam-dalamnya.
Mata mereka bertemu. Ada desir aneh di dalam dada mereka. Gelenyar yang tak biasa membuat mereka saling salah tingkah. Degub jantung mereka pun seolah berlarian berlomba siapa yang kalah dan siapa yang menang.
Ketika kening mereka beradu, Hidung mereka menyentuh dan bibir mereka terbenam tanpa mereka sadari seolah terhipnotis tiba-tiba suara bel pintu terdengar 3 kali.
Hening sesaat. Saling bergeming tanpa ada yang mau beranjak dari tempat tidur. Karena bibir mereka masih saling bertaut. Hati mereka masih saling berdebar. Hembusan napas mereka pun masih saling nenyentuh.
kembali bel pintu apartemen milik Eudrie berbunyi memaksa gadis itu turun dari pembaringan dengan napas tersengal liar.
****
Baik Arlan maupun Eudrie sama-sama saling bertekat untuk melupakan kejadian barusan. Kini Arlan sudah ada di kantornya dan sedang bekerja sebisa mungkin.
Namun bayangan Eudrie terus saja melintas di benaknya. Rasanya baru kali ini dia merasa sangat tersiksa oleh perasaan yang bertepuk sebelah tangan.
Eudrie nggak pernah menoleh ke arah dirinya. Yang ada di depan matanya hanyalah Banin dan Banin. Padahal Banin sudah menolak mentah-mentah dirinya. Tapi tetap saja Eudrie mengejar Banin yang nyata-nyata menyukai gadis lain.
Karena sudah hampir 2 jam dirinya tak kunjung tenang maka Arlan pergi ke luar kantor. Berniat hanya sekedar jalan-jalan ke supermarket depan.
Namun tak sengaja matanya menemukan sepasang pria dan wanita sedang bermesraan di parkiran mobil pusat perbelanjaan dekat dengan kantornya.
Dengan kemarahan penuh Arlan menghampiri pria dan wanita itu.
"Eudrie!" serunya membuat gadis itu terkejut lalu melepaskan tangan pria itu dari dada besarnya. Arlan semakin merasakan emosi yang tak terkendali ketika mengetahui siapa pria yang sedang mencumbu Eudrie.
"Eudrie, apa Banin tahu soal ini?" tanya Arlan lagi pada gadis itu. Kali ini Eudrie tampak pucat wajahnya.
"Jangan campuri urusanku, Arlan!"ucap Eudri sedikit teriak.
"Banin itu sepupu sekaligus sahabatku, Eudrie. Nggak mungkin aku diam saja melihat calon istrinya bercumbu mesra dengan pria lain. Apa kamu lupa Eudrie, kamu seorang artis. Kenapa bisa bertindak menjijikkan seperti ini. Semua orang tahu bahwa calon suami kamu Banin Kinandjaya seorang Direktur Eksekutif Muda. Bukan pengangguran seperti ini yang cuma bisa menebar pesona pada setiap perempuan."
Laki-laki di samping Eudrie yang tak lain adalah Dave itu hanya bisa mengepalkan tangannya ketika mendengar ucapan Arlan yang begitu pedas itu.
"Arlan, kamu salah paham. Dua cuma teman tidak lebih." Sekali lagi Dave mengetatkan rahangnya mendengar ucapan sadis Eudrie.
"Baguslah kalau kamu cuma menganggap dia angin lalu. Ingat Eudrie! Banin lebih dari siapa dalam segala hal. Kamu akan menyesal kalau sampai dia tahu perbuatan kamu di belakang. Ini peringatan terakhir dariku Eudrie."
Lagi-lagi Eudrie hanya bisa menelan salivanya. Dia tak menyangka akan kepergok oleh Arlan sedang bercumbu dengan Dave di mobilnya. Dirinya lupa kalau saat ini sedang berada dalam kawasan wilayah perkantoran Arlan.
"Dave, sebaiknya jamu pergi duluan. Aku akan mencoba bicara pada Arlan dan menjelaskan bahwa yang dilihat itu tidak benar. Dia tidak boleh melaporkan ini pada Banin. Kalau nggak saham 50%ku akan hilang."
Dave terkejut mendengar perintah Eudrie. Dia tak menyangka sudah kepergok begitu rapi Eudrie lebih memilih pria yang belum tentu mencintainya.
"Sudahlah, Sayang. Kita sudah ketahuan, Kan? Ya sudah, biarkan saja. Akan lebih baguskan, kamu tidak ada dalam bayang-bayang orang itu."
"Kamu gila, ya ngomong begitu padaku? Kamu sebenarnya paham nggak sich, Dave? Bahwa aku sudah merencanakan ini semua dari awal. Nggak mungkin aku akan gagalin semua demi kamu, kan?"
Dave merasakan nyeri yang begitu sangat kala menyadari bahwa gadis yang sangat dia cintai itu tidak pernah menginginkan dirinya.
Saat Dave terpuruk dengan keadaanny, Eudrie sudah berlari meninggalkannya untuk mengejar Arlan yang berjalan begitu cepatnya.
"Arlan!
****
.BERSAMBUNG