Basta kembali lagi ke Malaysia, tempat yang sama terakhir kali dia menemui Aura, si gadis buta penjual bunga. Masih sama seperti terakhir kali, dia masih menjajakan bunganya dengan senyum lebarnya. Ibu penjual burger menangkap sosok Basta dan tersenyum menyadari kehadirannya. Basta memesan saja dua buah hot dog agar bisa diberikannya pada Aura. Saat menunggu makanan dibuat, Basta tidak sengaja melihat dua orang pemuda mengambil beberapa tangkai bunga tanpa ijin. Melihat tingkah aneh kedua pemuda yang nampaknya masih usia sekolah itu hendak pergi tanpa membayar, Basta segera menangkap kedua pergelangan tangan pemuda itu.
"Aku melihatnya. Kalau kau memang tidak mampu membelinya maka jangan mencuri." Ucap Basta yang tentu saja membuyarkan konsentrasi Aura juga yang ada disana.
Kedua pemuda itu nampak ketakutan dan segera berkata, "Maafkan kami, sebenarnya kami ingin membelinya untuk ibu kami di rumah. Kebetulan hari ini hari ibu dan kami ingin memberi sesuatu untuk mereka, tapi kami tak punya cukup uang."
"Ibumu juga tak akan senang kalau tahu kalian memberi mereka bunga hasil mencuri." Ucap Basta lagi.
"Maaf permisi ada apa ya?" Tanya Aura yang mendengar keributan.
"Ah tidak tidak, ada dua orang pemuda ingin membeli bunga padamu katanya." Basta segera memberi uang pada kedua pemuda tersebut dan walau bingung tapi Basta meminta mereka memberikan uang tersebut pada Aura.
"Te-terima kasih." Ucap salah satu pemuda itu.
"Jangan lakukan ini lagi." Ucap Basta dengan suara tertahan karena tak mau Aura mendengarnya.
"Hai Aura. Aku datang lagi." Sapa Basta setelah memastikan dua orang pemuda tadi pergi dari sana.
"Aku mengingat suaramu. Basta kan?" Tanya Aura.
"Hahaha. Iya benar." Ucap Basta saat ibu penjual burger memberikan dua buah hot dognya yang sudah matang.
Basta segera membayar dan mengucapkan terima kasih.
"Aura, ini aku membeli dua buah hot dog. Satu untukmu dan satu untukku." Ucap Basta menyodorkan satu kantong hot dog pada gadis itu.
"Ah terima kasih. Duduklah disini. Pasti tidak nyaman kalau kau terus berdiri disana." Ucap Aura yang mengajak Basta masuk ke dalam tendanya yang sebenarnya juga terbuka itu.
"Aku kemaren mengirimu pesan beberapa kali tapi kau tidak membalasnya." Basta berkata jujur.
"Ah benarkah? Maaf aku memang tidak menjawabnya. Kau bisa lihat kan aku… buta?" Tanya Aura yang segera disesali oleh Basta.
"Ah astaga maaf maaf. Aku yang bodoh. Bagaimana aku bisa lupa kalau kau-" Ucapan Basta terpotong.
"Tidak perlu sungkan. Kalau kau perlu apapun kau bisa langsung menelpon saja." Tutup Aura lagi.
"Ah begitu. Iya iya baiklah aku akan melakukannya lain kali." Ucap Basta.
"Jadi apa kau perlu bunga?" Tanya Aura lagi.
"Ah aku? Ya iya aku perlu bunga. Tapi nanti saja, aku ingin mengobrol sebentar disini. Kalau kau tidak keberatan tentunya?" Ucap Basta mendadak kikuk sedangkan dari tangkapan matanya sang ibu penjual burger memberi jempol padanya sambil tersenyum aneh.
"Ah begitu? Tentu saja tidak apa-apa." Ucap Aura.
"Kenapa tidak kau makan hot dog nya? Nanti dingin." Ucap Basta lagi.
"Ini? Tidak. Aku akan memberikannya pada anakku. Dia pasti suka." Ucap Aura.
"An-anak?" Tanya Basta sangat terkejut. Basta mengutuk dirinya sendiri yang tidak mencari tahu sebelumnya mengenai identitas Aura. Ternyata dia sudah memiliki keluarga.
"Ya dia akan datang sebentar lagi. Biasanya memang dia selalu menemaniku berjualan." Ucap Aura dengan senyum teduhnya.
"Tapi terakhir kali?" Ucapan Basta menggantung.
"Ya saat itu memang dia tidak datang karena ada belajar kelompok dengan teman-temannya. Tapi kali ini dia akan datang. Setelah pekerjaan rumahnya selesai dia pasti akan menyusul." Ucap Aura dengan gembira.
Suasana menjadi kikuk dan Basta hampir saja meninggalkan tenda itu hingga seorang anak laki-laki datang dan memanggil Aura dengan sebutan Mama. Seorang anak berusia sekitar tujuh tahun mengendarai sepedanya sendirian. Wajah bulat dan pipi tembam kemerahan masih nampak menggemaskan.
"Halo anak mama." Sapa Aura yang nampak memeluk bocah pria itu.
"Siapa paman ini ma?" Tanya bocah yang bernama Yusuf itu polos.
"Ini? Ah ini namanya Om Basta. Dia mau beli bunga disini. Ah paman ini juga bawain Yusuf ini, hot dog." Ucap Aura.
"Ah hot dog? Yusuf suka. Terima kasih banyak ya paman Basta." Ucap Yusuf polos.
"Ah ya sama-sama." Ucap Basta lau mengalihkan pandangan ke Aura.
"Ehm tapi, kenapa Yusuf datang sendiri? Memang rumah kalian dekat dari sini?" Tanya Basta.
"Ya, rumah kita cukup dekat dari sini. Hanya sekitar 10 menit berjalan kaki untukku. Kami menyewa sebuah kamar di apartemen keci." Ucap Aura masih ramah.
"Tapi, apa tidak bahaya membiarkan Yusuf datang ke sini sendirian setiap hari?" Tanya Basta sejujurnya memang sangat mengkhawatirkan bocah lelaki itu.
"Ya dia memang sudah terbiasa apalagi sejak dia mulai masuk sekolah dasar. Kalau tidak membiasakan dia mandiri sejak dini makan akan sulit untuk kami berdua." Ucap Aura mulai terlihat sedikit melo.
"Berdua? Apakah Yusuf tidak punya-" Ucapan Basta lagi-lagu terhenti.
"Yusuf, bisa kamu main dulu dengan ibu penjual burger?" Tanya Aura yang segera dituruti oleh putranya itu. Ibu penjual burger nampaknya juga sudah biasa dengan kehadiran Yusuf di kedainya. Basta hanya memeperhatikan keadaan saja.
"Sebenarnya Yusuf tidak memiliki ayah. Dia hanya memiliki aku, mamanya yang buta dan hanya seorang penjual bunga. Oleh karena itu karena kondisi dia harus tumbuh menjadi pribadi yang kuat sedari dini. Sejak dia masih balita, bukan aku yang lebih banyak mengurus dan menjaganya tapi kebalikannya." Ucap Aura lagi.
Basta entah merasa sedikit bahagia sekaligus sedih mendengar cerita Aura. "Ah maaf kalau aku lancang Aura. Kalau kamu memang tak ingin bercerita, aku akan memahaminya."
"Tidak-tidak. Sejujurnya aku juga tidak tahu kenapa aku mendadak begitu terbuka kepada seseorang yang baru dua kali aku temui. Tapi aku bisa merasakan kamu orang yang baik. Dan aku menceritakan semuanya karena keinginanku." Ucap Aura lagi.
"Ah begitu. Jadi maaf karena aku sangat penasaran. Kemana ayah Yusuf?" Tanya Basta.
"Ayah Yusuf meninggal karena kecelakaan saat Yusuf masih berusia dua bulan dalam kandungan. Lebih tepatnya kami kecelakaan bersama dan itu juga yang membuatku buta hingga sekarang. Aku terlalu terpukul atas kematian kekasihku saat itu terlebih lagi aku membayangkan akan betapa sulitnya hidupku dengan adanya bayi itu setelah aku tahu ternyata bayi dalam kandunganku selamat. Karena trauma dan stres akan kejadian itu, aku jadi buat seperti ini" Ucap Aura.
"Maafkan aku. Aku sama sekali tidak berniat mengungkitnya." Ucap Basta.
"Aku sudah katakan tak apa, lagipula kejadian itu sudah terjadi delapan tahun yang lalu walau aku tidak pernah melupakannya sedikitpun." Tutup Aura.