Chereads / Welcome to Fake World / Chapter 3 - Burning

Chapter 3 - Burning

Kepala Aurora berdegung keras saat dia bangun. Matanya berkedip berulang kali sebelum bisa menyesuaikan  dengan cahaya biru di dalam ruangan yang ditempati. Jelas saja dia tidak tahu di mana sekarang dia berada. Saat, Xavier dan Meggan membawanya ke dalam mobil, kedua matanya dibalut oleh kain hitam bertekstur padat, tidak ada cela sama sekali baginya untuk Melihat keluar.

Aurora mengutuk dirinya sendiri, dia seharusnya terjaga di dalam mobil sehingga bisa mengalkulasikan jarak dari Mansion ke tempat ini, dan berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk bisa sampai, jadi dia tahu di mana dia berada, karena dia sudah menghafal hampir semua tempat di seluruh pulau, dia suka treveling.

Kedua tangan Aurora merapat di kepala, perlahan dia memberikan pijatan lembut agar kesadarannya pulih sepenuhnya. Aroma blueberi dari lilin yang menyala di tepi jendela kaca yang tertutup membaui udara. Aurora tidak menyukai aroma manis berlebihan, dan lilin di sana membuatnya mual dan ingin segera berlari keluar segera.

Matanya perlahan menjelajah isi ruangan, ini sebuah kamar. Tidak begitu buruk, artinya orang-orang yang sudah membawanya kemari akan memperlakukannya dengan baik.

"Di mana ini sebenarnya?" kata Aurora serak. "Apa hubungan antara orang-orang ini dan Ayah?" pertanyaan itu membuat kepalanya berdegung nyaring. Dia membenamkan jemari ke dalam helaian rambut hitam dan panjangnya.

Matanya kembali melihat isi kamar sempit ini. Jantungnya seolah melompat saking terkejutnya melihat tumpukan barang di meja di depan tempat tidur. Barang-barang di sana semuanya adalah benda-benda yang dipercaya memiliki kekuatan magis, termasuk boneka voodo, cawan-cawan tua, boneka kayu, tanaman herbal berbentuk aneh dan banyak lagi, semuanya saling menumpuk. Di sisi lain, ada deretan snow globe dan bola kristal ala peramal.

"Jordan," nama itu mendadak terlintas di kepala. kerinduan membuncah dan tumpah ruah berupa tangis di pelupuk mata.   Lagi-lagi Aurora membenamkan jemarinya ke dalam helaian rambut dan menekan kepalanya kuat. Dia sangat bisa berharap bisa melakukan telepati dan berbicara dengan kekasih kesayangannya itu.

Jordan Emerson, pria itu salah satu polisi bagian penyelidikan. Wajahnya menangkan dengan mata abu-abu yang selalu membuatnya bergidik saat beradu tatap.

"Dia akan datang dan menyelamatkanku bukan?" kata Aurora sembari memeluk lutut. "Ya, dia akan datang. Kekasihku hebat, dia akan menembak kepala Xavier dan Megan." Senyuman melebar di bibir padatnya. "Bagaimana kalau dia tidak bisa menemukanku?"

Mata Aurora membuka lebar, jantungnya memompa darah begitu cepat hingga dentumannya menggema di telinga. Hawa dingin merasuk kulit seketika dan sekujur tubuhnya bergetar hebat.

"Aku tidak pernah mengetahui Rayden selama ini, Ayah dan Ibu pun tidak pernah menceritakan tentang mereka, dan tiba-tiba hari ini mereka mendatangi kami, artinya kau tidak mengetahui segala hal. Kau bodoh Aurora!" Makinya sembari memukul kepala. "Kau bodoh!"

Napasnya mulai tersengal, air mata putus asa lengser. "Aku harus pergi!" keputusan itu cepat melesat di kepalanya. Dia mendekat ke arah jendela, mematikan lilin, lalu membuka jendela kecil yang tidak akan muat jika dia memaksakan diri melewatinya.

"Apa?" Bahu Aurora terangkat, napasnya tercekat melihat pemandangan di bawah sana.

Orang-orang berpakaian serba hitam dengan baret merah di kepala lalu lalang bak kerumunan semut. Deretan mobil, dari yang harganya paling biasa dan paling susah dicari. Beberapa sudah dimodifikasi dengan tambahan senjata di atasnya.

"Tempat apa ini?" Aurora kembali panik. "Aku tidak ingin berada di sini lebih lama.

Dia mulai mondar-mandir sembari menggigit jari. Saat itu, kakinya tersandung, tubuhnya jatuh berlutut.

Aurora menangis putus asa. Dia melemparkan tubuhnya ke lantai.

Sebuah kotak hitam dengan ukiran daun ganja menyala yang sepertinya sengaja diberi cat glow in the dark menarik perhatiannya. Dia berdiri kembali, cepat-cepat menghampiri kotak yang ada di dekat pintu kamar itu.

Isinya senjata, ada pistol, senapan laras panjang, peluru, pisau bahkan pedang. Semuanya tertata rapi.

Aurora menyambar pistol. Dia harus bisa menjaga dirinya sendiri.

Tanganya bergetar saat benda berat itu berada dalam genggaman, menyakiti seekor nyamuk saja dia tidak berani, apa mungkin dia sanggup menembak kepala seseorang dengan benda itu dan melihat darah mengucur dari sana.

Tanpa dia sadari, tubuhnya mundur perlahan dan menabrak deretan bola kristal hingga dua bola itu jatuh ke lantai dan pecah.

"Orang-orang pasti akan datang," pikirnya, "aku harus keluar lebih dahulu."

Aurora mendekati pintu, beruntung tidak terkunci. Dia mengarahkan pistolnya ke depan saat pintu membuka. Dia tidak disambut oleh orang-orang mengerikan dengan senjata berat di tangan, hanya Xavier.