"Saya ada di sini, Tante." Seketika seluruh karyawan yang ada di situ menoleh ke asal suara termasuk Mirnawati sendiri. Banin dengan pesonanya berjalan dengan tenang dan tegap ke arah Mirnawati.
Gaya khasnya yang tidak pernah dia tinggalkan dengan tangan kanannya masuk ke kantong saku menambah oezonanya di depan kaum hawa bertambah berlipat-lipat.
"Tante tidak perlu panik seperti itu. Dari kemarin saham perusahaan saya memang diurutan paling bawah. Tapi semua aman-aman saja. Karena memang saat ini sedang ada seseorang atau komunitas yang ingin menjatuhkan saya bersama perusahaan yang saya dirikan. Tapi tenang saja, Tante. Anda nggak perlu khawatir. Karena saya sudah berhasil mendeteksi siapa orang yang berbuat curang di belakang saya."
Mirnawati mengerjabkan matanya dan menelan salivanya berulang-ulang mendengar perkataan Banin yang tandas itu. Tubuhnya sesaat membeku dan baru menyadari bahwa Banin sudah meninggalkannya ke ruang utama, ruang Presiden Direktur.
"Banin, kamu yidak boleh terlalu sibuk mengurusi asisten pribadi kamu itu. Fokuslah sama perusahaan. Tante bagian oengawasan saham merasa jantungan kalau saham kita anjlok. Bisa kiamat kita Banin!"
Banin hanya menatap sekilas wajah Mirna yang tak lain adalah tantenya sendiri itu.
"Tenanglah Tante. Semua akan baik-baik saja. Tante jangan terlalu khawatir." Mendengar itu Mirna mengulas senyum misteri lagi. Lantas dia mendekati keponakannya itu.
"Lalu bagaimana persiapan pernikahanmu dengan Eudrie, Banin? Apa sudah kamu rancang soal pre weddingnya?" Banin menghela napas mendengar pertanyaan Mirna.
Dia ingin banyak memprotes pada wanita itu tapi mengingat Mirna sudah banyak berjasa untuk membesarkan dan mendampinginya ketika dia kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan maut itu. Seketika diurungkannya niat itu.
"Tante, jangan bahas apapun tang nenyangkut masalah pribadi di kantor. Saya juga sedang banyak kerjaan. Lagi pula Eudrie itu masih sangat muda. Biarkan dia betkarier dulu, Tante."
Sangat jelas alasan yang diberikan oleh Banin membuat Mirna sesaat berpikir keras untuk menyanggah ketidamauan keponakannya itu untuk menikahi wanita pilihannya.
"Banin, apa kamu lupa mendiang orang tua Eudrie menanamkan saham di perusahaan papamu hampir 50%. Jangan sampai Eudrie menuntut kamu dalam hal ini. Amanat surat wasiat orang tua Eudrie sudah jelaskan. Bahwa kalian pada akhirnya harus menikah."
Lagi-lagi Banin menghela napas berat. Sesaat dia mengingat wasiat kedua orang tua Eudrie setelah meninggal memberikan amanat untuk menjaga Eudrie danmenikahinya bila sudah waktunya.
"Saya ingat, Tante. Tapi sepertinya untuk saat ini, saya tidak bisa. Saya tidak ada keinginan menikah buru-buru karena masih banyak yang harus saya benahi apalagi soal perusahaan. Tante lebih paham itu."
Kali ini Mirnawati sudah habis akal untuk mendesak Banin agar secepatnya menikahi Eudrie. Perusahaan mendiang orang tua Banin yang dititipkan di Radhisuis Coro sebesar 50% itu sangat menggoda hatinya untk merebutnua dari tangan Banin. Dan cara satu-satunya melalui pernikahan Eudrie dan Banin.
Setelah lembicaraan dan obrolan yang lumayan serius layaknya perbincangan seorang keponakan dengan tantenya itu, Mirnawati meninggalkan Radhisius Corp tanpa hasil. Sebenarnya ada kekesalan yang memuncak dii hatinya. Namun segera diredamnya emosi itu mengingat sebentar lagi dia akan meminta jatah dari pria yang selama ini bisa memberikan kepuasan padanya.
Dengan cepat dia meluncur meninggalkan perusahaan Banin. Di dalam perjalanannya, Mirnawati menyemoatkan telpon oada sosok yang akan dikunjunginya itu.
[Hallo, Sayang]
[Ha-hallo, akh! Tan-akh-te!]
Mirnawati menyipitkan matanya mendengar jawaban dari suara yang terengah itu. Ada gemuruh dada yang turun naik seketika menyeruak di dada perempuan itu.
[Dave! Apa yangcsedang kamu lakukan? Bersama siapa kamu saat ini?"]
Teriakan itu mengglegar di line telpon genggam itu.
****
Tak ada jawaban apapun. Yang ada line telpon itu sengaja diputus oleh si penerima telpon. Membuat Mirna berang. Dengan kecepatan tinggi dia mengemudikan mobilnya menuju ke arah apartemen laki-laki yang dipanggilnya Dave itu.
Ada perasaan yang saat ini sedang tidak bersahabat dengan dirinya. Entah perasaan semacam apa. Semenjak suaminya kecelakaan bersama dengan kedua orang tua Banin dan juga Eudrie, dan hanya suaminyalahbyang selamat namun lumpuh dan hilang putus saraf otak utamanya, Mirnawati seperti perempuan liar.
Dia selalu mencari kepuasan dengan pria lain. Namun sayang, sudah hampir beberapa bulan ini dirinya mencandu pria muda yang seumuran dengan Arlan putranya. Dan dia tidak ingin melepas pria itu untuk siapapun. Sifat posesifnya ini muncul seiring perasan di hatinya.
Setibanya Mirna di apartemen Dave, dengan tergesa dia berjalan menuju lantai 10 unit 104 kamar Dave berada. Ditekankannya bel pintu itu berkali-kali karena tidak sabar dan juga pasword pintu kamar Dave sudah di rubah.
"Lama sekali sich bukanya? Kamu ngapain aja?" tanya Mirna langsung masuk kamar Dave. Matanya dengan nanar mengawasi setiap sudut kamar itu.
"Apa yang Tante lakukan? Kenapa srperi menggledah kamar saya?" tanya Dave yang madih mengancingkan bajunya. Terlihat seperti habis mandi
"Kamu nggak lagi menyembunyikan oetempyan lainkan, Dave?" tanya Mirna tanpa basa-basi ke arah Dave yang masih sibuk mengancingkan kemejanya.
"Ya ampun, Sayang! Kok kamu jadi curigaan begitu? Ya enggaklah! Mana ada aku sembunyiin cewek lain, ada-ada saja kamu!" ucap Dave sambil memeluk pinggang ramping anita berumur itu.
"Apa Tante sudah pengen makanya ke sini sendiri. Bukannya ini bukan jadwalnya?" tanya Dave lagi sambil mencium daun yelinga Mirna membuat wanita dewasa itu seketika membalikkan badan dan dengan buasnya menyerang Dave.
"Aku kalau sudah mau tidak menghitung jadwal atau bukan. Sekarang! Puaskan aku!" perintahnya dengan cepat sambil menyentakkan kemeja yang baru saja selesai dikancingkan oleh Dave.
Tak beberapa lama di kamar itu sudah terdengar erangan dan rintihan juga desahan erotis dari Mirna dan Dave. Padahal setengah jam yang lalu di kamar itu juga sudah terjadi pergumulan antara Dave dan juga foto model terkenal Eudrie.
Di Rumah Sakit,
Cori baru saja berpamitan kepada Sea setelah dilihatnya Dokter Alex memeriksa dan menemani Sea. Gadis itu beberapa jam yang lalu sudah sadar dari obat bius yang disuntikkan ke tubuhnya.
Denyut nadinya pun sudah berdetak normal. Kondisi gadis itu juga sudah lebih baik.
"Kamu harus banyak makan, Sea. Konfisimu akan buruk kalau imun di tubuh kamu melemah. Sepertinya kamu tidak ada keluarga fi dini jadi sampai kamu sembuh dan keluar dari rumah sakit ini, aku akan menemani kamu," ujar dokter tampan itu yang membuat beberapa perawat yang lewat dan kebetulan mendengar ucapan Dokter Alex seketika berkomentar.
"Beruntung sekali ya, pasien itu. Mendapat oethatian ekstra dari Dokter Alex." Komentar dari beberapa perawat itu terdengar oleh seorang wanita cantik berpakaian serba putih dia adalah Dokter Cicilia. Dokter ahli bedah saraf dan jantung. Dokter wanita tercantik dan termuda di rumah sakit itu.
Merasa sangat penasaran ketika banyak yang membicarakan kedekatan pasien bernama Sea Edrea Auristella dengan seorang dokter umum merangkap dokter ahli bedah saraf dan jantung Dokter Alex. Dokter tampan yang selalu jadi pujaan para wanita.
"Maaf, Dok. Anda sedang mengintip siapa ya?" Suara yang bernada pertanyaan itu membuat Dokter Cicilia tersentak.
****
BERSAMBUNG