Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 22 - Seperti rezeki nomplok

Chapter 22 - Seperti rezeki nomplok

"Gimana? Mau nggak? Kok malah bengong?"

Suara Danu membuat Reno tersadar kembali dari lamunannya. Entah mengapa usul dari Bayu membuat jantungnya berdebar dengan cepat dan darahnya seperti berdesir ke sekujur tubuh.

Bayu Prasetyo, seorang dokter dan juga psikiater. Wajahnya tampan, sebelas-dua belas kalau dibandingkan dengan Danu ataupun Sigit. Hanya saja badan Bayu terlihat lebih besar dari Danu, mungkin mirip-mirip dengan Sigit.

Dada bidangnya terlihat dengan jelas karena Bayu hanya memakai kaos polos ketat dengan jas dokter berwarna putih yang agak pas cenderung kesempitan. Membuat Reno yakin, kalau badan Bayu tidak jauh berbeda dengan badan Sigit.

Sejujurnya Reno sangat-sangat mau tinggal dengan Bayu, apalagi setelah melihat wajah tampannya itu. Namun tentu saja Reno tidak bisa seenak jidatnya berpindah-pindah tempat tinggal, ia masih punya orang tua yang harus ditanyakan dulu soal perizinannya.

"Em, apa nggak ngerepotin nanti?" Reno ingin menolak, namun ia tidak ingin penolakannya itu terlalu jelas.

"Kalau ngerepotin, ngapain saya nawarin Ren?" sahut Bayu dengan senyum. "Lagian saya cuma tinggal sendiri di rumah, masih ada dua kamar kosong. Saya akan seneng banget kalau kamu sama Danu mau tinggal bareng saya."

Kembali Reno berpikir untuk menjawab pertanyaan itu.

"Nanti aku pikirin lagi deh" jawab Reno cepat. "Oh iya, hp aku mana ya Pak? Aku mau ngabarin Bapak sama Ibu dulu" tanya Reno, sekaligus mengganti topik pembicaraannya

"Oh iya, ini hp kamu." Danu merogoh kantong celana yang dipakainya, lalu ia memberikan hp Reno yang terjatuh tadi.

Setelah menerima itu hp miliknya, wajah Reno menjadi sedih karena layar hpnya sudah retak dan hpnya tidak bisa menyala. Maklum saja, hp yang dipakai Reno harganya tidak mencapai satu juta, jadi material yang digunakan biasa saja malah cenderung jelek kalau dibandingkan hp zaman sekarang.

"Kenapa Ren? Kok manyun gitu?" heran Danu ketika melihat wajah Reno.

"Pak Danu, nanti bisa anterin aku ke tukang servis hp nggak? Kayaknya hp aku rusak, layarnya retak terus hpnya nggak bisa nyala."

"Nanti beli baru aja Ren, saya beliin hp apa aja yang kamu mau."

Lagi dan lagi, Danu selalu seperti itu. Reno tidak menjawab dan menanggapinya, ia kembali bersandar di tumpukan bantal itu untuk meredakan kepalanya yang masih pusing.

"Sebentar ya Ren, saya mau telpon ayah sama ibu kamu dulu. Mau ngasih tau kabar kamu, sekalian izin buat tinggal bareng sama Bayu."

Belum sempat Reno menjawab, Danu sudah melengos pergi. Reno melihat teduh punggung Danu yang semakin hilang dari pandangannya, lalu ia menghela napas gusar setelah Danu keluar dari ruangan.

Di luar ruangan, Danu mengambil hp miliknya dan kembali mencari kontak Pak Jaka. Setelah menemukan kontak itu, Danu menempelkan hp itu di telinganya.

"Assalamualaikum Pak" ucap Danu ketika panggilan sudah dijawab.

"Waalaikumsalam Nak Danu" sahut Pak Jaka lembut. "Bagaimana kabar Reno, Nak Danu? Apa sudah ada kabar atau masih diperiksa sama dokter?" tanya Pak Jaka khawatir.

"Alhamdulillah Reno baik-baik aja Pak, cuma sekarang masih istirahat karena kepalanya masih pusing."

"Alhamdulillah."

Mendengar suara Pak Jaka yang penuh kelegaan, membuat Danu tersenyum kecil dan ikut merasa lega juga. Hubungan dengan Pak Jaka yang serasa begitu dekat membuat Danu menganggap kalau Pak Jaka itu adalah ayahnya sendiri. Maka dari itu Danu benar-benar menjalankan amanat Pak Jaka untuk menjaga Reno.

"Bapak, boleh Danu tanya sesuatu Pak?" tanya Danu.

"Ya? Tanya saja" sahut Pak Jaka.

"Jadi gini Pak, rencananya Danu mau bawa Reno untuk tinggal bareng sama Bayu. Bukan maksud apa-apa Pak, Danu cuma khawatir sama kondisi Reno, takut kambuh lagi. Jadi kalau tinggal bareng Danu sama Bayu, kita mantaunya juga lebih enak. Sekalian biar kita lebih deket sama Reno, kayak dulu" ucap Danu dengan senyum kecil. "Tapi kalau Bapak nggak kasih izin, ya nggak papa. Danu cuma ngasih usul aja, biar Reno lebih aman dan Bapak sama Ibu juga nggak terlalu khawatir sama Reno."

Beberapa saat tidak terdengar suara dari Pak Jaka, sepertinya ia sedang berpikir untuk menjawab pertanyaan dari Danu. "Apa ndak merepotkan nanti? Reno anaknya emang mandiri, tapi dia juga manja. Nak Danu sama Nak Bayu kan harus kerja juga, nanti malah semakin repot kalau Reno tinggal satu rumah."

"Kalau ngerepotin, ya Danu nggak akan nawarin Pak. Lagian Danu juga seneng kalau ada Reno, bisa cerita-cerita, ngobrol-ngobrol, main game bareng, ya pokoknya lebih seneng aja kalau bareng Reno" jelas Danu dengan nada senang. "Itung-itung sebagai balas budi masa lalu aja Pak" lanjutnya.

Terdengar suara Pak Jaka menghela napas. "Balas budi opo toh, kan sudah seharusnya sesama manusia saling menolong. Bapak sama Ibu juga ndak mau kalau dihutang budi sama orang, apalagi si Reno. Kita nolong ya ikhlas, ndak perlu pusing-pusing soal balas budinya" sahut Pak Jaka. "Soal izin ya Bapak sih ndak apa-apa, boleh-boleh saja. Tapi Bapak mau tanya sama Ibu dulu ya, tunggu sebentar" lanjutnya.

Kembali hening dan tidak ada suara dari hp Danu, ia hanya mendengar suara samar-samar dari Pak Jaka dan Ibu Rina yang mungkin sedang berdiskusi perihal izin Reno. Danu berharap mereka memberi izin, namun kalau tidak diizinkan ya tidak masalah bagi Danu. Kamar mereka bersebelahan, jadi tidak terlalu berbeda.

Tak lama hp Danu kembali bersuara, tapi kali ini yang bersuara perempuan. "Halo, Nak Danu?" ucap Ibu Rina.

"Nggih Bu, Danu masih di sini" balas Danu dengan sedikit berbahasa Jawa, dikarenakan Ibu Reno adalah orang Jawa asli.

"Ibu mengijinkan kalau Nak Danu meminta seperti itu. Tapi nanti Nak Danu jangan lupa tanya ke Reno juga, misal Reno ndak mau ya ndak usah dipaksa. Intinya Reno saja yang memutuskan dimana dia mau tinggalnya" jelas Ibu Rina.

Senyuman Danu perlahan mengembang ketika Pak Jaka dan Ibu Rina sudah memberi izin. "Yawes Bu, nanti Danu tanya ke Reno dulu" sahut Danu. "Oh iya, Bapak sama Ibu mau ngomong dulu sama Reno? Soalnya hp Reno rusak dan nggak bisa nyala" lanjutnya.

"Pantas Ibu telponin ndak bisa nyambung..." ucap Ibu Rina. "Boleh Nak Danu, biar Bapak sama Ibu ngobrol sebentar sama Reno."

"Tunggu sebentar ya Bu."

Danu berjalan kembali menuju ke dalam ruangan dengan perasaan yang lega, malah cenderung senang. Ketika masuk, ia melihat Reno yang sedang ngobrol dengan Bayu, terlihat cukup akrab karena Danu melihat wajah Reno yang tersenyum. Lalu ia berjalan menghampiri mereka berdua.

"Ren, ini Bapak sama Ibu mau ngomong sama kamu" ucap Danu seraya memberikan hpnya kepada Reno.

Reno mengangguk dan langsung menerima hp Danu itu. Telepon yang tadinya hanya berupa panggilan suara saja, kini sudah menjadi panggilan video karena Pak Jaka dan Ibu Rina ingin melihat anak kesayangannya.

"Assalamualaikum Dek" sapa Pak Jaka dan Ibu Rina dengan lembut. Dedek atau dek adalah panggilan dari mereka untuk anak kesayangannya.

Mendengar suara kedua orang tuanya, selalu membuat hati Reno terenyuh. Wajah senang Reno seketika memudar ketika melihat kedua orang tuanya di layar hp, senyumannya pun ikun hilang. "Waalaikumsalam Bapak, Ibu."

Entahlah, Reno benar-benar sayang sekali kepada kedua orang tuanya. Jarak yang memisahkan mereka selalu membuat Reno rindu setiap harinya, membuat Reno sering dan hampir setiap hari menelpon kedua orang tuanya itu.

Setiap kali mendengar suara lembut mereka, mata Reno selalu berkaca-kaca dan air matanya menggenang di pelupuk matanya. Hingga kata 'kangen' keluar dari mulut Reno, saat itu juga air matanya langsung lolos membasahi pipinya. Seperti sekarang ini.

"Aku kangen sama Bapak sama Ibu" ucap Reno tulus.

"Bapak sama Ibu juga kangen kamu" balas mereka berdua. "Keadaan kamu gimana? Apa sudah mendingan?" tanya mereka khawatir.

Dengan punggung tangan, Reno mengusap air matanya yang terjatuh. Ia berusaha tersenyum setelah melihat wajah khawatir kedua orang tuanya itu. "Alhamdulillah baik, Reno udah jauh lebih baik. Maafin Reno karena udah bikin kalian khawatir."

Melihat pemandangan serta suasana yang mengharukan, membuat Danu dan juga Bayu ikut tersentuh. Dari situ mereka langsung tau kalau hati Reno itu benar-benar lembut, sampai-sampai melihat wajah kedua orang tuanya saja ia langsung menangis karena rindu.

Wajah Danu dan Bayu memang mengartikan kalau mereka terharu, namun sebenarnya pikiran mereka sedang berada di tempat lain. Entah apa yang mereka pikirkan.

Kemudian Reno berbicara dan ngobrol-ngobrol bersama kedua orang tuanya. Di balik tangisannya itu, tentu Reno merasa sangat-sangat senang dan bahagia. Karena bahagia, maka dari itu Reno sampai menangis.

Ia menceritakan kondisinya, kenapa ia pingsan, dan tentu tentang panic attack yang sedang dideritanya. Sama seperti Reno, Pak Jaka dan Ibu Rina juga tidak paham dan tidak tau apa yang namanya itu panic attack. Untungnya Bayu membantu menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami, jadi Pak Jaka dan Ibu Rina bisa paham dengan kondisi anaknya sekarang.

Puas mengobrol dan bercerita selama hampir satu jam, akhirnya telepon antara mereka dan orang tua Reno pun berakhir. Tentu ada perasaan senang dan terkejut ketika Reno tau kalau kedua orang tuanya mengizinkan jika memang dirinya mau tinggal bersama Bayu dan juga Danu. Karena selama ini Reno tidak pernah diperbolehkan untuk pindah kost sama sekali, maka dari itu ia agak terkejut.

"Gimana Ren? Keputusan mau tinggal atau nggak ada di kamu. Bapak sama Ibu sudah kasih izin, jadi kamu nggak perlu mikirin soal izin mereka lagi." Dengan senyum, Danu berbicara lembut kepada Reno. Berharap Reno mau ikut tinggal bersama mereka.

Reno berpikir sejenak, ia bingung harus menerima atau menolaknya.

Kalau menerima, ia takut malah merepotkan di rumah orang, apalagi ini rumah sahabatnya Danu yang notabenenya Reno tidak kenal sama sekali. Kalau menolak pun rasanya mubazir, karena Reno pasti akan senang tinggal bersama dua pria gagah sekaligus. Terlebih mereka berdua terlihat baik bagi Reno, jadi tidak ada salahnya menerima tawaran itu.

Menghela napas dan menghembuskannya kembali, akhirnya Reno kembali menerbitkan senyumannya. "Iya, aku mau tinggal bareng sama kalian" jawab Reno yang membuat mereka berdua ikut tersenyum lebar.

"Yaudah kalau begitu. Abis pulang dari sini, siapin barang-barang kamu ya? Nanti abis saya selesai kerja, saya jemput sekitar abis magrib. Oke?" sahut Bayu.

Reno mengangguk dan memberikan jempolnya kepada Bayu. Kemudian jantung Reno langsung berdetak sangat cepat, ketika Bayu mengelus kepalanya lembut dan memberikan senyumannya yang manis dan maskulin.

~ ~ ~

Malam harinya, Reno dan Danu sudah siap dengan dua koper berisikan barang bawaan masing-masing. Kamar Reno juga sudah siap ditempati lagi untuk yang ingin menyewa. Jadi kalau ingin kembali ke kost, Reno akan tinggal bersama Danu atau setidaknya di kamar Danu.

Sekarang mereka sedang duduk di kursi di depan kamar mereka, menunggu Bayu yang akan menjemputnya sebentar lagi.

"Yuk Ren, Bayu udah di depan" ucap Danu setelah membaca pesan dari Bayu. Lalu mereka berdua berdiri dan segera menuju ke depan gerbang kost mereka.

Baru saja membuka gerbang kost, Reno langsung membatu karena melihat seorang pria gagah yang sedang bersandar di mobil sedan mewahnya. Melihat mobil mahal serta pemiliknya yang hanya memakai baju kaos polos ketat tanpa jas dokter membuat Reno menelan ludahnya berkali-kali, karena kini penampilan Bayu benar-benar membuat jantungnya berdebar hebat.

Di depannya, Bayu dan Danu berbicara sejenak. Lalu mereka melihat ke Reno yang masih bengong sambil memandang ke arah mereka berdua.

"Ren? Kok malah bengong? Sini saya bantuin masukin koper ke bagasi." Bayu mengambil koper yang masih dipegang oleh Reno, dengan santai ia memasukkan koper itu ke dalam bagasi mobil. "Udah, yuk masuk" ucap Bayu sangat ramah sambil menepuk pelan pundak Reno.

Tepukan dari Bayu sukses membuat Reno tersadar dari lamunannya. "Eh, i-iya" sahut Reno seadanya. Lalu mereka masuk mobil dan mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.

Di dalam mobil, Reno benar-benar gugup bukan main. Bukan karena takut kepada Bayu atau Danu, melainkan karena ia menginjakkan kaki di mobil mahal ini. Bau mobil mahal terasa sangat jelas di penciuman Reno, suara mesin mobil yang garang dan merek mobil yang hanya memiliki tiga huruf membuat Reno yakin kalau mobil ini harganya pasti sudah menyentuh miliaran.

"Kamu udah makan Ren?" tanya Bayu memecahkan keheningan.

"Em, be-belum dok. Belum sempet makan tadi, hehe" jawab Reno.

Mendengar kata 'dok', membuat Bayu dan Danu menoleh ke Reno secara bersamaan. Ekspresi wajah mereka kelihatan bingung setelah Reno menyebut 'dok' untuk memanggil Bayu.

"Kok manggilnya 'dok' sih Ren? Kan saya udah nggak kerja lagi" protes Bayu. "Panggilnya 'mas' aja ya? Gimana?" usul Bayu.

"Eh? M-mas?" bingung Reno.

"Kenapa? Nggak mau ya? Hm, yaudah panggil senyaman kamu aja ya Ren" sahut Bayu lembut.

Nada Bayu memang lembut, namun Reno yakin ada kekecewaan dalam nada bicaranya itu. Reno buru-buru menjelaskan agar Bayu tidak salah paham.

"Bu-bukan gitu" serga Reno. "A-aku nggak biasa manggil 'mas' soalnya, selama ini belum ada yang aku panggil begitu. Tapi kalo Om Bayu minta begitu, yaudah aku panggil Om Bayu jadi Mas Bayu" lanjut Reno.

"Hehe, makasih ya Ren."

Beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah mewah milik Bayu. Baru melihat dari luar saja, sudah membuat Reno dag-dig-dug entah kenapa.

Selesai memarkir, mereka pun masuk ke dalam rumah Bayu yang luas namun tidak seluas mansion. Desain rumah Bayu membuat Reno tidak bisa menutup mulutnya, terlihat simpel namun sangat-sangat mewah dan elegan di mata Reno.

Prok...!!!

Suara tepukan tangan yang nyaring membuat mereka bertiga kaget, terlebih Reno yang masih bengong tadi. Sontak mereka bertiga menoleh ke sumber suara, dan di sana mereka melihat ada seorang pria yang muncul entah dari mana.

"Selamat datang para tamu!!!" ucap pria itu dengan gembira.

"Hm, saya udah yakin banget kalo kamu ngikut" sahut Danu agak cuek.

"Yang ngajak saya Bayu, bukan kamu. Lagian saya nggak pengen ketemu kamu, pengennya ketemu Reno" balas pria itu.

Pandangan pria itu kini mengarah ke Reno, lalu ia menghampiri Reno dan membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Reno. Tubuh Reno terasa lemas, ketika wajah pria itu berada tepat di depannya.

Berbeda dengan Bayu, Danu, atau Sigit yang wajahnya sangat lokal khas orang Indonesia. Pria gagah yang dilihat oleh Reno sangat berbanding terbalik, sangat jelas kalau orang ini merupakan blasteran dan bukan orang Indonesia asli.

Entah blasteran Korea, China, atau Jepang, Reno tidak bisa memastikan itu. Tapi Reno yakin, orang yang berada di depannya merupakan keturunan dari salah satu negara itu. Wajah khas orang Asia sangat terpancar dari pria itu.

Tubuhnya tegap dan kokoh, mirip-mirip dan hampir sama seperti tubuh Danu. Hanya saja kulitnya berwarna lebih terang dari kulit Danu. Rahangnya tegas, tatapan matanya tajam, alis yang lumayan tebal membuat pria itu terlihat sangat jantan dan maskulin.

Bayu, Danu, dan Sigit memang tampan, namun orang ketampanan orang ini berada di atas mereka bertiga, batin Reno.

"Kenalin, nama saya Arsyad. Saya dari dulu selalu ngidam adik cowok, jadi kamu harus panggil saya dengan sebutan 'Bang Arsyad', oke?"

Orang itu terlihat sangat gembira sekali, sementara Reno masih diam dan berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Alasan Reno ingin tinggal bersama Bayu dan Danu adalah karena ia ingin melihat dua wajah tampan setiap harinya. Namun sepertinya Reno salah, karena ia tidak akan melihat dua wajah tampan, melainkan tiga wajah tampan setiap harinya.

* * *