Lidya menatap langit-langit kamarnya yang dipenuhi dengan bintang glow in the dark. Bintang itu pemberian papahnya saat usia Lidya menginjak angka empat belas tahun, tepat dua tahun lalu. Gadis itu tersenyum, ia pernah bahagia. Ia pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Ia pernah merasakan menjadi seorang putri. Lidya bukan gadis lemah. Ia pasti bisa.
Lidya semakin merapalkan doa untuk tetap bersyukur, setidaknya hidupnya pernah bahagia, setidaknya Tuhan pernah mengirimkan ayah yang pernah membahagiakannya. Ia tak boleh mengeluh terhadap apa yang terjadi. Ia bukanlah gadis lemah yang terus mengeluh, ia harus bersyukur. Ya, harus bersyukur. Hidupnya masih lebih baik daripada orang di luaran sana. Hidupnya masih lebih baik daripada anak yang sudah tidak memiliki orang tua.