Rachel tidak mengerti mengapa sikap vante tiba-tiba berubah. Tidak seperti biasanya, jika Vante dulu yang ia kenal sebagai pria yang tidak tahu diri dan sombong. Berbanding terbalik dengan sekarang. Semenjak kejadian Vante menyebutnya jalang, Vante pertama kalinya setelah sekian lama meminta maaf padanya. Bukankah aneh, apa yang terjadi sekarang sangat di luar ekspetasi rachel. Sama seperti hal yang terjadi sekarang.
Vante yang tiba-tiba mengajaknya makan di luar membuatnya semakin bingung dengan perubahan sikap vante. Rachel berpikir jika tidak mungkin jika vante akan sangat bersalah padanya bukan mengenai kejadina kemarin malam.
"Apa kau benar-benar vante yang selama ini ku kenal? Kenapa sangat berbeda." Tanya Rachel bingung.
Vante yang sejak tadi memakan makanan nya diam tidak mengatakan apapun, bahkan menjawab pertanyaan rachel.
Vante meletakan garpunya dipiring lalu menatap rachel. "Makan atau kau ku cium sekarang." Ancam vante menatap Rachel kesal. Rachel membulatkan kedua matanya terkejut, ia sontak menutup separu wajahnya. "Apa kau gila!." Teriak rachel takut.
Vante mendesih, ada satu hal yang tiba-tiba terlintas di benaknya. Sebuah ide yang sedikit usil untuk rachel. "Kenapa? bukankah kita akan berciuman saat menikah besok?,"
"Kenapa? ada apa dengan reaksi wajah itu." Tanya Vante yang melihat wajah rachel yang terlihat menunjukan ekspresi jijik. Jujur saja, ini pertama kali nya harga dirinya terlihat rendah saat rachel menolah melakukan itu bersamanya.
"Aku tidak mau!," tolak rachel membuat vante menyeringai kecil sembari mendengus. Tentu saja ia memiliki rencana cadangan untuk ke usilannnya ini. entah mengapa sekarang ia ingin bermain-main dengan rachel sekarang.
"Apa kau akan mendengarkanmu, mau bagaimanapun kau akan bertemu dengan bibirku."
Oh gila, ucapan apa itu barusan yang di katakan Vante. Bukankah terdengar menjijikan? Rachel menatap Vante semakin kesal. "Berhentilah mengatakan tentang ciuman!, Apa kau tidak waras." Vante semakin tertawa. Rasanya menyenangkan bermain-main dengan Rachel pikirnya. Selama ini ia bahkan tidak pernah seperti ini.
"kau sudah makan?," Tanya vante yang sudah selesai menghabiskan makanan nya.
Rachel mengangguk. "Antar aku ke kampus, aku harus mengerjakan sesuatu.." pinta rachel. Raut wajah Vante tiba-tiba berubah, setelah mendnegar kata "kampus" membuat Vante seketika diam dan mengubah raut wajah nya seperti biasa. Ia lalu menatap Rachel tajam . "Kau masih ingin pergi kuliah saat kejadian kemarin malam?," Tanya Vante dengan mata meinteminasi ke rachel.
"Lalu aku harus tinggal diam dikamar setelah kejadian kemarin malam? Menemui kau yang mempermalukan ku saja aku bisa." Jawab Rachel sembari memasukan ponselnya di dalam tas. Ia tidak melihat wajah Vante yang menatapnya marah.
Rachel menatap lekat vante. Ia melihat ada kemarahan dari mata vante. " Kau tahu betul apa yang orang lain katakan, kau seharusnya memikirkannya." Tambah Rachel. Ia masih tidak mengerti mengapa vante kesal padanya sekarang. Bukan kah seharusnya ia yang kesal saat ini. Bagaimana tidak,Rache harus menghadapi banyak orang, termasuk Rafa. Mentalnya tidak sekuat itu untuk menemuinya.
"Bagaimana jika kau menerima tawaran Rafa?." Tanya Vante sekali lagi. Ia masih penasara apa yang berada di dalam hati rachel. Memang benar jika rachel menolak rafa. Tapi akan ada kemungkinan jika Rachel juga menaru hati bukan.
Rachel paham betul maksud pertanyaan vante. "Dan jika aku selingkuh, aku akan menyuruh diriku sendiri memilih antara kau atau pria lain. jika aku mengikuti kata hatiku, maka aku akan memilih pria lain ketimbang kau, sama sepertimu. Aku akan mempertahankan karena aku mencintainya," Tambah rachel dengan senyuman ramah ke vante.
Vante terdiam. Matanya memandanginya sendu.rachel sepertinya sangat mencintai rafa. Ia pun teringat tentang masa-masa dirinya Bersama vera. Saling mencintai dan akan melakukan apapun untuk Bersama. Tapi sayangnya, Rachel dan vera tentu berbeda. Vante bisa melihat dari sudut pandang rachel sekarang. Yang mementingkan keputusan keluarganya. Melihat wajah sedih vante, Rachel buru-buru membuat suasana lebih baik, ia tanpa sadar mengatakan hal yang berhubungan dengan kekasihnya Vante. "Aku bercanda. Aku sama sekali tidak suka perselingkuhan. Tapi, selama kau percaya pada pasanganmu, mereka tidak akan mengkhianatimu," Tambah Rachel yang memang sedikit menggoda vante yang ia lihat dari perubahan vante.
"Apa maksud kata-katamu itu tadi?," tanya Vante menyadari makna dari ucapan Rachel. "Jadi kau berfikir jika aku takut kau selingkuh,"
Oh tidak, vante merasa harga dirinya turun seketika saat ada Wanita yang menyebutnya takut akan perselingkuhan. Mana mungkin dirinya takut dengan masalah seperti ini? biasanya para Wanita lah yang takut jika ia mempunya kekasih.
Rachel tertawa sedikit keras sehingga membuat orang-orang yang berada di sekitarnya menatap mereka bingung. Vante yang menyadari sedang di perhatikan langsung menutup mulut Rachel menggunkan kedua tangannya. "Sttt, Diamlah."
Rachel membeku saat vante menyentuhnya. Dengan pasrah, Tubuh Rachel di Tarik keluar dari restoran oleh vante. Sungguh, Vante menyeretnya keluar dengan salah satu tangannya yang menutupi mulutnya. Vante s udah sampai di depan pintu mobilnya. Ia membuka pintu lalu memaksa rachel masuk ke dalam dan sedikit mendorng kepala rachel.
"Akhh!." Teriak rachel setelah tangan vante terlepas dari mulutnya. "Apa kau mau membunuh ku!," kesal rachel setelah vante masuk.
Vante menatap tajam balik rachel. "Kau bisa mempermalukan ku jika tidak di seret,"
"Lebih memalukan lagi menyeret wanita seperti tadi!," Sahut rachel kesal. Ia masih tidak menyangka apa yang baru saja terjadi padanya. Di seret, aku ingin melupakan kejadian itu.
"Yang akan malu kau, bukan aku, jadi tidak apa."
-
-
-
-
-
Pria itu menatap jam tangan bermerek LV edisi terbaru yang melingkar di pergelangan tangan nya. pandangannya Kembali terarah pada layar kamputer di depannya. Ia menatap datar layar computer itu sambil mengusap-usap dagunya pelan. Vante menatap gambar seseorang yang di tampilkan layar computer itu. Leo menatap sahabatnya itu lalu mendesah karena sudah terlalu lama Vante memandangi layar computer itu tanpa mengatakan apapun setelahnya.
"Untuk apa lagi kau mencari keberadaan, Vera. Kau akan menikah besok." Ucap Leo sambil melepaskan jaz nya lalu meletakannya di atas sofa. Ia berjalan mendekati Vante yang tengah fokus dengan satu objek di depannya. Vante masih fokus, gambar tidak terlalu jelas. Hanya ada gambar seseorang Wanita dan pria yang sedang duduk berdua di tepi sungai. " Siapa, Vera?." Tanya Leo. Vante mengamati gambarnya dengan teliti. Ia mulai mengamati lebih jauh Ketika melihat ada kemiripan dengan vera. Ia memperbaiki letak kacamatanya, menarik laptopnya sedikit lebih dekat. Keningnya mengkerut samar, memandangi gambar yang di bidik oleh seseorang.
"Siapa pria ini." ia berucap lirih, nyaris tanpa suara. Vante mengusap bagian bawah dagunya mencoba meneliti lebih lagi untuk mengenali siapa opria yang tengah duduk berdua Bersama sang kekasihnya itu.
Leo memperhatikan gambar teliti. Ia mencoba memperhatikan lebih jelas lagi. Namun sayangnya gambar yang di hasilkan tidak jernih dan pecah-pacah. wajah pria yang duduk Bersama vera tidak terlalu jelas. Buram, bahkan hanya wajah vera yang terlihat jelas. Meskipun samar-sam,ar. Tapi vante yakin jika Wanita itu dalah vera.
"Jadi, dia selingkuh?," Vante bergumam lagi. Ia menyepitkan kedua matanya, menatap tajam layar. Kedua tangan vante menggumpal menandakan ia tengah marah sekarang. Leo yang melihat tentu mencoba menenangkan sahabatnya untuk tidak membuat keributan. Meskipun di kantornya sendiri. Mau bagaimanapun Leo sangat mengenal vante.
"Tenanglah, van. Biarkan semuanya."
"Dia pengkhianat, Leo!!, kau tau betul aku tidak menyukai pengkhianatan, " Lalu, Vante tiba-tiba teringat dengan momori dengan Vera. Dimana saat itu mereka berdua tengah berada di restoran jepang. Saat mereka tenga menikmati sajian makana. Ada seseorang yang menelpon Vera. Vante sangat jelas melihat nama yang tertera di ponsel vera.
"Ya, Sejak saat itu. hah, tentu saja saat kami makan berdua dan dia terlihat gelisah pada waktu itu." gumam nya lagi. Vante Kembali melihat layar laptopnya, dan memperbesar gambar yang di ambil dari jarak jauh itu. dari samping, Vante sudah mengklaim jika Wanita yang sedang duduk di gambar itu adalah vera. Dan sosok Pria? Vante masih mencoba membuat gambar sedikit lebih jernih untuk bisa melihat wajah pria yang menjadi selingkuhan Vera itu.
Vante sudah menetapkan jika vera selingkuh, ia bahkan memerlukan bukti lagi. Melihat bagaimana Vera kabur saat hari-hari pernikahan. Vante sudah bisa sedikit menyimpulkan semuanya. Meskipun terlambat.
Leo memandangi Vante yang tampak serius berpikir. "Bagaimana menurutmu, Van?" tanya Leo karena sejak tadi hanya diam.
Vante melirik Leo sejenak. Lalu, perlahan ia berdiri Kembali dari kursi kerjanya. Memasukan satu tangan nya ke saku kemudian berjalan ke jendela. Dari atas sini, vante bisa melihat pemandnagan kota. Gedung-gedung pencakar langit. Tapi bukan itulah yang menjadi perhatian vante sekarang. Melainkan sinar jingga yang muncul di langit, sebab matahari akan segera tenggelam.
"Van, kenapa diam saja?, apa aku harus mencari siapa pria yang Bersama vera?" Tanya Leo lagi.
Vante menghela nafas, ada rasa sakit di dadanya setelah menyimpulak kenyataan jika vera selingkuh darinya. "Sudah jelas, kita tidak perlu mencari dimana keberadaan nya sekarang."
"Hah, maksudnya?"
"Aku tidak peduli dengan Wanita itu mulai sekarang," jawab Vante tenang. Meskipun vante sekarang tidak mempelihatkan kemarahannya. Leo yakin jika sekarang ini Perasaan vante tidak baik-baik saja.
"Aku harus tahu siapa pria itu, ku rasa aku pernah melihatnya." Gumam nya lagi.
Entahlan, meski hatinya tidak yakin, jika pria yang menyebabkan Vera selingkuh dari nya itu pernha ia temui sebelumnya. Tapi ada sesuatu yang mendorongnya untuk mengetahui siapa pria yang akan menjadi musuhnya itu.