Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 21 - Dia kenapa

Chapter 21 - Dia kenapa

Ketika mendengar suara hp Reno terjauh, membuat Danu menengok ke sumber suara itu. Wajah yang tadinya tersenyum seketika berubah menjadi kaget, karena Danu melihat Reno memegang dadanya.

"Ren?! Ren kamu kenapa?!" ucap Danu agak keras.

Danu berlari ke Reno, menghampiri Reno yang terus memegang dadanya itu. Suara Reno yang seperti sesak napas membuat Danu semakin panik.

Dengan cepat Danu mengangkat tubuh Reno, tak lupa ia juga mengambil hp Reno yang terjatuh di lantai. Setelah itu Danu membawa Reno keluar, memanggil taksi dan menuju ke rumah sakit.

Di dalam taksi, Danu tidak henti-hentinya memanggil nama Reno sambil menepuk-nepuk pipinya karena ia melihat Reno sudah tak sadarkan diri beberapa saat setelah naik taksi. Perasaannya khawatir dan juga takut.

Mengeluarkan hp miliknya, Danu mencari kontak temannya yang berprofesi sebagai dokter di rumah sakit yang akan ia datangi. Setelah mengirim pesan dan mendapatkan balasan, Danu merasa sedikit lega meski ia masih sangat khawatir.

"Pak, lebih cepet lagi!!!" teriak Danu agak keras. Supir taksi menganggukkan kepalanya dan melajukan kendaraannya lebih cepat lagi meski sebelumnya sudah termasuk cepat.

~ ~ ~

Sesampainya taksi di rumah sakit, Danu mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan lalu memberikan kepada supir taksi itu. Terlihat supir taksi sedikit kebingungan karena Danu memberi uang sangat banyak, padahal argo tidak sampai menyentuh lima puluh ribu karena jarak yang mereka tempuh tidak terlalu jauh.

"Pak, ini uangnya kebanyakan" ucap supir taksi itu karena merasa Danu memberi uangnya kelebihan.

"Ambil aja kembaliannya, terima kasih!" Danu keluar membawa Reno, lalu menutup pintu mobil agak keras. Segera ia berlari menuju ke dalam, untuk memberikan pertolongan pertama kepada Reno.

Di dalam rumah sakit, mata Danu mencari keberadaan temannya yang seharusnya sudah ada menunggu di sini. Tapi sepanjang ia memandang, tidak ada sama sekali seorang pria yang berpakaian layaknya dokter.

Tak berselang lama, terdengar suara kasur rumah sakit yang sedang didorong cukup kuat oleh seseorang. Menengok ke sumber suara, Danu menghembuskan napas lega karena akhirnya ia menemukan orang yang ia cari.

"Tidurin di sini aja Dan! Biar langsung saya periksa!" ucap dokter itu tegas.

Danu mengangguk, lalu meletakkan tubuh Reno yang tak sadarkan diri ke kasur yang sudah dibawa oleh teman dokternya. Kembali kasur itu didorong menuju ke ruang UGD untuk segera ditangani.

"Kamu tunggu sini!" tegas dokter itu lagi.

Danu menghentikan langkahnya ketika temannya berkata seperti itu, ia hanya melihat dengan wajah teduh ketika pintu UGD terbuka lalu tertutup lagi.

Berjalan perlahan ke kursi yang tak jauh dari sana, lalu Danu mendudukkan bokongnya di kursi khusus penunggu itu. Ia menyandarkan kepalanya di dinding, matanya terpejam dan tangannya memijat pelan keningnya sendiri.

"Duh Ren, kamu kenapa..." batin Danu.

Memikirkan Reno, membuat Danu teringat kepada ayah Reno. Sepertinya ia harus menghubungi ayah atau ibu Reno untuk memberi tahu kondisi yang sedang tidak baik, sekaligus menanyakan perihal penyakit Reno yang mungkin sudah ada di tubuh Reno.

Danu mengambil hp dan mencari kontak bernama 'Pak Jaka', lalu jarinya memencet layar hp miliknya yang canggih untuk menelpon ayah Reno. Panggilan tersambung dan terdengar bunyi nada dering, lalu nada dering itu terhenti karena panggilan sudah dijawab.

"Assalamualaikum Pak" ucap Danu ketika panggilan terhubung.

"Waalaikumsalam Nak Danu. Ada apa toh?" sahut suara berat namun lembut dari hp miliknya, yang mana itu adalah suara Pak Jaka, ayah kandung Reno.

Sebenarnya ada perasaan ragu untuk menyampaikan kondisi Reno, karena Danu sudah bersedia untuk menjaga Reno selama ia tinggal di kost miliknya. Ia hanya takut kondisi Pak Jaka dan juga Ibu Rina-- ibu kandung Reno, menjadi khawatir memikirkan Reno yang berujung kondisi mereka menjadi kurang baik.

"Halo Nak Danu? Kok diam saja?" Pak Jaka kembali bersuara, karena tak mendengar jawaban dari Danu.

"I-iya Pak, sebelumnya Danu minta maaf" ucapnya agak gugup. "Em, kondisi Reno kurang baik Pak, sekarang Danu lagi di rumah sakit karena tadi tiba-tiba aja Reno kayak sesak dan susah bernapas, yang ujungnya nggak sadarkan diri" jelas Danu.

"Astagfirullah." Terdengar nada dari Pak Jaka kaget, suara helaan napasnya juga terdengar jelas oleh Danu. "Terus bagaimana kondisi Reno sekarang? Apa sudah ada kabar?"

"Be-belum Pak, Reno masih diperiksa. Em, maaf ya Pak, Danu nggak bisa jaga Reno dengan baik."

"Kenapa minta maaf? Bukan salah kamu kan? Namanya musibah ya bisa kena ke siapa saja, termasuk ke Reno. Berdoa saja semoga kondisi Reno baik-baik saja setelah ini semua."

Meski suara Pak Jaka terdengar sangat lemah lembut, namun Danu yakin kalau Pak Jaka pasti sangat khawatir dengan anak kesayangan dan satu-satunya itu. Sesekali Danu mengutuki dirinya, karena lalai menjaga Reno.

"A-anu Pak, apa Danu boleh tanya sesuatu?"

"Ya boleh, mau tanya apa emangnya?"

"Apa Reno punya penyakit bawaan seperti asma ya Pak? Soalnya tadi Danu liat kalau Reno megang dadanya terus, napasnya juga kedengeran jelas kalau ia sesak" tanya sekaligus jelas Danu lagi.

"Reno ndak punya penyakit apa-apa setau Bapak, Reno anaknya sehat. Kalau sakit ya paling batuk pilek sama masuk angin saja, belum pernah sesak napas gitu."

Danu terdiam, semakin khawatir karena Reno belum pernah mengalami hal seperti tadi sebelumnya. Tapi ia berusaha bersikap biasa saja, agar Pak Jaka juga tidak berpikir berlebihan akan kondisi Reno.

"Yaudah kalau begitu, nanti Danu kabarin lagi ya Pak. Maaf kalau bikin Bapak khawatir, salam juga untuk Ibu."

"Ndak apa-apa Danu. Yasudah, Bapak tunggu kabar selanjutnya ya. Bapak sama Ibu pasti mendoakan supaya semuanya baik-baik saja."

"Danu tutup ya Pak, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Telepon pun terputus setelah Danu memencet tombol merah di layar hpnya. Kembali Danu menyandarkan kepalanya di dinding, berharap semua akan baik-baik saja.

~ ~ ~

Beberapa lama menunggu Reno sadar, namun hasilnya belum ada. Terlihat Reno masih terbaring di kasur setelah dipindahkan dari ruang IGD ke ruang VIP.

Sekarang Danu dan temannya yang bekerja sebagai dokter sedang duduk di sofa, jarakanya hanya beberapa langkah dari tempat Reno berbaring. Keduanya sedang menyandarkan tubuh mereka di sandaran sofa yang empuk, wajah mereka sama-sama menampakan raut khawatir.

"Gimana kondisinya? Belum sadar kok udah dipindahin ke ruang VIP?" tanya Danu sedikit bingung.

"Kondisinya baik, sangat baik malah. Maksudnya semuanya stabil, nggak ada yang kurang atau lebih. Cuma ya itu, dia pingsan" jelas dokter itu. "Tadi kamu bilang kalau Reno sesak napas ya? Tapi tadi saya cek ya normal-normal aja. Meski begitu, saya tetap pakein alat bantu pernapasan buat jaga-jaga aja."

"Apa kamu nggak ada perkiraan gitu? Maksudnya kenapa Reno tiba-tiba bisa gitu?" tanya Danu lagi yang masih penasaran.

Namun sayangnya teman dokternya itu menggelengkan kepalanya. "Belum bisa, harus nunggu Reno sadar dulu biar bisa saya tanya-tanya. Atau harusnya kamu yang tau kenapa Reno bisa begitu?"

Danu melirik sekilas ke arah Reno, lalu kembali bertatapan dengan temannya itu. "Tadi sih Reno cuma ditelpon sama temennya, abis itu dia ngobrol sebentar. Saya nggak merhatiin karena saya pikir Reno ngobrol biasa dan butuh privasi juga. Saya nengok ke dia lagi pas denger suara benda jatuh, eh tau-taunya Reno udah jongkok gitu sambil megang dadanya gara-gara napasnya sesak" jelas Danu.

"Oh gitu, sebentar deh."

Pria yang masih memakai jas dokter itu mengambil hp miliknya dari jas yang dipakainya. Ia melihat sesuatu di layar hpnya namun tidak terlalu jelas ketika dilihat oleh Danu. Isinya hanya seperti teks atau data dari sesuatu, yang pasti Danu tidak tau pasti apa itu.

"Panic attack" ucap dokter itu.

Menaikkan sebelah alisnya, Danu terlihat bingung dengan yang diucapkan temannya itu. "Panic attack?" bingung Danu.

"Ya, sejauh ini perkiraan saya adalah panic attack. Tapi belum pasti, soalnya saya harus tanya-tanya ke Reno secara langsung tentang kondisinya. Abis itu baru kita bisa dapet alasan pasti kenapa Reno sesak dan pingsan."

Sementara itu, perlahan Reno membuka matanya karena sudah pingsan selama lebih dari satu jam. Kepalanya terasa sangat pusing ketika ia mencoba duduk, sampai tangannya harus memegangi kepalanya.

Pandangan Reno mengedar ke seluruh ruangan, ia bingung ia sedang berada di mana saat ini. Hingga pandangannya terhenti di dua orang yang sedang duduk berbicara. Reno langsung menyadari kalau itu Danu yang sedang ngobrol dengan seorang dokter, yang otomatis ia pasti berada di rumah sakit.

Melihat Reno sudah duduk sambil memegangi kepalanya, membuat Danu serta dokter itu bangkit lalu menghampiri Reno. Terlihat kedua wajah mereka khawatir, terlebih di wajah Danu yang menunjukkan sekali raut wajah yang khawatir.

"Pak Danu? Aku kenapa? Kok aku dibawa ke rumah sakit?" tanya Reno dengan suara yang pelan dan hampir tidak terdengar.

"Kamu tadi sesak napas gitu Ren, terus pingsan. Saya bawa kamu ke rumah sakit soalnya takut kamu kenapa-napa" sahut Danu.

Reno menganggukkan kepalanya pelan. Setelahnya Danu menumpukkan bantal dari sofa ke kasur Reno, dan membantu Reno bersandar di tumpukkan bantal itu.

"Gimana? Udah baikan atau masih sesak dadanya?" tanya Danu yang masih khawatir.

"Em, aku nggak sesak kok Pak, biasa aja. Cuma agak pusing aja kepala aku" jawab Reno.

Tak lama, Danu kembali berbicara dengan dokter itu hanya berdua. Reno juga tidak terlalu peduli, ia lebih peduli kepada kondisi kepalanya yang masih pusing dan nyut-nyutan. Kemudian Danu berdiri di samping Reno, tangannya mengelus lembut tangan Reno.

"Saya tunggu di luar sebentar ya? Biar temen saya periksa dulu kondisi kamu?"

"Iya Pak, maaf ya ngerepotin."

Danu tersenyum kecil, lalu beranjak keluar dari ruangan setelah mengecup lembut kening Reno.

Sekarang hanya ada Reno dan juga dokter yang sedang tersenyum kepadanya, jadi Reno membalas senyum itu dengan senyumnya yang tipis. Dokter itu menarik sebuah kursi dan duduk tepat di sebelah Reno yang masih terbaring. Lalu ia mengeluarkan sebuah kertas untuk mencatat bagaimana kondisi Reno.

"Halo Reno, gimana kondisi kamu? Apa ada keluhan?" tanya dokter itu dengan senyum yang sangat ramah.

"Kayaknya baik dok, cuma pusing dikit aja" jawab Reno.

Dokter itu menyampingkan kertas yang ia keluarkan tadi, lalu tangannya ia lipat dan ia letakkan di kasur tempat Reno berbaring. "Sebelumnya perkenalkan dulu, nama saya Bayu Prasetyo. Saya bekerja sebagai dokter spesialis bedah di sini, saya juga menangani pasien yang biasanya butuh pertolongan pertama. Saya juga seorang psikiater"

Seketika saja Reno mendadak gugup ketika mendengar kata 'psikiater', dan sebenarnya juga Reno takut dengan yang namanya rumah sakit. Namun dokter itu memperkenalkan diri dengan ramah dan penuh senyum, serta tempat yang ia tempati sekarang tidak seram. Reno yang seharusnya takut dengan psikiater dan rumah sakit menjadi biasa saja, meski perasaannya masih agak gugup.

"Oh iya saya lupa, saya ini sahabatnya Danu sejak SMA sampai sekarang. Mungkin kamu udah tau karena Danu udah pernah cerita ke saya?" Bayu menaikkan kedua alisnya, berharap apa yang dikatakannya adalah kenyataan.

Senyum Reno sedikit mengembang ketika melihat Bayu seperti itu. "Pak Danu cuma ngasih tau kalau dia punya temen dokter aja sih, nggak pernah cerita apa-apa selain ngasih tau itu doang" jelas Reno.

Wajah ceria Bayu seketika saja berubah menjadi agak datar untuk sesaat, perasaan kecewa sudah tentu ada. "Yaudah nggak apa-apa. Sekarang, boleh saya tanya-tanya dikit soal kondisi kamu?"

"Boleh dok, silakan."

Bayu tersenyum, lalu ia mulai bertanya-tanya soal Reno seperti bicara santai. Dari nama, umur, kelas, sekolah di mana, dan bagaimana sekolahnya. Setelah itu barulah Bayu bertanya soal kondisi Reno, alasan tentang mengapa ia memegangi dadanya dan napasnya sesak, kenapa sampai bisa pingsan, dan yang berhubungan dengan kondisi Reno lainnya.

Setelah menanyakan itu semua, Bayu kembali melihat catatannya. Menarik kesimpulan dari yang dikatakan oleh Reno, sepertinya dugaan Bayu benar kalau Reno mengidap panic attack.

"Dari pemeriksaan, saya bisa simpulkan kalau kamu menderita panic attack ringan" jelas Bayu singkat.

Wajah Reno terlihat kebingungan, karena ini adalah pertama kalinya ia mendengar kalimat itu. "Panic a-apa? Itu maksudnya gimana dok?" bingung Reno.

"Panic attack itu adalah munculnya rasa takut atau gelisah yang berlebihan secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, itu secara garis besarnya" jelas Bayu tentang panic attack. "Namun saya bilang panic attack kamu ringan, karena kamu tau sebabnya. Hanya saja kamu bingung dan nggak tau harus apa, jadinya kamu panik dan takut berlebihan yang bisa saja itu jadi sebab kamu pingsan juga."

Mendengar itu, Reno menganggukkan kepalanya. Penjelasan dari Bayu yang singkat dan mudah dicerna membuatnya paham akan kondisinya.

Beberapa menit kemudian Bayu keluar dari ruangan dan kembali lagi bersama dengan Danu. Sudah pasti wajah Danu terlihat sangat cemas, jadi ia langsung menghampiri Reno dan memberikan kecupan di keningnya.

"Gimana Bay hasilnya?" tanya Danu dengan tatapan yang masih lurus ke Reno.

"Ya, panic attack, sesuai dugaan saya" sahut Bayu.

"Bahaya apa nggak? Terus gimana ngobatinnya?"

"Itu bukan penyakit Dan, nggak ada obatnya. Cukup bahaya kalau kondisinya parah. Biar sembuh atau setidaknya meringankan, ya harus dari Reno sendiri."

"Kamu bisa bantuin buat cek rutin kondisi Reno? Seminggu atau dua minggu sekali?"

"Bisa, bisa banget."

Yang berbicara mereka berdua, namun entah mengapa Reno yang gugup melihat mereka berdua berbicara. Apalagi setelah Danu meminta cek up rutin kondisi Reno,di pikiran Reno langsung terlintas biaya yang sangat-sangat mahal untuk melakukan itu semua.

"Em..." Baru saja Reno mau berbicara agar Danu membatalkan rencananya itu, namun tidak jadi karena Bayu memotong.

"Kalo kalian tinggal bareng saya aja gimana? Biar cek up dan mantau Reno lebih gampang?" usul Bayu.

Tatapan Danu dan Bayu langsung berpindah kepada Reno yang masih terbengong mendengar ucapan dari Bayu tadi.

"Gimana? Mau tinggal bareng Bayu?"

* * *