Suara air yang dinyalakan terdengar menggema di dalam kamar mandi, Rachel menatap pantulan dirinya yang terlihat kacau setelah pergi meninggalkan pesta sendirian. Menangis dan mengurung dirinya di dalam kamar mandi adalah cara yang terbaik untuk dirinya agar nenek dan pamannya tau jika ia sedang menangis dan dalam keadaan berantakan.
Rachel pulang sendiri menggunakan taksi tanpa sepengatahuan Para sahabatnya dan meninggalkan mereka tanpa mengatakan apapun. Ia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya pada siapapun dan memilih pergi sendiri.
Rachel menatap pantulan dirinya di cermin, Wajahnya yang beberapa jam lalu menunjukan senyuman, berbanding terbalik sekarang. Mata sembab, hidung yang memerah dan rambut yang merantakan. Rachel mengutuk dirinya sendiri karena mempercayai pria yang bahkan ia lakukan untuk menjaga perasaan nya. "Kau menyedihkan, Rachel. Sangat," Gumam nya pada dirinya sendiri. Rachel lalu mengingat Kembali bagaimana Vante merendahkannya dengan menyebutnya sebagai jalang. Suara Vante yang menggema di pikiran nya akan selalu membuat setiap luka di dalam dirinya Semakin lebar untuk membencinya.
"Akh, sakit," rachel memegang dadanya sakit, tiba-tiba merasa sakit di bagian dadanya, mendnegar suara Vante yan menyebutnya sebagai jalang membjuatnya merasakan sesuatu seperti menusuk dada nya.
Tok tok tok
"Rachel, Apa yang kau lakukan di dalam sana?!." Teriak sang nenek membuat Rachel menolah.
"Tentu saja aku mandi!." Teriaknya menahan tangis.
"Cepatlah!,
Rachel tidak membalas, rachel tiba-tiba menangis hebat tidak bersuara, Rachel menggigit bibir bawahnya agar suara tangisannya tidak terdengar Nenek nya.
"K-Kenapa s-semua ini terjadi padaku, k-kenapa kalian menjodohkanku dengan pria yang bahkan tidak menghormati wanita." Gumam nya sambil menangus hebat.
-
-
-
Pukul 06:11
Vante tengah bersiap-siap untuk pergi ke kantor dan semua orang di kediaman orangtua nya tengah sibuk mengatur acara pernikahannya yang akan di gelar besok. Vante berdiri di depan cermin sambil memakaikan dasi di lehernya, Pikirannya tiba-tiba teringat dengan ucapan Rafa kemarin malam padanya.
"Dia Bahkan menolak ku!."
Seperti itulah ucapan yang membuat Vante tidak bisa melupakan nya. "Berarti, dia menolak Rafa karena tidak mencintainya," Gumamnya sendiri. Vante bahkan tanpa sadar membuat ikatan dasinya aneh karena terus mengikat dasinya tanpa melihat bagaimana hasil dasinya sekarang karena terus memikirkan Rachel dan Rafa.
Dan tanpa sadar Vante tidak menyadari jika Joon sedari tadi memperhatikannya. "Vante,"
"Ya," Sahut vante yang masih tidak menyadari dasinya sekarang aneh.
Joon berjalan menuju vante dengan wajah tidak seperti biasanya. Jika joon datang, pria bertubuh tinggi itu pasti akan memperlihatkan dimple nya. dan sekarang tidak.
"Kenapa kau melakukan ini pada, Rachel?" tanya Joon terus terang.
Vante melepas pegangan tangannya dari dasi dan memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan pria yang saat ini tengah berdiri di depannya. "Kenapa, kau marah?" Tanya Vante santai. Wajahnya bahkan tidak merasa bersalah sekarang. Dan itu membuat Joon geram.
"Kau menyebut Rachel jalang, Apa kau tidak merasa bersalah sedikitpun?"
Vante terkekeh. "Untuk apa aku merasa bersalah, Semua itu benar,"
Joon menggengam tangan nya menahan amarah. Vante melirik ke bawah dan melihat tangan Joon menggengam, ia lalu terkekeh dan membuang wajahnya kesamping dan Kembali menatap joon. "Wanita itu---
"Jika kau tidak menyukainya sebaiknya jaga perkataanmu padanya, Besok kalian akan menikah." Joon berusaha untuk menahan emosinya, mengingat bagaimana sahabat nya ini membutuhkan pencerahan dari dirinya.
Vante terkekeh. "Itu urusanku, aku tau apa yang harus aku lakukan."
"Apa kau tahu jika rafa menyatakan perasaannya? Dan saat itu juga Rachel menolak karena kau."
Seketika Vante yang sejak tadi sibuk membenarkan dasinya berhenti. Joon melihat pergerakan Vante lalu terkekeh. "Kau pasti tidak tahu jika rachel menolak Rafa karena kau, Dia tidak ingin mempunyai hubungan dengan seseorang karena akan menikah denganmu. Rachel menjaga perasaan mu, Vante. Dan apa yang kau lakukan padanya kemarin malam tidak seharusnya kau melakukannya."
Vante masih diam, ia tengah memikirkan sesuatu setelah Joon memberitahunya Rachel. Vante lalu memutar tubuhnya untuk menghadap Joon lalu mengatakan sesuatu. "Untuk apa kau memberitahuku semua ini?, Aku tidak pernah menyesali apa yang aku katakan pada rachel. Meskipun tahu jika Wanita itu menolaknya, Dan untuk soal itu, tidak ada urusannya denganku."
Kali ini joon tertawa. "Kau yakin tidak peduli dengannya?"
"Tidak," Jawab Vante tegas.
"lalu, ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Joon melihat eskpresi Vante tiba-tiba berubah setelah ia mengatakan jika rachel menolah Rafa karena dirinya.
"bersiaplah, akan ada rapat 2 jam lagi—tidak ada waktu untuk membicarakan hal yang tidak penting seperti ini sekarang." Vante lalumeninhggalkan Joon setelah selesai bersiap-siap. Ia tidak menjawab pertanyaan Joon dan memilih mengalihkan pembicaraan nya lalu keluar.
Joon menggeleng kepalanya dan tidak mengatakan apapun setelah itu. ia menyusul Vante keluar dan tidak ,endapatkan jawaban sesuai keinginan nya. ada sesautu yang di rasakan dan di lihat joon dari sisi Vante terhadap Rachel. Hal yang mampu membuat semua orang bisa merasakan nya.
-
-
-
Rasanya masih sangat sakit jika mengingat kejadian yang beberapa jam berlalu, dan sekarang aku harus keluar untuk berkuliah. Jika saja aku jahat dan tidak tahu di untung karena sudah di bantu untuk berkuliah. Aku mungkin akan memilih untuk berdiam diri di kamar sambil menangis jika mengingat kejadian itu. Keluar dan bertemu dengan orang adalah hal yang tidak seharusnya aku lakukan dalam kondisi mental ku seperti ini. Tapi, aku harus melakukannya untuk membuat perjuangan paman dan nenek ku membuahkan hasil dengan membuatku bisa berkuliah. Ya, meskipun di bantu dengan beasiswa, tapi semua itu berasal dari nenek dan paman.
Aku menatap diriku sendiri di pantulan cermin, saat ini aku memakai kaus hitam polos dan rok Jeans pendek di atas lutut. Memegang 2 buku di tanganku dan tas kecil yang bergantung di bahuku. "Semangat, rachel. Kau harus kuat, Fighting!." Ucapnya menyamangati dirinya sendiri.
Rachel lalu mengambil sebuah paper bag berwarna hitam di atas meja lalu beranjak keluar dari kamar. Paper bag yang berisikan gaun milik Monica yang kemarin malam ia gunakan.
Saat ini, Rachel tengah menunggu bus seperti biasa, Aku biasanya nak bus atau taksi untuk pergi kuliah. Tapi sayang nya bus masih belum datang. Beberapa kali aku melihat arlojiku melihat pukul berapa sekarang. "kenapa lama sekali." Gumam ku bingung.
Dan tiba-tiba. Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan ku, Awalnya aku tidak memperdulikan mobil siapa yang terparkir di depanku sekarang. Tetapi, saat melihat sesorang pria yang baru saja keluar dari mobil. Aku langsung mengenali siapa yang turun dari mobil tersebut. Sosok pria yang baru saja menghina harga dirinya, seseorang pria yang sudah membuatnya malu, dan sosok yang membuatku seperti Wanita kotor di depan banyak orang. Ia adalah vante, pria yang baru saja keluar dari mobilnya, aku bisa merasakan matanya menatapku di balik kacamata hitamnya itu.
"Masuklah," ucapnya tiba-tiba menyuruhku masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan aku? Aku hanya iam dan tidak mengatakan apapun . sangat aneh saat melihat vante tiba-tiba datang dan menawarkanku masuk ke dalam mobilnya. Setelah kejadian kemarin malam, apakaha Vante tidak merasa bersalah sedikitpun setelah membuat ku malu di depan banyak orang. Apakah mungkin vante melupakannya. Tentu saja tidak mungkin…
"Untuk apa kau kemari?!," Tidak lupa mataku yang tidak menatapnya.
"menjemputmu,"
Rachel terkekeh. Rasanya tidak menyangka jika Pikiraan tentang Vante benar terjadi. Tidak mungkin jika vante kehilangan ingatannya tentang kejadian kemarin malam bukan? Pria ini bahkan dengan santainya berbicara dengan ku dan menjemputku sekarang.
"Cepatlah!, " Vante yang sudah mulai kesal.
"Tidak,"
Vante melepas kacamatanya dan menatapku tajam. Tatapannya mengingatkanku akan kejadian kemarin malam. Mataku melirik Jam tangan yang menunjukan bahwa lima belas menit lagi Dosen akan masuk kelas. Tepat saat itu juga bus berhenti, aku menatap Vante lalu kemudian berlari masuk ke dalam bus. "racel, berhenti!." Teriak vante saat aku sudah berhasil masuk ke dalam bus.
"Pak, cepat pak!." Desak ku ke supir bus.
"Sial!," gerutu Vante. Tidak sampai di situ, Vante tidak hanya diam melihat Rachel berhasil meninggalkannya. Pria itu lalu bergegas mengejar bus yang tidak jauh dari jangkauan nya. Vante berlari mengejar bus dan meninggalkan mobil mewahnya terparki di pinggir jalan.
Semua siswa yang melihat ada pria yang tengah mengejar bus mereka tentu saja terkejut dan ada pula yang histeris saat mengetahui siapa pria yang mereka lihat sekarang ini. edangkan rachel, ia terlihat sedikit takut saat melihat vante mengejarnya. Pria itu berlari sangat cepat.
Brakkk
"Akh!,"
Semua orang yang berada di dalam bus terkejut, Vante berhasil masuk dan menimpa tubuh rachel yang berdiri di depan pintu masuk dan Vante harus mendorongnya dan membuat mereka berdua jatuh ke lantai dan posisi vante yang menindih tubuh rachel.
Kedua mata mereka saling bertemu, Vante menatap lekat manik mata Rachel tanpa berkedip. Merasa posisi mereka saat ini tidak seharusnya bertahan lama. Rachel mengaluhkan pandangannya dari wajah pria yang mempunyai rahang tegas itu. "Bisakah kau berdiri?," tanya Rachel saat Vante sama sekali tidak beralih dari posisinya sejak tadi.
Vante tersadar dari lamuanan nya dan mulai bangkit, ia berdiri lalu membersihkan dabu di pakaian nya.sedangkan rachel, Wanita malang itu menunggu jika ada sedikit rasa kemanusian dari pria yang baru saja membuatnya terjatuh, mungkin seperti mengulurkan tangannya untuk membantu nya berdiri. Ternyata tidak, seharusnya rachel tidak berharap banyak pada vante.
Rachel di bantu berdiri oleh salah satu ibu-ibu. Untung saja ada yang peka. Jika rachel tidak bisa bangun karena rok yang ia kenakan. Sangat susah untuk rachel berdiri dalam kondisi rok yang ia gunakan.
"Terima kasih, bu." Ucap rachel sambil tersenyum. Meskipun saat ini hatiku tidak baik-baik saja.
"Sama-sama,"
"Apa-apaan kau ini? lihat, aku jadi berantakan karena mengejarmu?! Vante kesal. Suaranya terengah-engah karena berusaha mengejar Rachel, vante juga kesal karena penampilannya saat ini yang berantakan karena mengerjar rachel. Padahal ia memakai baju rapi sekarang. Ya, bisa di katakan setiap hari karena pekerjaan nya yang menjadi direktur.
"Siapa yang menyuruhmu melakukan itu?," tanya rachel balik. Tentu saja,kenapa dirinya harus di salahkan atas berantakannya penampilan vante sekarang. Rachel bahkan tidak memintanya untuk mengejarnya.
Vante seketika terdiam, entahlah. Mengapa vante berlari mengejar rachel lalu masuk ke dalam bus. Vante tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada nya sekarang?.
"Aku harus mengajakmu ke butik untuk memilih gaun pernikahan, ibu menyuruhku." Jawab vante sambil membenarkan rambutnya yang berantakan akibat ia berlari tadi.
"Apa!!," teriak beberapa mahasiswa setelah mendengar vante. Mereka menatap sekelilingnya, Vante lupa jika dirinya adalah sosok yang di gemari para Wanita. Mengatakan pernikahan tentu akan membuat mereka terkejut.mau bagaimamapun ia sadar akan dirinya yang sangat di gemari banyak Wanita.
"Pak, berhenti!," Vante lalu memegang tangan Rachel lalu berkata. "Kau harus ikut denganku, Rachel." Vante menarik tangan Rachel untuk keluar dari bus membuat semua orang yang melihat berteriak histeris.
Sedangjah rachel, ia hanya diam melihat sikap vante. Pria yang bberapajam lalu merendahkannya. Rachel berpikir, apakah vante sudah melupakan kejadian itu? bagaimana mungkin, pikir Rachel.
Saat ini mereka verdua berdiri di pinggir jalan, vante melepaskan genggaman nya dari tangan rachel. Vante mengatur nafasnya. "Apa kau benar-benar menolak pria itu?" tanya vante tiba-tiba.
Rachel diam dan tidak menjawab apapun. Ia tahu arah di balik pertanyaan vante. "Jawab, Rachel!,"
"Kenapa?, kau ingin tahu, Apa urusannya jika aku menolak atau menerima nya? apa akan ada bedanya jika aku melakukan keduanya."
Aku masih ingat, bagaimana pria yang sekarang tengah berdiri di hadapannya sekarang adalah pria yang kemarin malam merendahkan harga dirinya. Rachel tidak akan pernha melupakan kejadian itu.
"Kau seolah-oleh bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa kemarin malam, apa kau tidak merasa bersalah sedikitpun dan bahkan malu bertemu denganku. " rachel tidak ingin mengulur banyak waktu dan mengatakan apa yang selama ini ia pertanyakan. Mengatakannya langsung akan membuat sakir di dadanya akan berkurang, meskipun jawaban yang akan menetukannya tidak bisa di tebak.
Vante tersenyum santai. Ia memasukan kedua tangannya di dalam saku celana dan menatap Rachel. "Mudah saja, aku tidak ingin menikahi Wanita yang memiliki hubungan dengan pria lain,"
"Dan aku juga tidak ingin menikah dengan pria yang masih mencintai Wanita lain," entah mengapa rachel mengungkit kembali masa lah hubungan Vante dengan sosok masa lalunya. Entahlah, Rachel tidak bisa menahan semuanya. Ia perlu mempertanyakan dan harus mendapatkan jawaban.
Vante terkekeh. "Apa aku pernah memaksamu menikah dengan ku?," Rachel terdiam. "Tidak kan?."
Rachel pun terdiam. Ia saharusnya tahu bahwa vante akan membuat dirinya terdiam. Memang benar apa yang di katakan nya barusan. semua in I bukan lah keinginan mereka berdua. Mau bagaimanapun mereka di jodohkan dan tidak memiliki rasa sama sekali.
Vante memperhatikan wajah Rachel, Ada sesuatu yang ingin di katakannya pada rachel dan itu membuatnya malu.
Ekhem
Vante berdehem untuk membuat rachel terbuyar dari lamuanannya. "A-anu, hm.. maksudku, maafkan aku atas kejadian kemarin malam. " vante buru-buru memaingkan wajahnya dari rachel. Dan bertepatan saat itu, mobil Vante tiba-tiba datang dan ia langsung masuk ke dalam setelah mengatakan sesuatu yang menurut rachel mustahil untuk vante mengatakan nya.
Rachel diam membeku setelah vante menyatakan maafnya. "Apa itu tadi?" Rachel menatap mobil yang di dalam nya ada vante sedang menunggunya di dalam. "Pria angkuh itu meminta maaf? Wah, bagaimana bisa." Gumam nya sendiri.
Sedangkan di sisi lain Vante tengah duduk di dalam mobil sambil memperhatikan rachel yang sedang berbicara sendiri di penglihatannya. Sambil mengusap dagunya pelan. "Kenapa aku meminta maaf tadi? Wah, aku sudah kehilangan akal." Gumam nya sendiri baru menyadari. "Tapi, ucapanku kemarin malam memang keterlaluan. Tapi, aku sering merkata kasar selama ini. mengapa semua ini seperti tidak pernah ku lakukan sebelumnya."
Srett
Saat Vante tengah melamun, Rachel tiba-tiba membuka pintu mobil dan langsung duduk di depan tepat di samping vante. Melihat itu, vante sedikit tersentak karena terkejut. Di tambah dengan Rachel yang tiba-tiba menatapnya. "Ada apa?," tanya Vante mencoba bersikap seperti biasa.
"Apa kau bersungguh-sungguh meminta maaf?."
"Apa kamu pikir aku hanay bercanda?, apa wajahku terlihat bercanda sekarang." Vante mendekatkan wajahnya untuk mendekat ke arah wajah rachel.
Rachel menatap wajah vante, melihat apakah ada kebohongan di wajahnya. Tapi nyatanya rachel terpesona dengan wajah vante. Kedua mata rachel melihat bentuk rahang Vante, bukan hanya itu. jika di lihat dari dekat vante tampan.
Kedua mata mereka saling bertemu, dan saat itu pula jantung keduanya berpacu sangat cepat. Tetapi tidak ada yang menyudahi jarak di antara mereka berdua seakan-akan betah menatap satu sama lain.
"Sudah melihat nya?," Ucap vante bersmrik. "harus ku akui jika wajahku tidak akan pernah di tolak oleh Wanita sepertimu."
Rachel mengatur nafasnya, hampir 2 menit ia menahan nafas nya karena wajah mereka sangat dekat membuat rachel harus menahan nafas. Rachel menatap tajam vante . "Apa kau tidak malu? Lihatlah sendiri ada kotoran di wajahmu."
Vante terkekeh. "katakan saja jika kau terpesona dengan wajah tampanku."
"Tidak," jawab rachel singkat.
Vante menghela nafas. "Baiklah, aku akan membawamu ke butik untuk memilih gaun pernikahan kita. Ibu sudah memesan banyak gaun dari berbagai desainer. Dan kamu hartus memilih yang mana yang akan kau pakai besok."
Rachel hanya berdehem menanggapi vante. Rachel fokus denga napa yang ada di depannya, melihat bangunan-bangunan yang ada di sebalik kaca mobil. Vante yang sesekali melihat rachel teringat akan sesuatu.
-
-
-
-
Jika rachel kataka sebenarnya, sangat sulit untuk memaafkan vante atas kejadian kemarin malam. Apa yang di katakan vante sangat lah melukai harga dirinya dan sangat mudahnya vante meminta maaf tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Rachel bisa melihat bagaimana orang yang benar-benar tulus Ketika meminta maafk kepadanya. Isebut saja rache bisa melihat dan merasakan. Tapi, saat Rachel berfikir lebih dewasa lagi. Ia sebenanrya harus memaafkan vante karena ia akan menikah dnegan pria itu dalam hitungan jam lagi. Tidak bagus jika sepasang pengantin bertengkar. sebuat saja semua ini hanya untuk membuat keadaan menjadi lebih baik saat di hari pernikahan.
Rachel mencoba beberapa gaun yang sudah di pesankan oleh calon ibu mertuanya itu. ia mencoba satu-persatu gaun yang bernilai milliyaran itu. "kau tadi mengatakan jika aku yang akan memilih ga uku sendiri, kenapa kau ikut campur!," kesal rachel yang Sudha beberapa kali berganti gaun karena penolakan vante.
"Jika di pikir-pikir, aku juga harus turun tangan. Aku tidak ingin calon isteriku nanti memakai gaun yang tidak cocok dengan seleraku. Kau itu dari desa…," Ucap vante terpotong saat melihat perubahan raut wajah rachel . "Maksudku, kita sekarang di kota. Aku tidak yakin jika pilihanmu itu akan sedikit belok dengan pikiranku ini." Sambung vante membenarkan. Ia tahu benar, Rachel pasti akan marah padanya lagi. Padahal ia baru saja meminta maaf. Vante bersusah payah akan hal itu.
Sebut saja vante terpaksa meminta maaf ke rachel karena desakan kedua orang tuanya. termasuk neneknya, mereka tahu apa yang terjadi kemarin malam dan membuat mereka sangat murka pada vante. Tentu saja Monica yang menceritkan semuanya. Mereka mengatakan jika pernikahan mereka erdua akan banyak di hadiri oleh rekan bisnis. Mereka tidak ingin ada kesalahan atau hal yang akan mempermalukan keluarga mereka.
"Jadi maksudmu… yak!!," teriak rachel saat tirai tiba-tiba tertutup.
Melihat rachel akan mulai memulai perdebatan, vante dengan cepat memberi kode kepada orang-orang yang membantu rachel bersiap-siap.
Vante menarik nafas lalu duduk kembai. Ia kemudian mengambil ponsel di sebalik jaz nya dan menekan nama jimin di ponselnya.
"wah bro, tumben sekali kau—
"Apa kau bisa mengirimkan aku surel yang dikirimkan leo?," tanya Vante langsung.
"Kenapa kau minta lewatku? Kau bisa menelpon sendiri leo." Sahut jimin heran.
"aku tidak di kantor sekarang, dan ponsel leo tidak aktif karena dia tengah meeting sekarang."
"Owh, jadi dimana kau sekarang?".
"Di butik,"
"jadi pernikahan kalian tetap berlanjut?." Terdengar jimin tertawa di seberang telpon ."Aku pikir pernikahan kalian batal karena kejadian kemarin malam."
"Diamlah, jim. Apa lau mau aku menghentikan fasilitas jalang koleskimu itu?." ancam Vante sambil mengangjkat sudut bibirnya ke atas.
Vante sangat mengenal sang sahabatnya yang satu ini. Jimin yang suka mengoleksi jalang untuk memuaskan nafsunya setelah bekerja. Selagi jimin belum memounayi kekasih ataupun isteri, ia bebas untuk melakukan apapun. Ya, seperti itulah pikir sahabat tuan muda vante.
"Jika kau ambil jalangku, bagaimana aku bisa bersemanagt saat bekerja." Ucap jimin smabil tertawa.
"Apa aku terlihat peduli selama ini dengan koleksi jalangmu? Kau ini, bukan nya menambah saham. Malah menambah jalang. Apa guna nya mereka selain memuaskan nafsu, mereka hanya akan menghabiskan harta kau saja." ucap vante ada benarnya.
"hey, apa kau lupa jika kau itu seperti ku sejak dulu? Hanya saja kau sekarang sedikit berkurang bermain dengan mereka, semenjak kapan, ya." Gumam Jimin tengah memikirkan sesuatu.
"Ya, benar. Jika dipikir-pikir kau mulai berubah karena kedatangan rachel.. "
Tutt
"Meresahkan." Gumam vante setelah memutuskan panggilannya dan memasuka Kembali ponselnya ke dalam jaz. Ia mengambil segelas cangkir yang berisikan kopi. Ada sesuatu yang ia pikirkan di benak nya, mengenai apa yang baru saja di katakan jimin.
"ah, tidak. mungkin itu hanya perasaan nya saja. memamng nya apa yang berubah dari ku sejak dulu? Tidak ada." ucapnya sambil terkekeh, salah satu tangannya tidak berhenti mengambilkue di depan meja nya dan memakannya.
"Jika kau terus makan semua kue itu, perutmu akan meledak."
"Sejak kapan kau di sini, " lirik vante terkejut.