"Arlan!"
Arlan menoleh mendengar panggilan yang terdengar sendu itu. Dilihatnya sosok penampilan Eudrie tampak kusut karena mengejarnya.
"Arlan! Aku mohon dengar dulu penjelasanku." Eudrie kembali mengejar pria itu sudah berjalan lagi dan hampir nyampe di ruangan kerjanya.
Banyak karyawan yang melihat sikap mereka yang menurutnya aneh. Ada juga yang bergunjing tentang kedekatan mereka padahal semua orang juga tahu foto model Eudrie adalah calon istri dari pemilik perusahaan utama Radishius.
"Eudrie, sudahlah! Apalagi maumu?" tanya Arlan sambil mengunci pintu ruangan kerjanya.
"Tolong jangan bilang soal apa yang kamu lihat tadi.Aku wanita normal, Arlan. Sangat membutuhkan itu. Aku dengan dia hanya saling membutuhkan karena selama ini Banin nggak pernah menyentuhku."
Seketika mendengar ucapan Eudrie yang terkesan polis, Arlan langsung menarik tubuh kecil itu dan menghemoaskannta ke sofa di ruangan kerjanya.
Menyentakkan baju yang dipakai oleh Eudrie lalu bertubi-tubi memberikan ciuman panas. Melumat bibir, menjilat leher bahkan menyesap puncak dada.
Eudrie yang tiba-tiba diperlakukan seperti itu sangat kaget. Dia berusaha menolak dan meronta. Memberontak sekuat tenaga agar mampu melepaskan diri dari nafsu birahi setan milik Arlan.
"Arlann_! Kamu apa-apaan ini?" tanyanya tersengal karena tiba-tiba pria tampan itu sudah merosot menghadap milik intinya. Lalu menciumnya dan memberikan kehangatan lewat cercapan bibirnya.
Akhirnya Tibuh Eudrie membeku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Melambung tinggi hingga dia lupa bersama siapa. Yang tadinya berontak dan meronta, menolak setiap sentuhan Arlan. Kini seperti dia yang mengharap agar terus disentuh dan dijamah.
Sedikit saja berhenti, Eudrie akan protes dan merengek ala bayi kemarin sore. Pelepasan pertamanya sukses membuatnya mengejang hebat. Mulutnya merancau tak karuan.
Arlan menerbitkan senyum lebarnya, dia terus saja membuat gadis yang dulu sempat membuat hatinya kalap karena mencampakkannya begitu saja dan lebih memilih Banin, sepupunya.
Hampir 4 jam permainan Arlan baru selesai. Di ruang kerja itu laki-laki ini membuat gadis congkak dan sombong itu memohon ampun berkali-kali padanya.
Arlan memakai kembali bajunyavyang tadinya teronggok seperti sampah di lantai ruang kerjanya. Rasanya ada kepuasan yang luar biasa baru dia dapat saat ini.
Sedang Eudrie masih mengejangkan tubuhnya yang indah di sofa panjang milik Arllan. Gadis terlentang dengan tubuh polos tanpa sehelai benang pun.
Membiarkan tubuh mulusnya terkena hawa Ac yang begitu dingin. Dan ternyata itu tidak dibiarkan oleh Arlan. Pria itu memeluk dan menutupi tubuh itu dengan seluruh badannya yang sudah berpakaian.
Mengecup kening mulus itu berlali-kali dan sesekali melumat bibir kenyal yang sekarang tampak membengkak itu. Menatapnya lalu kembali menyesap bibir kenyal itu.
Anehnya Eudrie tidak pernah mengelak ketika bibir itu selalu menyentuhnya malah semakin ke sini semakin menginginkan kan sentuhan itu.
Hatiya mengeluh ketika ada interkom masuk bahwa dirinya harus ketemu dengan klien malam ini untuk menemani diner. Rasanya Eudrie benar-benar seperti orang yang kecanduan dengan Arlan. Atau lebih tepatnya dia sekarang seolah posesif dan tak ingin membiarkan Arlan tanpa dirinya.
"Tak bisakah dibatalkan pertemuan nmakan malam itu?" tanya masih sambil menelantangkan tubuhnya. Kali ini has kebesaran Arlan yang menutupi tubuh polosnya.
Arlan yang baru saja menutup interkomnya mendekati kembali gadis itu lalu duduk di sisi sofa. Meneyelipkan anak rambut yang menutupi sisi kanan dan kiri wajah cantik itu.
"Kenapa?" tanyanya saambil menunduk dalam jarak hanya beberapa centi ke bibirnya. Membuat Eudrie tiba-tiba meraih leher Arlan dan menekannya hingga bibir pria itu terbenam di bibir kenyalnya.
Sesaat kembali kedua mata mereka terpejam kalu desahan kecil lolos dari bibir Eudrie yang membuat Arlan melebarkan senyumnya di sudut bibirnya tang sensual.
"Jangan pernah berhubungan dengan pria itu lagi. Kalau memang kamu butuh kepuasaan yang tak pernah Banin berikan datanglah ke aku." Eudrie tak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari mulut Arlan. Pria yang selama ini dianggapnya sangat dingin terhadap perempuan.
Lebih herannya lagi, Eudrie hanya mengangguk dan mengatakan ingin makan malam bersama dengannya da juga klien Arlan. Tanpa diduga oleh gadis itu Arlan membatalkan semua janjinya malam ini demi memenuhi keinginan gadis yang sebenarnya sangat dia inginkan itu.
****
Di rumah sakit Banin masih menunggu Sea yang terlelap tidur malam ini. Pria itu ymtidak ingin malam ini dia kecolongan lagi. Dia harus berjaga sepanjang malam ini.
Dipandanginya wajah cantik yang memucat itu. Ada penyesalan yang begitu sangat atas kejadian kemarin dia meninju wajah Dokter Alex. Apalagi dia tidak bisa memberikan alasan ketika Sea bertanya untuk apa dirinya melakukan ini?
Akh! Alangkah bodoh dirinya. Kenapa tidak bilang kalau dirinya sangat cemburu kalau Sea dekat-dekat dengan pria lain apalagi Dokter Alex.
Apakah dia tidak bisa menjelaskan bahwa dirinya sangat menyukai Sea. Sial. Kenapa dia sebegitu lemahnya dirinya tidak bisa mengakui perasaannya sendiri. Karena apa? Nama baikkah atau surat wasiat yang diterimanya dari orang tua Eudrie melalui Mirnawati, tantenya.
Entahlah! Banin saat ini memang masih sangat ragu. Tapi bila terbukti Eudrie yang mencelakakan nyawa Sea, dia akan dengan sangat menyesal membatalkan pernikahan itu dan akan mengumumkan lewat jumpa pers nantinya biar nggak jadi tumor tidak baik di luaran sana.
Jam sudah menunjukkan pukul satu lewat tengah malam. Banin melirik Sea yang masih terlelap dalam tidurnya. Layar monitor di laptopnya segera di tutup lalu mendekati pembaringan dan naik ke atasnya.
Tangannya memeluk tibih kecil gadis itu. Mencuri kecupan di keningnya berkali-kali. Lalu Banin memberanikan mencium bibir ranum milik Sea, bibir yang selalu membuatnya mencandu dan tak pernah bisa untuk menahan diri.
Saat Banim sedang menikmati bibir ranum gadis itu tiba-tiba tubuh Sea bergetar hebat. Gadis itu berteriak keras memanggil nama papa dan mamanya.
"Papa! Mama! Aku takut. Jangan tinggalin aku. Pa, Ma!" Sea terus memanggil-manggil nama kedua orang tuanya yang sudah lama meninggal.
Banin memeluk gadis itu dan mencoba menenangkannya.
"Sea! Sea! Tenanglah ada aku di sini," bisik Banin sambil meraih tubuh kecil yang masih betguncang itu. Mencium bibirnya dan memberi kehangatan perlahan.
Sejenak tubuh Sea mulai tenang. Wajahnya mulai menghangat. Matanya perlahan terbuka dan mendapati dirinya begitu dekat dengan Banin.
Gadis itu menatap teduh ke arah Banin yang masih memeluknya erat. Sea merasakan aman yang begitu sangat ketika jari-jari Banin menelusuri wajahnya. Membelainya dengan lembut dan napas mereka hampir saja menyatu.
Ketika dengan dorongan kecil tangan Sea mencoba melepaskan diri dari dekapan kokoh milik Banin. Pria itu sedikit pun tidak terusik. Dia terus merapatkan wajahnya dengan wajah Sea, menyatukan napas yang sudah terasa di kulit dan pori-pori. Sedikit lagi bibir itu akan bersentuhan dan terbenam di kedua rongga mulut mereka.
Ketika di dengarnya ada suara yang sangat mengganggu mereka dan harus membuat kondisi romantis itu buyar seketika.
Ceklek!
Pintu dibuka.
****
BERSAMBUNG