Seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan menggunakan jas yang rapi dan juga dalam kemeja yang membuat penampilannya terlihat begitu cool pagi ini tengah melangkahkan kakinya dengan langkah yang terbilang teratur.
Pandangannya beredar mengelilingi seisi Rumah yang baru saja dia masuki, dia lebih tanda tanya saat tidak melihat sedikit pun tanda-tanda akan keberadaan orang yang menjadi alasan kenapa sekarang dirinya datang ke tempat ini.
"Aden pulang?" tanya Bi Ani sambil terus melangkahkan kaki menuju ke arah di mana laki-laki tersebut tengah berdiri.
"Prisya di mana?" tanya laki-laki tersebut yang langsung bertanya to the point. Memang sedari tadi dirinya berniat untuk mencari Prisya yang tidak dia lihat keberadaannya.
"Non Icha baru saja berangkat," jawab Bi Ani dengan nada yang begitu sopan.
Mendengar jawaban yang sudah Bi Ani ucapkan, membuat laki-laki itu melirik ke arah jam yang sekarang tengah melingkar rapi di tangan kirinya. Jam tangan rantai warna hitam dengan bagian tengah terdapat jarum yang berputar di pinggir merk ternama.
Merasa kalau memang sudah waktunya Prisya pergi ke Sekolah, laki-laki itu menganggukkan kepalanya dengan cukup santai. Tidak ada sebuah niatan dalam dirinya untuk menghubungi Prisya terlebih dirinya tidak ingin kalau Prisya tahu bahwa sekarang dia sudah berada di Rumahnya.
"Dia berangkat naik apa Bi?" tanya laki-laki itu dengan nada yang begitu santai.
"Non Icha tadi gak bawa kendaraan Den," jawab Bi Ani yang memang dirinya tahu bahwa pagi tadi Prisya tidak membawa motor atau pun mobil.
Alis laki-laki itu mengernyit sejenak. "Terus dia ke Sekolah bagaimana? Diantar?" tanya laki-laki itu lagi yang memang ingin tahu hal ini.
Bi Ani menggelengkan kepalanya sopan. "Tidak Den, tapi Non Icha pergi ke Sekolah bersama dengan temannya."
"Teman atau pacar?" Pikiran laki-laki itu langsung tertuju pada hal ini.
*****
"Mau mampir dulu gak?" tanya Prisya saat baru saja turun dari motor.
Marsell menggelengkan kepalanya dengan begitu santai. "Untuk kali ini gak deh," jawab Marsell yang memang di waktu sekarang dirinya sedang tidak ingin untuk mampir terlebih dahulu ke Rumah Prisya.
Tidak ingin memaksa, akhirnya Prisya menganggukkan kepalanya santai. "Ya udah kalau gitu hati-hati pulangnya, makasih ya." Prisya mengukirkan sebuah senyumannya.
"Gak masalah," jawab Marsell yang kemudian memarkirkan motornya dengan begitu santai.
Prisya melangkahkan kakinya dan kemudian berjalan masuk dengan membawa helm miliknya ke Rumah. Saat sedang berjalan dengan santai, Prisya merasa begitu terkejut melihat laki-laki yang sekarang tengah melangkahkan kaki dengan begitu santai ke arahnya.
"Abang?!" teriak Prisya setelah melihat dengan begitu jelas dan yakin dengan laki-laki yang sekarang tengah berada di hadapannya dalam jarak yang tidak terlalu jauh.
Melihat orang yang sudah dia panggil Abang mengukirkan senyumannya, membuat Prisya dengan seketika mengurungkan niatnya dan langsung berjalan menghampiri Abangnya, memeluknya dengan begitu erat menyalurkan sebuah kerinduan yang baru bisa sekarang untuk dia salurkan.
"Abang kapan pulang?" tanya Prisya dengan nada yang sedikit bingung dan penuh dengan sebuah kebahagiaan.
"Tadi pagi gue udah sampai di sini, tapi lo udah berangkat ke Sekolah." Orang tersebut menjawab dengan nada yang begitu santai.
Mengetahui kalau sudah sejak tadi Abangnya berada di Rumah, ada sebuah kekesalan yang mendadak dia rasakan. "Kenapa gak bilang dulu sama aku kalau Abang akan pulang? Terus kenapa pas tadi udah di Rumah Abang gak hubungi aku, tahu gitu aku bakalan langsung pulang ."
Prisya merasa begitu kesal dengan sikap Abangnya yang sama sekali tidak memberikan sebuah kabar kalau dirinya akan pulang, bahkan saat tadi dirinya sudah berada di Rumah saja masih tidak memberikan sebuah kabar.
"Lo habis dari mana dulu?" tanya Abang Prisya.
"Aku tadi makan dulu abis pulang sekolah, karena aku males makan di Rumah dan aku kan gak tahu kalau Abang ada di Rumah." Prisya berucap dengan nada yang penuh dengan kejujuran, memang sebelumnya dia sudah mampir ke Restoran untuk makan terlebih dahulu bersama dengan Marsell.
"Dengan siapa?" tanya Abangnya Prisya menggunakan nada bicara yang begitu datar.
Mendapatkan pertanyaan ini membuat Prisya terdiam sejenak, ada sebuah perasaan tidak yakin yang muncul dalam pikirannya saat Abangnya menanyakan hal ini. Prisya berpikir beberapa saat untuk menentukan sebuah jawaban dari pertanyaan yang sudah Abangnya ajukan.
"Temen," ujar Prisya dengan nada yang begitu ragu.
Abang Prisya menatapnya dengan tatapan yang cukup serius. "Bukan pacar?" tanya Abangnya sambil terus memperhatikan ekspresi yang tengah adiknya pasang.
Keraguan dalam dirinya menjadi semakin bertambah. "Kalau memang pacar?" tanya Prisya yang menatap balik Abangnya. Prisya begitu penasaran dengan respons yang akan Abangnya berikan saat tahu kalau dirinya memang sudah mempunyai pacar.
"Gak masalah, asalkan cari cowok yang bener." Abang Prisya juga tidak akan melarang adiknya untuk berpacaran, karena memang sudah masuk pada usia yang pantas untuk pacaran.
Dengan begitu dalam, Prisya menarik napasnya yang terasa cukup berat. Mendapatkan kalimat persyaratan kalau dirinya boleh mempunyai pacar asal bersama dengan cowok yang benar membuat Prisya dengan seketika terdiam.
Di sini Prisya tidak tahu maksud atau devinisi cowok benar yang ada di mata Abangnya itu seperti apa, kalau masalah benar itu dalam artian bersama dengan goodboy, maka Marsell bukan orang itu.
Sudah jelas-jelas kalau Marsell itu terbilang badboy, yang mempunyai kebiasaan jauh dari kata cowok benar yang dimaksud. Prisya juga tahu kalau Marsell sering mabuk dan rasanya akan sulit untuk dirinya bisa membuat Marsell berhenti dari kabiasaannya yang ini.
Tidak ingin membuat Abangnya curiga pada akhirnya Prisya kembali berucap, "Semoga saja benar dan Abang gak bakalan larang aku berpacaran dengannya." Prisya hanya mampu menggutarakan sebuah harapan yang dia miliki, dibandingkan harus memikirkan sebuah kebingungan yang ada.
"Gue gak akan melarang lo berpacaran kalau cowok yang lo pilih adalah cowok yang memang pantas bersama dengan lo dan dia tidak menyakiti lo," jelas Abang Prisya menggunakan nada yang begitu datar dengan sebuah perhatian yang terselip di dalamnya.
Saat Abang Prisya mengucapkan hal ini, ada sebuah faktor utama di balik semua ini. Di mana Abangnya sama sekali tidak ingin kalau Adik perempuan yang dia sayangi bersama dengan laki-laki yang tidak pantas untuk bersama dengannya, terlebih kalau laki-laki itu sampai menyakiti dirinya.
Sulit untuk berkata-kata, Prisya hanya bisa mengukirkan sebuah senyumannya dengan begitu lebar dan kemudian kembali memeluk Abangnya. "Makasih ya Bang, udah selalu perhatian dan jagain aku." Kalimat yang sudah Prisya ucapkan keluar dengan begitu tulus.
Dengan santai dan penuh kelembutan, Abang Prisya mengusap puncak kepala Prisya. "Sama-sama, gue akan selalu jagain lo." Kalimat itu terdengar begitu menenangkan bagi Prisya.
Siapa nama Abangnya Prisya?
Laki-laki bertubuh tinggi dengan hidung mancung yang sekarang hanya menggunakan kaos polos warna hitam yang tengah memeluk Prisya bernama Rekano. Reka adalah Kakak kandung Prisya yang begitu Prisya sayangi dan menjadi satu-satunya keluarga yang masih bisa dia rasakan kasih sayang dan juga perhatiannya.