"Cha," panggil Deta.
Prisya melirik ke arah dari mana orang yang sudah memanggilnya berada. "Ya, ada apa?" tanya Prisya dengan nada yang begitu santai serta enteng.
"Lo beneran udah pacaran sama Marsell?" tanya Deta yang masih merasa rragu dengan berita yang beredar dan menjadi perbincangan di SMA Medika Kencana sebab salah satu most wanted boy-nya sudah mempunyai pacar.
Lily menganggukkan kepalanya dan berucap, "Iya, katanya Marsell udah punya cewek. Ceweknya lo bukan Cha?" tanya Lily yang sama-sama merasa penasaran dengan sosok cewek yang menjadi pacarnya Marsell.
"Gue jadi curiga lo yang posting foto tangan cowok lagi di Cafe malam itu adalah tangannya Marsell?" Novi ikut bertanya terlebih dirinya masih tanda tanya dengan pemilik tangan yang waktu itu sudah Prisya post dan saat dirinya bertanya tidak mendapat jawaban yang berhasil menjawab pertanyaannya.
Mendapatkan banyak sekali pertanyaan tentang dirinya yang berpacaran dengan Marsell, membuat Prisya tersenyum kecil terlebih saat mendapatkan kembali pertanyaan tentang siapa pemilik tangan yang waktu itu sudah Prisya post.
"Woy! Jawab, bukan malah senyum-senyum gak jelas." Mereka benar-benar sudah merasa gereget dengan sikap Prisya yang tidak langsung memberikan sebuah penjelasan dari pertanyaan yang sudah mereka ajukan.
"Oke nih gue jelasin semuanya sama kalian." Prisya masih merasa ingin tertawa mendengar apa yang sudah mereka ucapkan.
Mereka menganggukkan kepalanya. "Iya, lo jelasin semuanya."
"Dari awal deh. Foto tangan yang malam itu gue post emang tangan Marsell. Gue gak tahu siapa yang jadi perbincangan, tapi gue memang sudah jadian sama dia. Cukup jelas tidak?" tanya Prisya yang merasa ragu dengan semuanya.
"Kok bisa sih?" tanya Lily dengan nada bicara yang begitu polos.
"Kenapa tidak?" tanya balik Prisya.
"Ya kita merasa aneh aja gitu," ujar Deta yang mungkin jauh lebih sulit untuk memahami kenapa Prisya bisa sampai bersama dengan Marsell. Prisya tidak terlalu terbuka pada mereka, hubungannya dengan Marsell hanya full dijalani oleh dirinya dan juga Marsell.
Prisya mengukitkan senyumannya. "Nih gue cerita sama kalian. Jadi,..."
Flashback
Kenapa gue merasa kalau hati gue mendadak berdebar dengan kencang?
Prisya merasa begitu heran saat sekarang ia merasa ada sebuah detakan yang dirasa berbeda dari biasanya, sebab detakan ini terasa begitu kencang dan perasaan yang dia rasa aneh kembali dia rasakan dengan begitu jelas.
"Lo mau jadi cewek gue?" tanya Marsell dengan tatapan yang begitu serius. Memandangi Prisya tepat pada manik mata Prisya yang membuat kedua pandangan mereka bertemu dan saling memperhatikan.
Rasa yang ada dalam hatinya semakin lama semakin terasa jauh lebih banyak dan terasa jauh lebih jelas. Prisya merasa bingung kenapa dirinya merasakan yang namanya deg-degan dengan jauh lebih kencang, terlebih saat melihat Marsell yang tengah memperhatikannya.
Dipikir-pikir, Prisya merasa kalau tatapan yang tengah Marsell berikan sekarang berbeda dari tatapan orang lain, bahkan dari tatapan yang Marsell berikan biasanya juga berbeda dengan tatapan yang sekarang karena dirasa mengandung sesuatu hal yang tidak diungkapkan.
"Lo yakin ingin menjadikan gue sebagai pacar lo?" tanya Prisya. Ada sebuah hal yang masih belum mampu membuat Prisya dengan mudah untuk menerima Marsell. Prisya belum sepenuhnya yakin kalau Marsell memang mau menerima Prisya yang seperti ini.
Dengan santai dan juga yakin, Marsell menganggukkan kepalanya. "Kalau gue gak yakin, gue gak akan mengucapkan hal ini sama lo. Gue yakin sama lo, bagaimana jawabannya?" tanya Marsell yang benar-benar ingin mengetahui jawaban yang Prisya miliki terhadap pertanyaan yang sudah dia ajukan.
"Dengan semua hal yang ada dalam diri gue, kebiasaan gue, dan lain-lain lo masih mau menjadikan gue sebagai pacar lo?" tanya Prisya lagi. Prisya sadar kaalau dirinya bukanlah perempuan yang bisa dikatakan baik, karena hal-hal yang dia lakukan juga tidak terbilang ke dalam kategori perlakuan baik.
"Gue sudah tahu baik buruk lo, tapi hal itu tidak membuat rasa cinta yang gue miliki sama lo berubah. Gue sebelumnya jarang sama cewek yang suka mabok kayak lo, tapi ternyata saat gue bertemu dengan lo, gue malah jatuh cinta sama lo."
Bagi Marsell semua hal itu tidak berpengaruh besar, terlebih dirinya juga sadar kalau ada alasan dibalik Prisya yang seperti ini. Marsell belum tahu alasan yang membuat Prisya seperti ini, tapi Marsell ingat kalau alasan yang membuat dirinya menjadi seperti ini juga karena ada alasan dibalikanya dan dirinya mempunyai pikiran kalau Prisya juga sama sepertinya.
"Biar lebih mudah mending gini. Gue suka sama lo, gue cinta sama lo. Gue tanya lo mau gak jadi pacar gue. Jangan tanyakan alasan yang gue miliki kenapa gue bisa sampai suka sama lo, karena yang gue butuhkan adalah jawaban dari lo. Mau atau tidak?"
Kalimat yang baru saja Marsell ucapkan lebih ke arah memaksa Prisya. Alasan yang membuat Marsell sampai berucap seperti ini karena dia bingung bagaimana menjelaskan semuanya, terlebih dirinya sudah benar-benar serius dengan apa yang dia ucapkan.
Marsell hanya butuh jawaban dari Prisya akan pertanyaan yang sudah dia ajukan. Maka dari itu, Marsell lebih memilih untuk langsung mengakhiri pembahasan mengenai kenapa dirinya jatuh cinta sebab rasa itu tumbuh dengan sendirinya, tanpa ada sebuah alasan yang jelas.
Dengan begitu intens Marsell kembali menatap Prisya tepat pada manik matanya, memperhatikan Prisya dengan begitu dalam serta intens. "Lo suka kan sama gue?" tanya Marsell dengan nada bicara yang begitu yakin.
Glek
Entah kenapa pertanyaan yang baru saja Marsell ajukan membuat dirinya dengan terpaksa menelan salivanya sendiri. Ada sesuatu hal yang mendadak begitu terasa dalam dirinya, tapi masih belum bisa untuk Prisya pahami.
Apakah gue memang suka sama dia sampai hati gue terasa begitu deg-degan saat ditatap dengan tatapan yang seperti ini olehnya?
Prisya masih tanda tanya dengan semuanya, ada perasaan yang berat untuk Prisya mengakui kalau dirinya memang suka pada Marsell, tapi jauh lebih berat saat pikirannya ingin mengatakan kalau dirinya tidak suka dan hal ini cukup membingungkan.
Dengan sebuah keraguan, Prisya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Mencoba untuk memberanikan diri menatap Marsell, memperhatikan tatapannya yang dirasa cukup menenangkan, dengan sebuah perasaan yang memang mampu untuk dia rasakan.
"Berarti lo mau sama gue?" tanya Marsell. Kali ini pembahasan Marsell hanya tentang pertanyaan tentang diterima atau tidaknya dia untuk menjadi pacar Prisya.
"Ya, gue mau sama lo." Dengan nada yang cukup pelan bercampur perasaan malu, Prisya akhirnya memberikan jawaban. Prisya tidak bisa membohongi perasaannya, karena saat dirinya mempunyai pikiran untuk menolak Marsell, hatinya terasa begitu berat.
Sebuah senyuman terukir dengan begitu indah di bibir Marsell yang ternyata senyuman itu mampu menarik sebuah sebuah senyuman indah milik Prisya. Perasaan yang ada dalam diri mereka sekarang sama, yaitu perasaan bahagia yang sulit untuk dijelaskan.
Saat sedang asyik bercanda, Prisya dengan iseng memfoto tangan Marsell yang sedang memegang gelas sebab akan meminum minuman tersebut. Merasa fotonya menarik, Prisya akhirnya mem-posting foto tersebut.
Tidak banyak keterangan yang dia sertakan, hanya dua huruf serta satu tanda banyak yang menjadi keterangan dari foto yang baru saja dirinya posting. Foto tangan Marsell dia ubah menggunakan efek black and white dengan caption 'Dia?'