Chereads / Fons Cafe #2 / Chapter 25 - Episode 64

Chapter 25 - Episode 64

"Sudah kubilang berkali-kali kalau Fons bukanlah tempat penitipan anak!!!" Seru Kris dongkol kepada istri-istri sahabatnya yang datang di siang bolong sambil menggendong anak mereka masing-masing. Ah, kecuali Clement yang sudah berjalan kesana kemari sesukanya. "Tangisan anak kalian benar-benar memekakkan telinga tahu?!"

Tapi, baik Gaby, Steffi, Rhea dan Eugene sama-sama tertawa ala ibu-ibu sosialita. "Jadi, apa jika kita berkumpul di restoranku akan lebih baik?" Tanya Eugene, "Tapi sebuah restoran yang mendapatkan empat bintang michelin masa menjadi sebuah tempat penitipan anak?"

Kris mendengus. Yah, harus diakui. Memang GAE tidak ada tandingannya. Restoran itu selalu ramai baik pagi, siang, maupun sore dan malam. Apalah arti Fons jika dibandingkan dengan restoran semegah GAE?

"Beruntung Sandy sudah tak serewel dulu lagi ya, Rhe! Dan Ellen sudah tidak seangkuh dulu, seperti ayahnya, Stef!" Gerutu Kris.

"Menurutmu bagaimana dengan anakku?" Tanya Gaby, "Clement seperti apa?"

"Clement... bocah lelaki yang baik dan manis. Ayolah, dia sangat mirip dengan Tatsuya kecil pastinya yang selalu riang, dan bertingkah manis. Dan dia menuruni wajah manis sepertimu, Gab. Beruntung sekali anak kalian."

"Apa itu maksudnya anakku dan Carlos tidak beruntung? Begitu?!" Timpal Rhea.

"Bukan, bukan begitu!" Kris menepuk dahinya. "Sandy... dia sepertinya akan bawel seperti ayahnya. Kemarin kata Carlos saat Sandy belajar jalan, dia sudah bisa berlari kesana-kemari. Kasihan sekali dia menuruni sistem motorik sepertimu."

"Kejam sekali kau, Kris!!!" Seru Rhea.

"Mama!!!" Seru Clement si Bocah yang paling disayangi oleh David dan Kris. "Dedek Noel boleh jadi dedeknya Clement nggak?"

Pertanyaan polos Clement malah membuat Gaby tersenyum. Seolah, dia tidak terkejut sama sekali. Seolah, dia sudah menjadi ibu yang berpengalaman. Nyatanya, memang begitulah adanya.

"Nggak boleh, Sayang. Nanti kalau kamu mau adik, bilang sama Papa ya.."

Kris tertawa geli. Tapi kemarin Tatsuya mengatakan memang dia sedang dalam rencana untuk membuat adik bagi Clement. Karena Clement rewel sekali ingin meminta teman bermain. Apalagi, sejak Noel, anak Leo dan Eugene lahir tiga bulan lalu.

"Contohlah Eugene dan Gaby yang memiliki naluri keibuan yang baik. Bukannya brutal seperti kalian!"

"Hei!!" Seru Steffi dan Rhea berbarengan.

"Itu berita tentang David lagi?" Gumam Eugene yang masih menggendong Noel yang sedang tertidur, saat dia melihat layar TV Fons memunculkan berita tentang David. "Bukannya dia ada konferensi pers di Jepang?"

Kris melihat tanggal di jam tangannya. "Oh, dia sudah pulang hari ini." Kris langsung menambah volume TV itu agar lebih terdengar.

"Ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, tadi malam, komedian David Kajima yang baru mendarat dari Jepang itupun langsung dijemput oleh Sang Pujaan Hatinya. Disebut-sebut gadis yang bernama lengkap Ayuningtyas Clarissa itu sudah menanti kedatangan David sejak dua jam sebelum pesawatnya mendarat. Gadis yang merupakan seorang pramugari dari maskapai Mosca Air yang berafiliasi di Spanyol tersebut akhirnya di konfirmasi David sebagai tambatan hatinya. Lantas, bagaimanakah perasaan David saat dirinya dijemput oleh Dara Jawa tersebut? Kita simak sebagai berikut.."

Layar TV itu berganti menjadi tayangan Bandara dan wajah David pun muncul seiring dengan Tyas, yang menungguinya itu memeluknya saat David keluar dari boarding room.

Lalu keluarlah pertanyaan-pertanyaan yang tak terekam oleh suara kamera, namun suara David dengan jelas menjawab pertanyaan tersebut satu per satu. Dan itulah yang terdengar di layar kaca.

"Namanya Ayuningtyas Clarissa, panggilannya Tyas. Umur... lebih muda enam tahun dari saya. Yang membuat saya jatuh hati... pastinya banyak ya. Dan itu juga urusan pribadj jadi, menurut saya tidak perlu di umbar-umbar....."

Para ibu-ibu di Fons pun langsung mengonfirmasi lagi kepada Kris. "Hei, Kris, apa benar itu perempuan yan akan dinikahi oleh David?"

Kris mengangguk. "Kalau menurut media begitu. Menurutku juga begitu."

Steffi menyelidiki lebih teliti lagi dengan pertanyaannya. "Mengapa kau bisa yakin seperti itu? Yang kutahu, David bukanlah orang yang mudah untuk mengatakan suka apalagi cinta pada orang lain."

"Justru itu. Karena David sudah menemukan pujaan hatinya yang dituggu-tunggu, makanya dia tidak perlu merasa sulit untuk mengatakan apa yang dirasakannya." Kris mengerutkan dahinya lalu berpikir. Mungkin ini sedikit tidak masuk akan untuk ibu-ibu sosialita seperti ini. "Okay, in some theories, they said that man will hardly say they love the woman, only if that man really loves the woman. But its another different story when it comes to this mister laugh, Mr. Kajima."

-----

David masih tertidur kala istri sahabat-sahabatnya serta Kris sedang menonton berita tentan dirinya. Semalam, merupakan suatu hal yang sangat mengejutkan bagi David.

Awalnya Tyas mengatakan kalau dia tidak bisa menjemput David karena dia baru kembali dari Yogyakarta lusa. Tapi ternyata Tyas kembali di hari yang sama dengannya dan menungguinya di Bandara. Tyas yang baru mengunjungi keluarganya itu sekaligus menghadiri acara tunangan saudara sepupu dekatnya dari ibunya. Bisa dipastikan bahwa Tyas lelah, tapi entah mengapa, dia ingin sekali bertemu dengan David yang harus pergi ke Jepang selama dua minggu.

Pertama, David melakukan konferensi pers untuk penggemarnya di Jepang. Lalu, dia diminta oleh ayahnya untuk menandatangani kontrak yang bernilai jutaan dollar di Osaka. Kemudian, dia harus mengurusi bisnis kecilnya yang ada di Kobe.

Bisnisnya ini diawali setelah dia lulus dari kuliah. Dengan modal kecil yang dimilikinya, David membuka sebuah rumah desain di Jakarta. Awalnya, dia hanya melayani permintaan desain interior, yang sesuai dengan bidangnya. Beberapa bulan kemudian, bisnisnya berkembang, dan dia merekrekut beberapa temannya dari fakultas yang sama. Mulai dari desain komunikasi visual, desain interior dan eksterior, bahkan, sampai arsitektur. Dalam ruang lingkupnya, dia hanya melayani desain untuk rumah dan publik.

Setelah dua tahun berjalan, David mendapat kesempatan untuk ke Jepang, dalam rangka perjalanan bisnis yang di paksa Okaasan. Dari Tokyo, dia kabur, agar tidak dipertemukan dengan kolega-kolega Umejima Hotel, yang pastinya akan membuatnya di paksa lagi untuk berkenalan dengan sejumlah wanita Jepang yang... tidak menarik baginya.

David pun menemukan sebuah toko kecil di ujung jalan yang usang, di Kobe, tempat pelariannya. Kata orang sekitar, tempat itu sudah lama ingin di jual tapi tidak laku-laku. Peluang ini di anggap David lumayan menguntungkan. Pasalnya, tempat itu di jual murah--pastinya--dan David bisa mengambil beberapa desainer yang dimilikinya dari Jakarta untuk diterbangkan kesana.

Singkatnya, kini dua lokasi bisnis kecil-kecilannya itu sudah sangat menguntungkan baginya. Tak perlu lagi dia menunggu job untuk mendapatkan uang. Bahkan, dari bisnisnya itu dia mampu membeli rumah baru di Kobe, membeli Maserati, walaupun mobil itu lebih sering menjadi hiasan di garasinya. Dan yang paling penting, dia bisa membuktikan bahwa dia tidak memerlukan satu persen pun saham dari Umejima.

11.07

David bangun. Kamarnya benar-benar putih bersih seperti biasanya. Dan yang paling menyenangkan baginya saat bangun tidur adalah melihat warna putih.

Putih. Tanpa setitik noda pun.

"Halo?" Jawab David yang mengangkat ponselnya. "Whassup, Tev?"

"Your news is everywhere, Buddy! Aku pusing untuk meladeni setiap telepon dan e-mail yang datang kepadaku jika itu sudah menyakan tentang dirimu!"

"That's your job isn't? Aku menggajimu memang untuk itu bukan?" Balas David ringan sambil tertawa, "Tapi aku yakin kau pusing sekali sekarang ya, Manajerku?"

"Oh, sial kau! Aku benar-benar tidak mengerti lagi dengan orang-orang sepertimu!"

David pun beranjak dari tempat tidurnya. Kaos putih dan celana putih masih melekat juga ditubuhnya. Kemudian, dia keluar melalui pintu putihnya. "Yang sabar ya, Tev. Oh ya, aku punya daging sapi Kobe kalau kau mau..."

"I'll be there in an hour! And save the Kobe beef for me!"

David tersenyum. Mudah sekali rupanya untuk menjilat manajernya yang satu itu.

-----

Sorenya, Tyas dan David sudah janjian untuk bertemu di Fons sepeeti biasanya. Tentunya, setelah urusannya dengan Tevin, dan berbagi daging Kobe tentunya di rumahnya.

"Glad to see your smile!" Seru Tyas begitu melihat David pertama kali. "I miss your teeth, mouth and eyes."

David tertawa renyah, sambil membawa perempuan yang disayanginya ini kedalam pelukannya. "Oh really? You really were missing those things?"

"Absolutely. Ah, what I miss the most is your scent of body."

David tersenyum makin lebar. "Don't try to seduce me please.."

"Okay okay. I give up," kata Tyas mengalah. "Ngomong-ngomong apa yang sebenarnya yang akan kita lakukan disini?"

"To meet them," ucap David, sambil menunjuk sebuah sudut lain dari Fons.

Ternyata Tyas tidak menyadari kalau David sudah mengosongkan Fons sire menjelang malam itu untuk dinikmati oleh mereka berdua, bersama sahabat-sahabat David.

"Senang bertemu denganmu lagi, Tyas!" Seru Kris sambil memberikan sebuah coconut pudding dengan topping es krim vanilla yang menggiurkan. "A welcome gift for you."

Tyas tersenyum lebar. "Terima kasih.. Kris?"

"You got it just right!"

David melihat senyum Tyas tak pernah seperti ini sebelumnya. Ah, sebelum ke Jepang, David sudah berhasil membuat Tyas tertawa dan tersenyum saat mereka pergi ke Bandung. Dan ternyata apa yang diinginkan David tidak ketemu. Sehingga David harus mengalah, dan mengikuti kemauan Tyas, dengan syarat, David yang bayar.

Tak David sangka, ternyata Tyas memiliki selera yang tinggi untuk brand dan merk barang-barang yang digunakannya. Sampai David menyerah untuk meladeni keinginannya Tyas lalu, Tyas tertawa dengan mengatakan, 'tangkap aku baru kita pulang.' Akhirnya, David mengejar Tyas dengan segenap kekuatannya yang tersisa lalu memeluknya. Setelah tersenyum karena David berhasil, Tyas pun tersenyum dan mengangguk.

"Jika kau berkencan dengan David, maka kau harus berkencan dengan para sahabatnya juga. Itulah resiko yang harus kau tanggung," kata Carlos mengingatkan.

"Itu sih maumu saja," timpal Alex.

"Hmm.. Rhea, aku siap untuk menjadi pengacaramu di pengadilan nanti, jika kau sudah yakin untuk menandatangani surat ceraimu dengan Mr. Takamasa," tambah Tatsuya.

Rhea cekikikan geli lalu mengangguk.

"Hei, hei! Siapa yang cerai?! Aku tidak butuh surat cerai! Dan Rhea tak perlu pengacara gila sepertimu!"

David membawa Tyas yang tertawa itu dalam rangkulannya. "Okay, let's start to introduce you to these crazy abnormal friends of mine."

Tyas masih tersenyum lalu mengangguk setuju.