"Mah, kok Mama jadi panic gitu sih? Aku ini memberi saran lho Mah!" ujar Ditto bingung.
"Eh Ditto, Papa kamu lagi di dalam lho dan disini kamu sudah mengatakan soal menjual kantor. Ah Dit … Ditto nanti saja ya kita bahas itu, kita tungguin Papa dulu ya Nak," jelas ibu Ditto dengan panic dan mencoba untuk tidak membahas itu lagi, walau hatinya selalu memikirkan perusahaannya, tapi ada satu hal yang menjadi ketakutannya yang sama sekali tidak diketahui oleh Ditto.
"Mama kok kayak ketakutan gitu ya? Apa yang terjadi sebenarnya mengapa aku tidak tau apa-apa? Ah mungkin hanya perasaan aku saja, Mama pasti tidak mau membahas itu karena itu belum menjadi keputusan Papa saja," ujar Ditto dalam hatinya, ia tak bisa membuat keputusan sendiri tanpa persetujuan dari kedua orang tuanya. Karena ini bukan keputusan kecil yang hanya menyangkut dirinya sendiri saja.
"Ya sudah Mah, Mama tenang dulu ya, kita tunggu dokter keluar dan mengatakan hal baik tentang Papa," Ditto berusaha menenangkan ibunya. Tak lama setelah itu terdengar suara hentakan kaki yang berjalan menuju mereka yang berasal dari ruangan dimana ayahnya di tangani. Itu adalah dokter yang sudah selesai merawat ayahnya dan keluar berniat untuk memberitahukan keadaan ayah Ditto pada keluarga yang sedang menunggu dengan panik diluar.
"Dok, bagaimana keadaan suami saya, apakah dia baik-baik saja Dok?" tanya ibu Ditto dengan segera menghapiri dokter itu karena tidak sabar ingin tau keadaan suami yang sangat ia cintai itu, sedangkan Ditto tetap setia dibelakang ibunya, memegang bahunya dan tak hentinya menenangkan ibunya itu. Diito juga sangat khawatir dan was-was menunggu pernyataan dari dokter tentang ayahnya itu.
"Untung saja Ibu dan Nak Ditto segera membawa Bapak Surya ke rumah sakit, jadi beliau masih bisa di selamatkam. Jika saja kalian tidak segera membawanya ke rumah sakit maka hal fatal mungkin akan terjadi pada Bapak Surya. Sekarang Bapak Surya sudah baik-baik saja dan sudah bisa dijeguk, namun tolong untuk tidak terlalu membebankan fikiran beliau dulu ya Ibu," perintah dokter itu agar mereka bisa menjaga agar Bapak Surya tidak terlalu berfikir melebihi yang ia sanggup saat itu.
"Baik terimakasih banyak ya Dok," ujar ibu Surya dan mereka dengan segera langsung masuk untuk menghampiri Bapak Surya yaitu suami dan ayah mereka.
"Pah, Papa baik-baik saja kan?" tanya Ibu Surya kepada Pak Surya yang terbaring di katil rumah sakit itu dengan kondisi yang masih lemah, Pak Surya yang sudah tersadar langsung menggapai tangan lembut istrinya itu, seakan ia ingin mengatakan kalau ia baik-baik saja.
"Pah, maafin Ditto Pah, ini semua adalah kesahan Ditto! Jika Ditto bisa menangani semuanya mungkin Papa gak akan mengalami hal ini," sela Ditto meminta maaf sambil mencium tangan ayahnya yang begitu lemah, ayahnya terlihat ingin sekali menangis karena ia merasa tidak ada hal yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan perusahaan pusat itu.
"Papa tidak tau lagi apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan perusahaan kita Ditto, perusahaan itu sudah lama dan Papa mengembangkannya dengan penuh semangat, setelah dari hidup Papa sudah Papa berikan kepada perusahaan kita," jawab Pak Surya, ayah Ditto dengan sangat lemah, ia semakin merasa lemah lagi ketika ia harus memikirkan bagaimana semua itu sudah hilang hanya dalam setahun ia mengembankan tugas itu pada Ditto, anak tunggalnya.
"Pah, Ditto punya ide, bagaimana jika kita menjual perusahaan yang kedua untuk membayar hutang dari perusahaan utama itu? Lalu kita akan memulai semuanya dengan modal awal Pah," sambung Ditto memberikan saran yang menurutnya baik untuk menyelamatkan perusahaannya. Namun , sama seperti Ibu Surya, Bapak Surya juga langsung terdiam dengan wajah yang tiba-tiba berubah tanpa sepatah kata pun, tapi beda dengan Ibu Surya yang berekpresi takut, Pak Surya malah seperti memikirkan sesuatu ide yag lain pula. Ekspresi wajahnya menandakan sebuah ide buruk yang akan di lontarkan dari mulutnya.
"Papa punya ide!" ujarnya dengan senyuman aneh di bibirnya, dengan sangat bersemangat Ditto langsung menanyakan apa gerangan dari ide yang dimiliki oleh ayahnya itu.
"Apa itu Pah?" tanya Ditto sangat bersemangat.
"Kamu harus berkorban untuk ini semua Ditto, kamu yang sudah membuat ini terjadi dan kamu yang harus bertanggung jawab atas ini semua! Apa kamu mau? Kamu sanggup apa pun yang akan menjadi hal yang harus kamu korbankan?" tanya Bapak Surya, namun istrinya malah mengeluarkan ekspresi yang sangat khawatir dan tidak senang. Ia mengetahui apa yang akan di katakan oleh suaminya dan ia tidak maua itu terjadi karena itu akan mempengaruhi masa depan anaknya itu. Sedangkan Ditto demi bisa mengembalikan semuanya, tanpa berfikir dan tanpa ragu langsung menyanggupi itu walau ia belum tau apa yang akan di katakan oleh ayahnya itu.
"Baik Pah, Ditto akan menyanggupi apa pun yang akan Papa katakan asalkan itu bisa menjadi sebuah penolong untuk perusahaan kita," jawab Ditto dengan sangat percaya diri sambil melihat yakin kearah ibunya, sedangkan ibunya tak hentinya menggelengkan kepala untuk mengatakan kepada Ditto agar ia tidak menyanggupi hal itu.
"Pah, Mama mohon jangan lakukan ini Pah karena hal itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan dan dijalani, ini hanya akan membuat Ditto menderita!" sanggah ibu Surya karena ia tidak ingin demi harta masa depan dan kebahagiaan anaknya harus direnggut.
"Mah, jika itu akan merenggut kebahagiaan Ditto, maka kita akan membuat rencana dalam mengurangi resiko itu, Papa tau apa yang bisa kita lakukan ya walaupun ini akan menyakiti pihak lain, tapi perusahaan dan anak kita jauh lebih penting," ujar Pak Surya menjelaskan kepada istrinnya kalau ia tidak akan membiarkan anaknya itu menderita kerana semua hal itu.
"Merenggut kebahagiaan Ditto? Menyakiti orang lain? Apa yang sedang kalian bicarakan Pah, Mah mengapa kalian mengatakan itu dengan sangat ambigu?" tanya Ditto yang sudah mulai bingung, ia merasa ada hall yang tidak beres dalam keluarganya.
"Ditto, kamu harus menikah dengan anak pemilik perusahaan yang kedua itu!" jawab ayahnnya, hal itu membuat Ditto semakin bingung lagi, namun ia juga masih merasa lucu dan menganggap ayahnya sedang bergurau dengan ucapannya, Pak Surya mengatakan bahwa ia harus menikah dengan anak pemilik perusahaan itu dan pemiliknya adalah Pak Surya, ia dan keluarganya juga tau kalau Ditto itu adalah anak tunggal, masa iya Ditto harus menikahi dirinya sendiri, sunggu Ditto merasa ini adalah sebuah lelucon yang tidak tepat di ucapkan oleh Pak Surya karena bukan saatnya waktu itu untuk bergurau. Sedangkan ibunya yang tau segalanya tentang Ditto mulai meneteskan air mata karena ia tau anaknya akan menderita dengan ini semua.
"Papa jangan bergurau karena ini bukan waktu yang tepat untuk begurau, ini kan kita sedang dalam keadaan yang sangat sulit Pah! Papa bilang Ditto harus menikah dengan anak pemilik perusahaan itu, bukakah itu adalah milik kita Pah? Masa iya Ditto harus menikah dengan diri Ditto sendiri, ini adalah gurauan yang tidak lucu beneran deh Pah!" sela Ditto kebingungan dengan apa yang di sampaikan dan di minta oleh Bapak Surya. Namun, ternyata ada sesuatu yang Ditto tidak tau sama sekali, bahwa orangtuanya sudah pernah melakukan hal buruk dengan tidak menepati janjinya pada seseorang.
"Ditto maafi Papa dan Mamamu Nak, kamu harus tau ada satu hal yang sudah membuat sebuah janji yang sangat buruk bagi kamu Nak, oleh karena itu kami tidak mau menepati janji itu karena orang itu sudah meninggal dan …"