Ibu Ratih tersenyum lega ketika ia akan pergi ke kota, ia membayangkan sebuah pernikahan megah yang sudah pasti akan didapatkan oleh putrinya, siapapun yang berada di posisinya maka ia akan berfikir demikian karena mengetahui anaknya akan menikah dengan pria kaya raya. Ia juga tak hentinya mencium kening putrinya, yaitu Hana.
Sesampainya di kota, mereka langsung turun. Pada pembantu rumah besar itu melirik kearah mereka, mengira kedua wanita itu akan menjadi pembantu baru di rumah besar nan mewah itu. Keluarga Ditto jiga turun dan berjalan dengan glamournya di hadapan mereka tanpa mengajak mereka ikut masuk ke dalam, tapi Ditto melirik ke belakang dan melihat melihat mereka. Hana tersenyum ketika melihat Ditto melirik kearahnya mengira kalau Ditto akan kembali dan membantunya membawa tasnya masuk. Tapi ternyata Ditto tidak melakukan hal itu, ia malah meminta untuk sopir membantu mereka membawa tas itu.
"Pak, tolong bawakan tas mereka!" perintahnya pada sopir pribadinya. Akhirnya mereka tidak menghiraukan hal itu dan ikut masuk, sesampainya di dalam perlakukan dingin dan sombong itu tetap sama, tidak ada satupun diantara mereka yang mempersilahkannya untuk duduk, sehingga mereka tidak duduk dan tetap berdiri berharap ada yang akan memperhatikan ibu dan anak itu lalu memintanya untuk duduk.
"Bik! Bik sini!" teriak ibu Surya meminta salah satu pembantu rumah tangganya untuk datang ke sana.
"Iya Nya, siapa mereka Nya? Apakah mereka pembantu baru yang Nyonya katakan tempo hari?" tanya pembantu itu dengan polos, ia tau kalau anak tuan rumahnya itu akan menikah karena terpaksa, tapi ia tidak tau kalau wanita yang akan dinikahinya itu adalah seorang wanita kampung yang berpenampilan seadanya. Bukannya marah akan ucapan pembantunya itu, Ibu Surya malah tertawa sembari mengejek calon menantu dan calon besannya itu. Ibu Ratih merasa sangat sedih dengan ucapan pembantu ibu Surya, tapi ia tidak mengatakan apapun agar Hana tetap berfikir positif
"Tidak Bik! Mereka itu adalah calon istri dan mertua Ditto. Bik, tolong antarkan mereka ke kamar tamu, ingat ganti sprai itu," perintahnya pada pembantunya dan memerintah agar sprai di ganti.
"Maaf, maafkan saya ibu dan Non! Saya tidak tau!" ucapnya membungkuk sambil menyatukan kedua tangannya. Ibu Ratih yang adalah seorang yang murah hati langsung menghentikan aksi pembantu itu.
"Tidak apa-apa Bik, saya tidak tersinggung," jawabnya dengan lembut dan penuh dengan senyuman pemaaf.
"Tidak apa-apa Bik, saya juga kalau melihat mereka pasti saya akan melakukan hal yang sama!" sambung ibu Surya dengan sombong tak membiarkan satu moment pun untuk merendahkan mereka. Ibu dan anak yang malang itu lagi-lagi tidak menghiraukan, mereka langsung mengikuti pembantu itu hingga sampai pada kamar tamu. Mereka melihat sprai itu masih sangat bagus, bahkan di kampung mereka tidak memiliki sprai seindah itu, lalu mengapa harus diganti? Lalu tak lama setelah itu, pembantu itu mengambil sebuah sprai dari lemari yang ada di kamar tersebut, saat ia mulai memasangkan sprai itu ternyata sprai itu sangat tipis dan terlihat sudah sangat lama sehingga terlihat kotor dan using, ternyata karena menurutnya sprai itu terlalu bagus untuk mereka yang orang kampung. Mendengar hal itu, pembantu yang berdiri itu menjadi gugup dan langsung meminta maaf pada ibu Ratih dan Hana. Ibu Ratih sampai menghela nafas panjang merasa sangat bersedih dengan perbuatan sang calon besan.
"Ya Tuhan, sekotor ini kah aku dan anakku? Sehingga calon besanku sendiri tidak bisa menghargaiku? Tapi, tidak apa-apa yang penting setelah aku pergi dari sini, putriku akan tidur di kamar yang indah nan mewah," ujarnya dalam hati, ia berusaha menahan air matanya karena ia takut putrinya akan merasa bersedih karena tidak dihargai.
"Ibu, mengapa sprai yang tadi itu diganti dengan sprai yang buruk ini?" Hana bertanya lugu, ia tidak tau bagaimana orang kikir dan sombong itu memperlakukannya, ia mengira semua itu hanya tidak sengaja, ia yang sudah terbiasa dengan hidup susah juga merasa tidak masalah jika harus tidur di sprai buruk itu, namun alasannya bertanya karena yang tadi itu sangat bagus dan belum kotor sama sekali. Ibunya langsung memeluknya, ia mencoba membua sebuah alasan yang akan membuat ia tidak bisa memikirkan hal buruk sama sekali. Ia juga berfirik kalau ibu Surya memperlakukan mereka dengan seperti itu karena ia tidak suka dengan ibu Ratih, ia tidak tau kalau sebenarnya ia juga tidak suka dengan Hana, putrinya.
"Nak, itu tadi sudah pernah di pakai oleh orang lain dan calon ibu mertuamu tidak ingin kita tidur di sprai bekas orang lain. Oleh karena itu, ia meminta agar Bibik itu menggantinya. Ibu mertuamu itu sangat baik!" ujarnya meyakinkan Hana, ia mencium kening Hana, ia tidak tau apa yang akan dirakan oleh anaknya itu jika ia tau ibu mertuanya memperlakukan ibunya dengan buruk.
"Oh, begitu ya Bu," jawab Hana, ia percaya apa yang dikatakan oleh ibunya itu, ia hanya percaya pada ibunya saja.
"Iya Nak, yasudah kamu tidurlah karena besok mungkin adalah hari yang panjang," sambung ibunya dan meminta Hana untuk tidur di pangkuannya. Ibu Ratih tak hentinya melepaskan air matanya ketika Hana tidak melihatnya sama sekali, dulu ia dinikahi oleh Pak Yanto tanpa restu dari orangtua Pak Yanto sehingga ia merasa sangat tersiksa karena ibu mertuanya, namun berbeda halnya dengan Hana yang dilamar langsung oleh mertuanya, hal itu membuat ia yakin kalau Hana akan diperlakukan baik oleh mereka.
Di sisi lain, ibu Surya, Pak Surya dan Ditto masih duduk di ruang tamu untuk membicarakan sebuah hal yang penting. Mereka mungkin merencakan pernikahan seperti apa yang akan dibuatnya untuk Hana dan Ditto. Namun, Ditto terlihat bertambah sedih dan tidak ingin pernikahan itu terjadi, tapi kehendak orangtuanya yang akan terjadi karena kesalahannya sendiri, ia yang membuat hal itu dan sekarang ia harus bertanggungjawab akan hal itu.
"Mah, jadi bagaimana agenda pernikahannya? Ditto dan Hana harus segera menikah sebelum perusahaan kita benar-benar tidak bisa diselamatkan!" Pak Surya ingin segera dilangsungkan agar perusahaannya selamat.
"Iya, Mama juga ingin perusahaan kita itu selamat, tapi bagaimana dengan kamu Ditto?" tanyanya pada Ditto, agar ia tau kalau Ditto tidak akan mengubah keputusan itu lagi, saat pernikahan itu sedang berlangsung nantinya.
"Aku sih terserah Mama dan Papa saja, aku akan melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawabku!" jawab Ditto seperti yakin tapi tidak bersemangat karena ia tidak mencintai Hana.
"Ya sudah, kalian tenang saja, biar Mama yang akan mengurus semuanya!"