Ibu Surya langsung panik ketika ia mendengar pertanyaan Rania, ia tidak ingin Rania merasa sedih karena wajahnya yang terlihat bersedih, ia langsung tersenyum untuk Rania dan menunjukkan betapa inginnya ia melamar Rania untuk anaknya, Ditto.
"Gak dong Sayang, kamu itu adalah gadis yang paling Tante sayang," jawabnya mengembalika mood Rania yang hampir hilang karena sikapnya.
"Terus kenapa Tante terlihat sedih, coba deh Tante ceritain sama Rania!" pintanya sembari perlahan duduk di samping ibu Surya dan menggenggam tangannya. Ibu Surya langsung memeluk Rania, Rania bertambah bingung dengan keadaan itu, ia bingung dengan hal yang membuat ibu Surya tiba-tiba memeluknya dengan erat seakan tidak ingin kehilangan Rania sang calon menantu yang ia idamkan.
"Tante ingin sekali kamu menjadi menantu Tante Nak! (Wajah Rania tersenyum dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi) tapi, itu tidak mungkin," wajah Rania yang tadinya penuh dengan senyuman percaya diri berubah seketika menjadi sangat sedih dan panik juga karena kata tidak mungkin itu membuatnya merasa ada hal yang sudah terjadi dan itu akan membuat ia dan Ditto tidak bisa lagi menikah seperti ia ia bayangkan selama ini.
"Lho, kenapa begitu Tante?" tanyanya dengan bingung, air mata sudah berada di kelopak seakan ingin jatuh dan membasahi seluruh pipi, namun ia menahannya karena ia mengingat perkataan ibu Veni supaya ia tidak terlalu menonjolkan keinginannya untuk dipersunting oleh Ditto. Ibu Surya langsung melepas pelukan itu secara berlahan dan mengatakan yang sebenarnya.
"Ditto akan menikah dalam waktu dekat ini Nak, ia memang sudah di jodohkan sejak kecil," sambung ibu Surya, tiba-tiba Rania terdiam seribu bahasa, ia tidak percaya apa yang ia dengar barusan. Dunia seakan tidak berpihak kepadanya saat itu, ia mengalihkan tatapannya dengan mata yang berkaca-kaca kearah ibu Veni, ibu Veni yang melihat betapa Rania sedih dan ingin menangis langsung menggelengkan kepalanya agar Rania tidak menangis di hadapan ibu Surya, walau dalam hati yang hancur, ia tetap meminta anaknnya untuk mempertahankan imagenya di hadapan ibu Surya. Rania paham akan apa yang di maksud oleh ibu Veni, ia langsung menggenggam kembali tangan halus halus penuh perhiasan ibu Surya.
"Bukankah ibu baik Tante, artinya Tante akan mempunyai anak perempuan yaitu menantu Tante!" ujarnya berusaha untuk tegas dan terlihat bahagia, tapi dalam hatinya saat itu adalah titik terendah.
Ibu Surya sangat salut dengan ketegaran hati Rania, ia menjadi semakin menginginkan Rania untuk menjadi menantunya suatu saat nanti, ia tidak akan pernah membiarkan Hana hidup bahagia di rumahnya.
"Eh, Tante aku masuk dulu ya, ada yang harus aku kerjakan!" Rania pamit masuk ke kamarnya dengan alasan pekerjaan, ia pergi ke kamarnya tapi bukan untuk mengerjakan sesuatu melainkan untuk melepasa rasa sesak di dadanya karena mendengar orang yang ia cintai akan menikah dan meninggalkan ia sendiri meratapi kesedihan kehilangan yang tidak mungkin sembuh dalam jangka waktu pendek. Ia tetap duduk di depan cermin, ia menangis dan mencoba melihat ke semua wajahnya, ia bertanya-tanya dimana kekurangannya sehingga Ditto tidak bisa menolak perjodohan itu dengan perempuan lain.
"Ya sudah Jeng, aku pulang dulu masih ada yang harus aku kerjakan," ucap ibu Surya pamit.
"Iya Jeng, hati-hati ya!" jawab ibu Veni tetap dengan senyuman seakan tidak ada rasa kecewa di hatinya.
Ibu Surya langsung pergi untuk menemui seseorang, sedangkan ibu Veni langsung pergi ke kamar Rania, ia tau pasti Rania tidak sedang mengerajakan sesuatu melainkan meratapi kesedihan akibat pernikahan Ditto. Ia berlahan membuka pintu kamar Rania yang tidak di kunci, ia ikut sedih melihat anaknya yang penuh dengan air mata sedang duduk di depan cermin, ia berlahan mendekati Rania dan mengusap bahu Rania dengan lembut, Rania yanga sadar akan kedatangan ibu Veni langsung membalikkan tubuhnya dan memeluk erat ibu Veni.
"Mah, aku sangat mencintai Ditto, tapi kenapa aku tidak bisa memilikinya sama sekali, apa kurangnya aku Mah sehingga Ditto tidak bisa menolak perempuan itu?" keluhnya pada ibu Veni, ia Veni terus memeluk anaknya sembari menenangkannya.
"Jodoh, mati dan rezeki sudah Tuhan yang mengaturnnya Nak, kita tidak bisa berbuat apapun lagi, kalau memang ia jodoh kamu maka ia akan kembali walau dalam keadaan dudu sekalipun," ujarnya pada Rania, Rania langsung terfikir sesuatu.
"Kalau begitu aku akan membuat ia menjadi jodohku Mah, aku akan mendapatkan Ditto kembali!" tegasnya, ia berniat buruk pada rumah tangga Ditto. Ibu Veni langsung melepas pelukannya dan melihat nanar kearah Rania.
"Kamu jangan nekad Rania, kamu jangan berfikir untuk merusak pernikahan mereka!" seru ibu Veni dengan tatapan marah, walau ia sangat menginginkan pernikahan Rania dan Ditto, tetap ia tidak akan pernah membiarkan Rania merendahkan dirinya sendiri dengan cara merusak pernikahan orang lain.
"Apa? Mama mau aku meratapi kesedihan ini selamanya?" bentak Rania pada ibu Veni, ibu Veni tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rania yang begitu jahat saat itu, itu masih sekedar ucapan saja, namun tidak menutup kemungkinan itu juga akan menjadi sebuah kenyataan.
"Mama juga ingin hal ini Rania! Tapi bukan dengan cara ini, masih banyak pria yang lebih dari Ditto!" teriak ibu Veni.
"Jangan halangin aku Mah!" sanggah Rania, ia Veni yang tidak mau anaknya menjadi benalu dalam hidup orang lain dengan refleks langsung menamparnya dengan sangat keras, ia tidak sadar hingga ia melakukan hal itu pada Rania, sebelumnya Rania belum pernah diperlakukan seperti itu. Rania sekali lagi tak mengucapkan apa-apa lagi, ia hanya memegang wajahnya yang di tampar oleh ibu Veni, setelah itu ia langsung lari keluar dan mengendarai mobilnya. Ibu Veni yang panik dan sadar apa yang ia lakukan itu terlalu berlebihan langsung mengejar Rania dengan mobilnya pula. Ia yang tidak kalah hebat menyertir dari Rania mampu menyalip mobil Rania dan menghentikan mobil Rania dengan berhenti tepat di depan mobil sang putri.
Rania langsung turun dari mobilnya dan menutup pintu mobil itu kembali dengan sangat keras, ia langsung mengharpiri ibu Veni yang juga baru turun untuk menemui anaknya.
"Mama, Mama mau apa sih? Mama kan sudah tidak peduli lagi sama aku!" teriaknya.
"Bukannya begitu Rania, hanya saja Mama tidak mau kamu jadi benalu di rumah tangga orang lain," sambung ibu Veni meminta agar Rania jangan pernah jadi benalu bagi orang lain.
"Bukan aku yang benalu, tapi perempuan murahan itu!" teriak Rania, melihat jalanan sedang kosong Rania langsung masuk ke mobilnya dan mengambil arah kanan untuk menghindari mobil ibu Veni. Saat ia mengambil jalan kanan, ia tidak mengingat kalau jalan yang ia lintasi itu bukan jalan tol, ia langsung berhadapan dengan truk di hadapannya.