"Maaf!" ucap Skyla.
"Maaf untuk?" tanya Skala.
"Soal tadi di kantin!" jelas Skyla sambil menepukan tangannya memeohon.
"Santai aja, lagian gue kan cuma abang lo bukan pacar lo!" ucap Skala. "Jadi gak perlu minta maaf." Setelah itu Skala berlalu meninggalkan Skyla yang masih berdiri kaku tidak menyangka jika Skala mampu berucap demikian padanya.
"Kala kenapa ya?" tanya Skyla dalam hati. Sebelumnya hubungan mereka baik-baik saja, bahkan baik Skyla maupun Skala hampir setiap hari saling ejek-ejekan di meja makan, saling kejar-kejaran kalau salah satu di antara mereka ada yang rese.
Tapi dua hari ini Skyla melihat ada perbadaan dari Skala yang bahkan ia sendiri tidak tau dimanakah letak kesalahannya.
Seingat Skyla terakhir mereka berantem saat di meja makan. Itu pun mereka berantem buat lucu-lucuan.
Tapi kali ini lain, Skyla tidak mengenali sosok Skala yang biasanya. Bahkan Skala terkadang lebih memilih untuk menghindar setiap kali ada kesempatan untuk mereka berudua duduk bersama untuk saling bertukar cerita atau mengobrol hal yang biasa mereka suka jadikan bahan obrolan.
Aku tidak tau, dimanakah letak salahku. Yang jelas aku hanya berusaha tetap menjaga hubungan baik di antara kita.
Belum ngomong tentang perasaan yang sebenarnya aja gini, apalagi kalau udah ngomong! Pasti akan bertambah jarak di antara kita.
~Skyla~
Skyla telah selesau mandi dan berniat untuk ke kamar Skala mengajaknya makan malam.
"Kala!" panggil Skyla.
"Kala makan yuk!" ajak Skyla.
Masih tidak ada jawaban sama sekali.
"Apa mungkin Kala tidur kali ya?" fikir Skyla.
Ia pun kemudian turun sendiri ke bawah.
"Mama," sapa Skyla pada mamanya yang masih sibuk menata makanan di atas meja.
"Ma, aku bantuin ya?" tawar Skyla.
"Tumben kamu mau bantuin Mamanya?" tanya Sahara.
"Ya kan sekali-kali boleh kali bantuin mamanya," elak Skyla.
Sebenarnya itu bukanlah alasannya yang sebenarnya. Skyla hanya bermaksut untuk mengalihkan fokusnya pada Skala.
Karena jujur saja ia tidak bisa untuk berhenti memikirkan Skala. Ia ingin menanyakan langsung pada Skala, tapi ia urungkan karena jawaban yang akan ia dapatkan pasti akan sama seperti jawaban yang sebelumnya.
"Kala tidur! Aku panggilin gak nyaut Ma," ucap Skyla.
"Lho barusan Kala makan malam, baru aja tuh anak naik ke atas!" sahut Sahara.
"Pantesan aku panggilin gak nyaut, udah tidur mungkin Ma!" cetus Skyla.
"Iya mungkin capek," timpal Sahara. "Kamu habis dari mana aja tadi?" tanya Sahara.
"Ohh, itu Ma tadi Kila habis dari pasar malam di ajakin temen kampus!" jelas Skyla.
"Lain kali kalau pulang jangan sampai malam-malam," ujar Sahara memberikan nasehat.
"Iya Ma, maaf!" ucap Skyla.
Skyla kembali ke kamarnya. Hari ini cukup melelahkan, jadi ia ingin segera beristirahat.
Pagi kemudian, matahari sudah menampakan sinarnya menembus jendela kamar Skyla. Namun nampaknya gadis itu tak kunjung bangun juga, ia masih terlelap dengan selimut yang masih menutup sebagian tubuhnya.
Di kamar yang berbeda, Skala sudah rapi dengan mengalungkan tasnya di bahu sebelah kanannya.
"Tumben Kila belum bangun!" gumam Skala.
Karena memang gadis itu akan bangun lebih pagi darinya.
Skala pun melanjutkan langkahnya untuk turun ke bawah.
"Pagi Tante," sapa Skala.
"Pagi juga Kala," jawab Sahara berbalas menyapa.
"Kila mana? Kok tumben belum turun?" tanya Sahara.
"Gak tau Tan, kamarnya masih nutup!" jawab Skala sembari mengoleskan selai pada roti di tangannya.
"Bentar tante cek dulu," ucap Sahara.
"Oke Tante."
Sebenarnya Skala penasaran, tapi ia harus bisa menjaga dirinya agar bisa lebih cuek pada Skyla.
Dengan begitu perlahan pasti perasaan cintanya untuk Skyla pasti akan hilang.
"Kala?" panggil Sahara setengah berteriak dari kamar atas.
Skala pun buru-buru naik ke atas dan meletakan roti yang baru ia olesi dengan selai.
"Ada apa Tan?" ucap Skala setelah sampai di kamar Skyla.
"Kayaknya Skyla demam deh!" ucap Sahara.
"Terus gimana Tan, aku panggilin supir aja ya buat nganter ke Rumah Sakit! Skala pagi ini ada kelas soalnya!" saran Skala.
"Iya panggilin supir aja, cepetan suruh naik ke atas!" pinta Sahara.
Skala pun segera turun kembali. Ia segera memanggil supir yang tengah mengelap mobil.
"Pak di panggil Tante di atas!" ujar Skala.
"Iya Den!" jawab supir tersebut yang langsung naik ke atas.
Sebenarnya Skala tidak tega, tapi ia terpaksa harus melakukan ini.
"Maafin gue kil, gue jahat banget ya!" gumamnya.
Setelah itu Skala segera berangkat kuliah. Memang pagi ini ia tengah ada kelas. Jadi ia harus sudah sampai sebelum kelas di mulai.
Di sepanjang perjalanan Skala tidak lepas dari fikirannya tentang Skyla.
Gadis yang selalu menemani hari-harinya. Yang selama ini selalu menghadirkan senyum untuknya.
Namun, semakin dewasa perasaan itu tumbuh menjadi tidak biasa. Skala merasakan mulainya ada rasa cinta di hatinya.
Sebab itulah ia memutuskan untuk menjauh dari Skyla hanya untuk menghilangkan perasaan yang tidak seharusnya ada.
"Andai kita bukanlah saudara gue pasti akan jadi orang yang akan selalu jagain elo La," ucap Skala.
Setelah sampai di kampus ia langsung di sambut oleh Rizal, teman sekelasnya.
"Oiii, baru nongol nih anak!" sapa Rizal.
"Apa lo nyet!" ketus Skala.
"Buset! Belum sarapan lo ya? Ketus amat." cowok itu berucap sembari merangkul lengan Skala.
"Emang belum, Puas lo!" sinis Skala.
"Kantin dulu yuk!" ajak Rizal. Ia tau kalau sahabatnya itu sedang tidak baik-baik aja. Buktinya di ajak ngomong baik-baik dari jawabnya nyolot.
"Lo ada masalah?" tanya Rizal setelah mereka duduk di kursi kantin.
"Dikit!" jawab Skala.
"Gue kan sahabat elo, kalau ada masalah lo bisa cerita sama gue!" ujar Rizal.
"Berat Bro, gue aja bingung mulai dari mana ceritanya," ucap Skala.
"Masalah cewek?" tebak Rizal.
"Iya," jawab Skala.
"Kenapa meski galau gini? Kan banyak tuh yang suka sama elo!" timpal Rizal.
"Gue suka sama Skyla," ucap Skala.
"Apa? Buset!" seru Rizal. Ia benar-benar syok, karena yang ia tau kalau Skyla itu adek sepupunya.
"Lo serius?" tanya Rizal untuk memastikan sekali lagi.
"Iya Zal, makanya gue sekarang lagi berusaha menjauh dari dia," jelas Skala.
"Cewek banyak Bro! Kenapa sekalinya jatuh cinta lo sama adek lo sendiri?" heran Rizal.
"Ya mana gue tau, perasaan itu ada begitu saja," ujar Skala.
Sementara di kamaf Skyla, ia hanya berbaring di kamar saja. Sebenarnya ia tidak sakit.
Ia hanya menyuruh mamanya untuk berpura-pura kalau ia tengah demam di depam Skala.
Namun tidak di sangka sama sekali jika reaksi Skala akan seperti tadi.
Dan kini Skyla jadi paham bahwa dirinya tidak berarti apa-apa untuk Skala.