Jordan duduk gelisah di sofa cokelat tua nan empuk dengan bahan kulit asli. Berulang kali kakinya berpindah posisi demi membuat dirinya nyaman. Sebentar lagi dia akan bertemu dengan Brayden Weston, Ayah dari Aurora, gadis yang dia pacari secara diam-diam. Sebab, pria bertubuh kekar meski usianya tidak lagi muda itu sama sekali tidak merestui hubungan mereka.
Dulu, dia selalu mempertanyakan mengapa dan apa kurang nya dia, sebab jika mengenai uang, Jordan berasal dari keluarga kaya. Sedangkan mengenai jabatan, dia memiliki posisi yang bagus di kantornya. Jordan hanya bisa menerka-nerka jawaban di kepalanya selama ini. mungkin karena dia seorang polisi yang berhubungan dengan dunia kriminal? Wajahnya yang terlalu biasa bagi pria itu? tubuhnya kurang atletik ataukah mungkin karena mata hijau gelapnya. Dan belum ada jawaban sampai detik ini.
"Kau seorang Polisi bukan?" suara berat Brayden yang berwibawa terdengar di balik punggungnya.
Secepat itu pula Jordan berdiri. Ia sedikit menunduk melihat Brayden. "Ya," jawabnya kaku.
"Dan aku dengar, kau sangat mencintai Puteriku," lanjut Brayden lagi.
Jordan tidak menjawab, tenggorokannya menjadi kering. Dia sering menginterogasi para pelaku kejahatan selama ini dari yang paling ringan seperti mencuri makanan kecil di Supermarket sampai tindakan keji seperti pembunuhan, tetapi menghadapi Ayah kekasihnya, mendadak dia tidak bisa mengendalikan diri begini.
"Kau tidak perlu takut, aku tahu kau sering memberikannya hadiah. Jangan kira aku tidak tahu Aurora sering bolos dari kampusnya untuk sekedar makan siang denganmu di Restoran, atau menghabiskan akhir pekan di pantai. kalian pernah mengunjungi Hawai berdua bukan?"
Wajah Brayden setenang air mengalir. Jordan tidak mampu membaca itikad dibalik undangan mendadak dari pria pengusaha itu.
"Aku ingin membuat perjanjian denganmu, karena ini menyangkut hal penting tetapi aku tidak ingin melibatkan kepolisian."
Kening mulus Jordan mengerut sedikit.
"Aku tahu kau kebingungan , Jordan Grayson. Tetapi ini menyangkut anakku."
Sirene tanda bahaya mengaum di kepala Jordan. "Sesuatu terjadi pada Aurora?"
"Tepat sekali, dia sedang disandera."
"Apa? aurora sedang di sanda dan kau tidak menghubungi Polisi dari tadi Mr. Weston?" nada suara Jordan menanjak, seluruh darahnya mendidih sehingga dia kegerahan dalam balutan kemeja birunya.
"Jika masalahnya sesimpel itu, aku sudah menggerakkan seluruh Tentara jika aku mau! Aku memanggilmu kemari karena aku percaya kau memiliki kemampuan sebagai penyelidik dan menyelamatkan Puteriku tanpa perlu melibatkan media dan membuat seluruh negara ini gempar!"
Brayden Weston berjalan bolak-balik di depan Jordan sembari meremas kedua tangan.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kau tidak perlu tahu, tugasmu hanya membawa Puteriku kembali."
"Jika aku menolak?" Jordan tidak memiliki maksud menantang, dalam keadaan ini dia sangat menghawatirkan gadis manjanya, hanya saja dia mencium gelagat aneh dari Brayden.
"Aku pastikan kau tidak akan pernah bertemu dengan anakku lagi, selamanya."
"Jadi apa rencanamu?"
"Aku butuh persetujuanmu dahulu."
"Aku harus tahu lebih dahulu, apa yang sedang terjadi. Aurora sedang disandera dan aku tidak melihat kepanikan di wajah Anda!" serang Jordan. "Aku sangat yakin ada yang tidak beres di sini."
"Baiklah!" teriak Brayden. Dia berbalik menatap Jordan dengan mata menyala. "Anakku disandera oleh salah satu komplotan yang tidak bisa aku sebutkan padamu, jika tidak kepalaku akan menghilang malam ini.! Tidak kah kau mengerti?"
"Aku seorang polisi ...."
"Jika kalian memang bisa mengatasi mereka, mengapa mereka masih saja ada selama ini. Kau congkak Grayson!"
Jordan terdiam sesaat. "Mungkin karena kami belum tahu saja, jika kau mengatakanya sekarang, aku pastikan dalam satu ja kami akan menemukan Aurora."
Brayden tertawa kasar. "Jangan pernah menganggap enteng lawanmu. Jika kau tidak mendengarkan aku, baik Putriku atau dirimu sendiri kembali dalam peti mati. Mereka tidak akan pernah mengampuni kesalahan sekecil apa pun."
"Di mana dia ditangkap?" tanya Jordan mengabaikan omong kosong Brayden.
"Di rumah ini," jawab Brayden lesu.
Mata Jordan mengecil, dia sama sekali tidak mempercayai pendengarannya sendiri.
"Rumah ini memiliki puluhan penjaga bertubuh kekar dan kau sama sekali tidak bisa mencegah mereka mengambil anak kandungmu?"
"See. Pahamkah kau sekarang betapa berbahayanya mereka?"
"Tidak untukku. Biarkan aku mengakses kamera pengawas," pinta Jordan.
Brayden mendesis.
"Dengar Mr. Weston, aku tidak takut menyelidiki ketakutanmu, aku yakin kau dalam masalah. Biarkan aku melakukan ini dengan caraku sendiri!"
Brayden mengalah dan memberikan apa yang dia minta.
Jordan duduk di depan meja komputer sekarang. dia mulai membuka rekaman kamera pengawas.
"Apa-apaan ini?" isinya bukan rekaman kamera pengawas yang sesungguhnya melainkan kumpulan vidio acak, bahkan film kartun. Darah pemburu dalam diri Jordan berdesir, lihat saja tak akan dia ampuni mereka.