Chereads / SUAMI BUAH DENDAM / Chapter 26 - Bingung dengan Kehidupan

Chapter 26 - Bingung dengan Kehidupan

"Hei, kenapa?" tanya Prisya sambil memperhatikan Marsell yang sekarang tengah memegang sebatang rokok di tangannya dengan tatapan yang terlihat kosong.

Sekarang Marsell tengah berada di Rooftop. Mendengar ada suara yang sangat dia kenali, membuat Marsell melirik ke arah di mana Prisya sekarang berada. Marsell memperhatikan paras cantik dari perempuan yang merupakan pacarnya.

"Gue cuma ngerasa bingung dengan kehidupan keluarga gue," jawab Marsell dengan nada bicara yang datar.

Mendapatkan sebuah jawaban yang bersangkutan dengan keluarga, membuat tatapan mata Prisya menjadi jauh lebih bermakna saat menatap Marsell. Sebuah senyuman Prisya ucapkan dengan harapan bisa membuat Marsell bersemangat kembali, meski entah apa hubungannya.

"Mau cerita lebih jauh gak?" tanya Prisya dengan nada bicara yang begitu lembut.

"Keluarga, selingkuh, berantakan, cuma itu yang bisa gue ceritakan." Marsell kembali menghisap rokok yang semula dia abaikan. Otaknya kembali berputar dan membuat dirinya kembali merasakan yang namanya kebingungan dari hal seperti ini.

Mendengar tidak kata itu membuat pikiran Prisya terbang. Prisya terbang bukan sebab dirinya mengerti akan keadaan Marsell, tapi karena dirinya kembali teringat akan masa lalunya. Prisya pernah mengalami hal itu, bahkan sampai ke titik perpisahan.

"Gue rasa lo gak perlu menjelaskan lebih jauh tentang hal ini. Saat lo menjelaskan hal ini, gue yakin hati lo akan merasa jauh lebih terluka lagi dibandingkan sekarang," ujar Prisya sambil menatap Marsell dengan tatapan yang penuh dengan pengertian.

"Gue pengen tidur bentar," ucap Marsell.

"Jangan di sini, panas." Prisya melarang, karena cuaca sekarang sangat tidak cocok untuk melakukan kegiatan tidur di tempat terbuka seperti ini.

"Kalau gitu temenin gue ke Kantin," ujar Marsell yang keinginannya menjadi berubah lebih ingin mengisi perutnya dibanding tidur.

Dengan santai Prisya menganggukkan kepalanya. "Yuk," jawab Prisya. Akan lebih baik untuk memilih pergi dari tempat ini dengan harapan apa yang sedang Marsell pikirkan juga bisa pergi dan tidak menggangu Marsell di waktu sekarang.

*****

Melihat seorang siswi sedang melangkahkan kakinya sendiri, membuat Prisya tersenyum kecil. Prisya yang semula berniat untuk menuju ke Kelas menjadi mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk menghampiri siswi tersebut.

"Hai Kakak, tiri ..."

Sebuah senyuman terukir dengan begitu jelas di bibir Prisya saat dirinya sudah menyapa orang yang sekarang tengah memandangnya dengan pandangan yang bercampur antar sebuah kebencian dan juga sebuah tanda tanya yang besar.

"Jangan panggil gue dengan panggilan seperti itu!" larang Nayla dengan nada yang begitu tinggi.

Kedua bola mata Prisya berubah menjadi menatap Nayla dengan tatapan yang begitu tajam. "Gak usah teriak di depan gue!" larang Prisya sambil mencengkeram dagu Nayla dengan begitu kuat.

Nayla menatap balik Prisya. "Lepasin tangan lo dari wajah gue!" seru Nayla.

"Heh!" Dengan begitu kasar Prisya melepaskan tangannya yang semula tengah mencengkeram dagu Nayla.

"Jangan berani dekat-dekat sama gue! Gue tahu kita jadi saudara, tapi jangan seenaknya menjadikan status saudara untuk bisa dekat dengan gue!" Nayla merasa tidak enak kalau dirinya harus dekat dengan Prisya.

Seringai muncul dengan begitu jelas di bibir Prisya. "Justru kalau gue sudah tahu kalau kita saudara, gue akan menjadi banyak terlibat dengan lo." Maksud dari kalimat yang sudah Prisya ucapkan sama sekali tidak mengarah ke hal yang positif.

"Maksud lo?" Nayla benar-benar tidak bisa memahami maksud dari kalimat yang sudah Prisya ucapkan.

Byurrr

Dengan begitu santai, Prisya menumpahkan satu cup minuman dingin tepat di atas kepala Nayla. Nayla membelakkan matanya saat dirinya merasa tidak percaya kalau Prisya yang notabenenya adalah adik kelasnya berani memperlakukan dirinya seperti ini.

"Kenapa lo nyiram gue!" bentak Nayla dengan nada yang benar-benar sudah begitu geram dan merasa tidak terima dengan apa yang sudah Prisya lakukan.

Lagi pula siapa sih yang akan menerima dengan senang hati saat dirinya disiram dengan minuman begitu saja, terlebih orang yang menyiram dirinya adalah orang yang berstatus sebagai adik kelas dan juga adik tirinya?

"Siapa tahu Kakak gue lagi haus," jawab Prisya disertai dengan sebuah senyuman yang terlihat begitu lebar yang menunjukkan kalau dirinya merasa penuh dengan sebuah kepuasan.

Kedua bola mata Nayla membulat penuh dengan sebuah amarah. "Kalau gue haus, gue butuh minum, bukan butuh disiram karena gue bukan tanaman!" jelas Nayla.

Nayla menyisir rambutnya yang sekarang sudah basah bercampur dengan sebuah minuman rasa bubble gum yang semula sudah dengan sengaja Prisya siramkan. Melihat Nayla yang tengah menyisir rambutnya sambil membuang beberapa ceres yang ada di atas kepalanya membuat Prisya kembali mengukirkan senyumannya.

Rasa bahagia yang ada dalam diri Prisya begitu terasa dengan Prisya yang melakukan hal ini, ternyata Prisya benar-benar ingin mengerjai Nayla. Perasaan benci yang Prisya miliki pada Nayla bertambah saat Prisya tahu kalau Nayla ternyata adalah Kakak tirinya.

"Lo memang bukan tanaman, karena tanaman tidak akan mempunyai induk yang suka gatal pada jantan yang lain." Cara Prisya menjelaskan yang disertai dengan sebuah tujuan untuk menghina Nayla serta Mamahnya cukup terkemas dengan kalimat yang apik.

"Nyokap gue gak gatal sama Bokap lo! Yang ada bokap lo yang tertarik sama Nyokap gue!" bentak Nayla. Ternyata Nayla tidak terima saat ada orang yang menjelek-jelekkan orang tuanya, terlebih orang itu berucap tepat di depannya.

Prisya memperhatikan Nayla dengan tatapan yang merendahkan kemudian bertanya, "Lo tahu rafflesia arnoldii atau yang sederhana deh bunga bangkai?" Sambil menunggu jawaban dari Nayla, Prisya tidak henti menatap Nayla.

"Iya, gue tahu." Terasa aneh kalau Nayla tidak tahu tentang bunga rafflesia Arnoldi sebab Nayla adalah anak IPA terlebih saat Prisya memilih untuk menanyakan tentang bunga bangkai, telinganya sudah tidak asing dengan tanaman tersebut.

"Bunga bangkai mampu membuat serangga tertarik sebab apa?" tanya Prisya lagi yang disertai dengan sebuah senyuman yang begitu miring.

"Bau busuknya." Dengan nada yang santai, Nayla langsung memberikan jawaban sambil menatap Prisya dengan tatapan yang masih bingung.

Alasan yang membuat Nayla bingung sebab Prisya malah membahas tentang bunga bangkai, padahal sebelumnya tengah membahas tentang orang tua masing-masing yang sudah pasti jauh hubungannya dengan sebuah tanaman yang bernama bunga bangkai.

Seolah begitu sempurnya, senyuman di bibir Prisya mengembang dengan begitu lebar. "Bunga bangkai dengan Nyokap lo itu sama. Bedanya kalau bunga bangkai memikat serangga dengan bau busuknya, sedangkan Nyokap lo memikat Bokap gue dengan sifat busuknya."

Kalimat Prisya membuat Nayla dengan seketika terdiam dengan tatapan yang membulat menatap Prisya dengan penuh emosi. Napasnya semakin memburu saat semakin lama kalimat yang sudah Prisya ucapkan semakin terputar dengan jelas dalam pikirannya.

"Sama bukan?" tanya Prisya yang tidak menghilangkan senyuman miringnya. Prisya merasa begitu puas dengan apa yang sudah dirinya ucapkan, terlebih saat melihat Nayla yang begitu terlihat merasa emosi akan hal ini.