Kembali ke Malghavan, Basta tak bisa sedikitpun berhenti memikirkan tentang Aura dan Yusuf. Perjalanan hidup mereka sangat sulit. Mengandalkan uang hasil berjualan bunga, Aura menghidupi diri sendiri sekaligus anaknya. Kehidupan mereka begitu sedih tapi entah kenapa tidak pernah para Xander menemukan mereka sebelumnya. Perbincangan mereka pun sebenarnya masih berlanjut karena entah kenapa Basta begitu penasaran.
"Lalu bagaimana dengan orangtuamu?" Tanya Basta entah kenapa mulutnya lancang sekali masih bertanya.
"Sebenarnya aku masih muda saat itu, usiaku 20 tahun saat aku menyadari aku mengandung Yusuf. Saat itu aku dan dia, ayah Yusuf yang bernama Andre sama-sama masih kuliah. Orangtuaku dan orangtua Andre saat itu menganggap bayi yang ku kandung adalah aib dan mereka tidak menginginkannya. Mereka semua memaksaku untuk menggugurkan kandungan ini dan Andrea tidak bisa menolaknya. Itu kenapa hari itu Andre mengantarkan aku dengan motornya ke seorang bidan yang infonya memang spesialis menggugurkan kandungan. Dalam hati aku berdoa agar Tuhan menjaga nyawa bayi yang ku kandung karena bagaimanapun dia adalah darah dagingku." Cerita Aura dengan mata berkaca-kaca.
"Lalu, kecelakaan itu terjadi. Aku pingsan tapi menurut saksi mata, Andre meninggal di tempat kejadian. Karena itu, keluarga Andre semakin membenciku sedangkan orangtuaku sudah tidak peduli lagi padaku. Itu kenapa aku pergi dan untung aku bertemu dengan seorang nenek baik yang dulunya penjual bunga disini. Dia memberiku tempat tinggal secara gratis dan bahkan dia yang membiayai seluruh biaya persalinanku. Bahkan sebelum nenek meninggal, dia memberikan usaha dan tempat tinggalnya padaku." Cerita Aura lagi.
Basta menutup malam itu dengan membantu Aura berjualan. Bahkan dia juga membantunya berberes dan menutup tenda. Yusuf jelas nampak bahagia saat ada paman tampan dan baik yang menemani dia dan ibunya.
"Kau tidak keberatan kan kalau paman sering datang berkunjung kesini?" Tanya Basta sebelum pamit.
"Tentu saja tidak. Aku suka ada paman disini. Paman lucu. Lagipula, selama ini kasihan mama sendirian mengurus aku juga lapak ini." Cerita polos Yusuf.
"Kasian? Kenapa?" Tanya Basta.
"Banyak orang berniat jahat ke mama. Banyak yang mengambil bunga tanpa membayar. Bahkan ada yang mencuri uang mama." Ucap Yusuf nampak sedih.
"Begitukah? Kau tenang saja ya. Paman janji akan sering berkunjung dan memastikan tak ada lagi orang-orang jahat yang mengganggumu dan mamamu." Ucap Basta lagi mengelus puncak kepala bocah itu.
"Paman janji?" Ekspresi lucu Yusuf hampir membuatnya tertawa.
"Tentu saja paman janji." Basta membuat janji kelingking dengan Yusuf.
Dan di kamarnya Basta kembali memandang kelingkingnya sendiri. Dimana sebuah janji telah dibuatnya dengan seorang anak kecil di bawah sana. Entah kenapa begitu besar keinginan Basta untuk melindungi Aura dan Yusuf. Wajah Aura yang lembut dan manis juga Yusuf yang lucu dan menggemaskan. Masih terbaring di atas ranjang dengan pemandangan bintang-bintang di langit gelap. Basta tersenyum sendiri.
Apa? Kenapa? Aku tersenyum sendiri karena seorang janda beranak satu? Astaga, apa yang kau lakukan Basta? Apa yang akan terjadi kalau Xander lainnya tahu tentang ini?
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" Sebuah suara mengejutkan Basta.
"Ya ampun. Kenapa kau mengangetkan aku?" Tanya Basta yang melihat sosok Dion disana dengan senyum manisnya.
"Salahmu sendiri. Aku sudah mengetuk pintunya puluhan kali tapi kau tidak menjawabnya. Padahal aku tahu kamu di dalam sini." Ucap Dion tanpa rasa bersalah.
"Ah benarkah. Memangnya ada apa? Tumben datang sendiri? Biasanya pasti berdua dengan Ega." Ucap Basta yang melihat pemandangan tak biasa.
"Hm sebenarnya, ada yang ingin kutanyakan." Tanya Dion ragu.
"Apa itu? Kenapa tingkahmu aneh?" Tanya Basta curiga.
"Hm, ada seorang teman yang akan tampil besok. Kau tahu penampilan semacam menari. Menurutmu apa yang harus aku bawa sebagai hadiah?" Tanya Dion tiba-tiba.
"Sebentar sebentar? Teman apa ini? Dan kenapa tidak membicarakannya dengan Ega saja?" Tanya Basta yang masih penasaran.
"Bisakah kau menjawab pertanyaanku saja? Dan jangan menanyakan hal lainnya?" Basta curiga sebenarnya tapi toh dia juga tak ingin tahu lebih lanjut.
Basta menoleh pada bunga yang tadi dibelinya dari Aura. Lagi dia berbohong mengatakan membutuhkan bunga untuk penampilan sulapnya tapi toh semua hanya kebohongan semata.
"Bawalah bunga itu. Aku juga tidak tahu pasti sebenarnya tapi aku biasa melihat orang lain memberi bunga untuk orang lainnya dalam suatu perayaan. Dan bukankah penampilan atau tarian apalah itu juga sesuatu yang harus dirayakan?" Ucap Basta.
"Ah bunga? Ide yang bagus. Tapi tumben kau membeli bunga?" Tanya Dion balik.
"Bisakah kau menerima saranku saja? Dan jangan menanyakan hal lainnya?" Ucap Basta sengaja membalas.
"Hahaha. Kau ini ya. Baiklah kalau begitu. Aku akan membawanya. Terima kasih banyak." Ucap Dion pergi meninggalkan kamar Basta dengan bunga di tangannya.
Di lain tempat, Ega menemui Juno. Walau Ega sebenarnya lebih tua satu tahun daripada Juno, tapi entah kenapa dia bertindak seperti anak kecil di sampingnya. Juno sedang berada di halaman belakang kastil. Lebih dekat dengan danau yang nampak gelap tapi airnya memantulkan cahaya bulan dengan sempurna. Juno sedang duduk saja bersilang dengan sesekali melempar batu ke dalam airnya. Entah apa yang dia pikirkan dan entah apa ini waktu yang tepat untuk mendekatinya.
"Juno, bisakah aku meminta satu lukisanmu?" Tanya Ega tak yakin karena dia tahu Juno tidak sembarangan menunjukkan apalagi memberikan lukisannya.
Juno hanya menoleh saja dan menatap Ega dengan penasaran.
"Tiba-tiba? Untuk apa?" Tanya Juno.
"Aku ingin memberikannya pada seseorang untuk hadiah." Ucap Ega tak yakin.
"Hehehe. Apa kau yakin? Lukisanku-" Belum selesai bicara kalimat Juno terputus.
"Lukisanmu bagus dan itu kenapa aku ingin memilikinya satu. Bolehkah?" Tanya Ega lagi.
Juno kembali menatap danau di depannya dan mencoba memikirkan kemungkinan lukisannya akan berpindah ke tangan orang lain yang entah siapa.
"Aku akan memikirkannya nanti." Ucap Juno pada akhirnya.
"Jangan terlalu lama, eh itu, aku ingin memberikannya besok." Ucap Ega sedikit memelas.
"Lukisan seperti apa yang kau inginkan sebenarnya?" Tanya Juno lagi.
"Hm, aku juga tidak tahu pasti. Hanya… sesuatu yang indah?" Tanya Ega lagi.
"Baiklah aku akan memikirkannya. Aku akan carikan yang sesuai dengan yang kau cari. Jadi apakah ini adalah seseorang yang spesial?" Tanya Juno penasaran.
"Ah? Hahahaha. Apa? Tidak tidak. Hanya untuk seorang kenalan." Ucap Ega menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Tenanglah. Aku tak akan banyak bertanya." Ucap Juno penuh arti.
"Ahahaha. Terima kasih banyak Juno." Tak kuasa Ega memeluk Juno erat dan pria itu berusaha menghindar.
"Ya sudah sudah cukup. Aku terima ucapanmu tapi berhenti memelukku." Ucap Juno akhirnya tapi tersenyum juga melihat tingkah konyol Ega.