Chereads / Fons Cafe #2 / Chapter 26 - Episode 65

Chapter 26 - Episode 65

The best thing of being a celebrity is, you can choose which kind of job that you wanna take, and this is what David does now.

Tevin menyodorkan lembaran kertas yang berisi kontrak-kontrak yang ditawarkan oleh sejumlah stasiun TV, brand ternama, bahkan, tawaran untuk bermain film ataupun sitkom terbaru. "Kau tinggal pilih saja Pak Depit!" Seru Tevin sambil memilah-milah kontrak lain yang belum di baginya ke dalam kategori di atas. "Begini, sebagai manajermu, aku sarankan kau mencari kontrak yang tak merepotkan untuk dirimu dan diriku juga."

David tertawa renyah. Banyaknya kontrak yang membanjirinya sekarang, tentunya tidak lepas dari usahanya dulu. Meskipun sesulit apapun kontraknya itu, tak pernah sebersitpun bagi David untuk mengundurkan diri. Apalagi, jika ia harus menanggung denda dan penalti yang diberikan dari kontraknya.

Pernah satu kali, David menandatangani kontrak yang membuat namanya langsung melejit pesat. Yaitu, membintangi iklan sebuah merk ternama Jepang, yang harus membuatnya syuting selama lima hari di Gunung Fuji. Naasnya, Tevin juga harus ikut dikarenakan, dia merupakan manajernya. Sialnya lagi, Tevin bukanlah orang yang kuat menghadapi cuaca dingin, apalagi bersalju. Jangankan ke luar negeri saat musim dingin, ke Puncak saja, leher, telapak kaki dan tangannya sering gatal karena tak kuat dingin. Beruntung, David sangat menghargai usaha dan kerja keras manajernya itu. Sehingga, David membiayai seluruh biaya pengobatan Tevin setelah kembali ke Indonesia sampai kulitnya kembali normal.

"Aku tidak pernah merasa keberatan dengan semua kontrak yang aku pilih. Ah, kecuali saat memilih iklan tempo hari, hanya kau yang merasa dirugikan."

"Ya, ya, ya. Terima kasih karena mengingatkanku akan kebodohanmu yang membuatku harus pergi konsultasi ke dokter kulit setiap minggunya!" Seru Tevin lagi, dengan nada lebih dongkol. "Aku sudah seperti orang yang terkena penyakit kulit menahun kau tahu? Untung saja Selvi masih mau menemaniku."

Selvi. Ah, resepsionis di restoran hotel Umejima itu langsung membuat David ingat kalau mereka berdua masih memiliki hubungan khusus.

Bel pintu rumah serba putih milik David berbunyi. "Itu pasti Tyas. Coba kau lihat kesana."

"Baiklah, baiklah TuanPenyuruh."

Tevin memberikan senyuman tulus terbaiknya, meski kesal. Tapi melihat Tyas yang tersenyum manis tidak seperti yang dilihay Tevin lewat layar kaca yang tak jelas itu, Tyas memang benar-benar manis. Rahang khas Jawanya, matanya yang bulat, kulitnya yang tidak terlalu putih, rambut bergelombangnya yang berwarna coklat kehitaman sebahu memang perpaduan yang sangat indah untuk perempuan dengan tinggi 172 sentimeter ini.

"Kau pasti Tevin ya?" Tanya Tyas. "Senang bertemu dengan orang yang mau selalu repot-repot mendukung segala kebutuhan David di balik layar."

"Senang bertemu dengan gadis menyenangkan sepertimu!" Balas Tevin.

Tyas pun memasuki rumah David bersama dengan Tevin. Mereka berdua masuk, menuju ruang tamu, tempat Tevin dan David dari tadi masih berargumen tentang kontrak mana yang harus ditandatangani oleh David.

Tyas ikut memerhatikan tawaran yang diminta oleh beberapa brand ternama yang meminta David untuk menjadi model mereka. Entah kenapa, tapi Tyas ingin sekali David untuk mengambil salah satu dari tawaran model yang ditujukan pada kekasihnya itu.

"Hmm... Berapa kontrak yang harus kau ambil?" Tanya Tyas.

"Satu atau dua--"

"Tiga, David! Kau melupakan biaya ganti rugi karena merusak lapangan bola di Gelora Bung Karno setelah kau melakukan ide gila untuk melakukan jumpan fans disana?" Keluh Tevin. "Seminimalnya kau harus menandatangani tiga sampai empat kontrak baru!"

"Episode Para Lajang?" Tanyanya. Dari semua kontrak yang pernah menghampirinya, hanya Episode Para Lajanglah yang bertahan dihatinya, dan membuatnya mendatangani kontrak baru lagi setiap musimnya selesai.

"Itu tidak termasuk. Tanpa disodori kontraknya pun, kau pasti tetap mau menjadi pembawa acaranya bukan?" Terka Tevin dengan tepat. "Ayolah, pilih dengan cepat agar aku bisa memesan makan siangku!"

"Pesanlah, aku dengan senang hati akan membayarnya juga. Selama itu bukan masakan Manado."

Telinga Tyas menghangat. Manado? Bukannya Bibi Desi, Ibunda dari David sendiri berasal dari Tanah Minahasa tersebut?

"Memangnya apa yang salah dengan masakan Manado?" Tanya Tyas.

David mengabaikan salah satu kontrak drama yang ditangannya lalu menatap Tyas ngeri. "Makanan mematikan yang hanya akan membuatmu di opname selama tiga minggu dengan diagnosa, typhoid atau diare."

Tevin tertawa puas. "Hei, percayalah, David menganggap ini sebagai aib, Yas."

"Apa ada sesuatu yang perlu kuketahui?" Tanyanya dengan ambisius, sambil merekahkan senyum lebar nan manisnya.

"Ah, masalah opname tiga minggu, itu hanya berlaku untukmu saja, Sayangku. Aku tidak pernah merasakannya," balas Tevin sebelum menjawab pertanyaan Tyas. "Jadi, Nona Tyas, kekasihmu ini tidak pernah bisa meletakkan makanan pedas jenis apapun di atas lidahnya itu."

Tyas mulai terkikik geli. "Bohong! Kau orang Manado. Mana mungkin kau tak bisa makan makanan pedas seperti ayam woku, cakalang, sambal roa--"

Mendengar nama makanan-makanan khas Manado itu, David langsung merasa kepalanya pusing membayangkan aroma khas sambal roa, dan bumbu woku yang menyeruak ke dalam indera penciumannya. Lalu, membayangkan lidahnya mati rasa seketika setelah meletakkan sejumput dari salah satu makanan tersebut. "Bisakah kalian berhentin menyiksa otakku dengan pikiran makanan pedas dan lainnya?"

Tevin seperti menemukan sobat lama yang telah lama hilang. Menggoda bosnya yang seperti itu benar-benar menghiburnya. Ditambah, ternyata Tyas mampu membagi jokes yang menyenangkan ini bersama dengan Tevin.

"Okay, okay, so, what you guys want to eat for today's lunch?" Tanya David.

"Nasi putih dengan sambal roa. Ah, jangan lupakan ayam bumbu woku dan cakalangnya juga!" Seru Tevin bersemangat.

David mendesah berat. "Baiklah." David memberikan ponselnya pada Tyas. "Telepon rumah makan Manado yang nomornya sudah kusimpan, dan pesan semaumu dan Tevin. Kalau sudah, bilang kepada yang menerima teleponnya untuk membuatkan pesanan khusus untuk Daimon Kajima."

Tyas tersenyum, dan mengangguk paham.

David kembali melihat kontrak-kontrak lain. Setelah lima belas menit berkutat dengan pilihan yang akan dipilihnya, akhirnya David memilih tujuh kontrak yang menurutnya paling ideal dan waras dibandingkan dengan syarat kontrak lainnya.

"Oke. Kau mau memenuhi tujuh kontrak ini?"

"Enak saja! Kau mau aku mati?" Keluh David. "Aku hanya mau lima saja. Itu cukupkan?"

"Baiklah, baiklah. Kau sudah memilih yang mana yang pasti kau pilih?"

David mengangguk. Dia memilih sebuah kontrak untuk menjadi pembawa acara sebuah kompetisi mencari bakat, menjadi juri tamu untuk sepuluh episode acara pencarian bakat pelawak tunggal. Selain itu, dia memilih untuk menjadi bintang tamu untuk sepuluh episode juga dalam sitkom yang menurutnya menarik. Dan, menjadi bintang video klip dalam sebuah video musik penyanyi yang baru-baru ini muncul di TV. "Satu lagi aku bingung."

"Pilih yang kau mau saja."

David bingung, lalu dia melihat Tyas sedari tadi sedang memegangi sebuah kertas kontraknya.

"Kau sedang memegang apa?" Tanya David.

"Ah, ini... Dari tadi aku lihat kontrak model iklan brand elektronik ini. Sepertinya cocok untukmu. Disini, kau diminta untuk menjadi seorang arsitek yang sibuk, tapi semuanya terkendali dengan semua produk elektronik tercanggih yang kau miliki dari brand ini," jelas Tyas. "Something that related to isn't? Architect."

"Well for sure, aku desainer interior, bukan arsitek, Yas," koreksi David.

Tevin mengernyitkan dahinya. "Tapi kau yang menjadi arsitek solo untuk membangun rumahmu yang satu ini bukan?"

"Itu karena tidak ada yang mengerti selera dan konsep serba putih yang aku mau seperti ini, Tev," kilahnya.

"So, would you give it a try? I think it suites for you."

"Apa akan model perempuannya juga?"

Tyas membaca sekilas, lalu mengangguk.

"Siapa modelnya?"

"Callista Mahayu Santika."

"Another ex," desis Tevin.

Tyas tidak menampakkan wajah sedih. Sebaliknya dia senang. Pasalnya, Lista adalah model yang diidolakannya. Jadi, dia sebenarnya sangat ingin melihat Lista secara langsung. "Ayolah... Abaikan fakta kalau dia memang mantanmu."

David tidak menganggap Lista mantan yang menyebalkan seperti Indah. Jadi, apa salahnyakan?

"Okay, I'll give it a try."

Tak lama kemudian, pintu rumah David terketuk.

"Kurasa pesanan kalian sudah datang. Ini uangnya, bayarlah, dan makan."

"Tanda tangani dulu David!!" Seru Tevin was-was.

"Itu mudah. Aku sudah lapar ya! Kau datang kemari, bahkan sebelum aku sarapan, Tevin!!"

Tevin tertawa menang. "Anggap saja itu sebagai diet untukmu!"